Mohon tunggu...
KOMENTAR
Book Pilihan

Tenang, Toko Buku Tutup Bukan Sebab Spesies Pembaca Buku Punah

28 Mei 2023   21:09 Diperbarui: 28 Mei 2023   21:28 271 16

Ketika Toko Buku Berguguran
(Semoga) Tidak Ada Toko Buku yang Tutup  Lagi ...


Tatkala tempo hari membaca topik pilihan Kompasiana tentang Toko Buku Tutup, saya tertegun. Teringat kabar tentang sebuah toko buku besar yang barusan tumbang.

Sebuah tanya melintas di benak, "Kok bisa bangkrut, ya? Manajemen penjualannya bagaimana? Apa tim penjualannya kurang gigih melakukan promosi? Tidak melayani penjualan daring?"

Rasa sedih memang ada di hati ini. Akan tetapi, belakangan saya tidak terlampau masygul kalau ada toko buku tutup. Tidak serta-merta merasa melankolis ataupun patah hati.

Kesedihan yang muncul itu pun cenderung bermotif ekonomi.  Lebih disebabkan oleh ingatan kepada para karyawannya yang kehilangan pekerjaan. Bukan kesedihan sebab khawatir bahwa spesies pembaca buku kian punah.

Tentu bukan sebab saya tak suka baca buku. Justru sebaliknya, hingga detik ini kehidupan saya tak jauh-jauh dari urusan perbukuan.

Nah! Justru karena kerap berurusan dengan buku-buku, baik sebagai pembeli maupun penjual, respons saya terhadap fenomena toko buku tutup biasa-biasa saja. Tidak serta-merta patah hati.

Saya paham kalau banyak hati terkoyak dengan fenomena tersebut. Terutama hati generasi zadoel yang telah mengukir kenangan mendalam di toko buku.

Saya menghargai kesedihan mereka itu. Sekaligus memaklumi kecemasan yang timbul akibat bergugurannya toko buku. Yang sepintas lalu, tampak menyimbolkan musnahnya minat membaca generasi terkini.

Akan tetapi, kiranya banyak yang lupa bahwa yang berguguran toko buku luring (luar jaringan/offline). Sementara toko buku daring (online), sejauh ini masih baik-baik saja. Malah tampaknya kian menggeliat.

Saya memiliki beberapa teman yang punya toko buku daring. Yang hingga kini toko buku mereka tetap eksis. Bahkan kepada salah satu dari mereka, saya kadang-kadang titip buku untuk dijual juga.

Lalu, siapa pembeli buku di toko-toko buku online itu? Tentu mayoritas genzy (sebutan untuk generasi Z). Genzy 'kan akrab dengan internet. Wajar jika lebih suka belanja buku secara daring.

Artinya, spesies pembaca buku tetap ada. Bukan cuma dari kalangan tua-tua dan agak tua, melainkan dari kalangan genzy juga. Cuma perkara pilihan cara dan tempat beli bukunya yang berbeda.

Kiranya sekarang Anda paham, mengapa respons saya terhadap fenomena toko buku tutup cenderung bermotif ekonomi. Iya 'kan?

Yang menarik, bermunculan pula toko-toko buku luring alternatif. Yang konsepnya disesuaikan dengan selera anak zaman now. Misalnya menyatu dengan kafe. Jadi selain belanja buku, kita bisa nongkrong santai di situ.

Ada pula toko buku yang konsepnya sengaja dibikin eksklusif. Hanya menjual buku-buku bertema berat dan langka. Dengan demikian, toko semacam ini bisa menjadi solusi manakala kita butuh buku berkualitas terbitan lama.

Hanya saja sesuai selera zaman, toko buku daring sekarang lebih diminati. Alasannya jelas, yaitu praktis dan bisa lebih murah.

Bukan rahasia lagi kalau toko buku daring kerap memberikan diskonan. Itung-itung diskonan itu bisa "menutup" ongkos kirim.

Genzy Diracuni Virus Baca K-Pop

Mungkin Anda kurang percaya bahwa banyak genzy suka baca buku. Bahkan, sampai rela menyisihkan uang saku demi beli buku.

Bukankah mereka selalu menempel dengan gawai masing-masing? Dari mana ketempelan virus baca buku? Bukankah hobi mereka menikmati K-Pop?

Nah, nah. Justru itu. Justru karena banyak yang K-Popers, mereka lambat-laun mau membaca buku.

Perlu diketahui bahwa beberapa grup K-Pop, terutama BTS, amat berperan menyebarkan virus membaca di kalangan genzy. RM (Kim Nam-joon), leader BTS, kerap memamerkan buku yang sedang dibacanya.

Tentu pamernya tak cuma bilang, "Aku sedang baca buku ini, lho." Dia menceritakan isinya sekilas. Apa pengaruh buku itu terhadapnya? Bagusnya di mana? Kemudian merekomendasikan Army untuk membacanya juga.

Selera baca BTS pun tidak sembarangan. Dalam suatu kesempatan, RM sungguh mengejutkan saya. Tatkala itu dia mengatakan kalau terinspirasi oleh Albert Camus dalam memandang padatnya seni.

Ya, ampun. Albert Camus gitu, lho. Yang saya selalu susah payah mencerna karyanya.

O, ya. Army adalah kelompok penggemar BTS. Mereka ini sungguh solid. Termasuk solid dalam "mencontek" selera baca sang idola. Hasilnya? Beberapa buku yang direkomendasikan BTS pun terdongkrak penjualannya.

Yup, Army memang dahsyat. Beruntunglah mereka punya idola yang layak jadi panutan. Saya pun lega karena anak saya, yang walaupun enggak Army-Army banget ikut teracuni bacaan BTS. Foto berikut ini adalah salah satu buktinya.

Sama sekali tak ada yang salah, jika genzy mau membaca buku gara-gara mengekor selebritas idola mereka. Yang terpenting, mereka masih mau membaca. Apa pun bentuk dan tema bacaan yang dipilih.

Kuncinya mau membaca dulu. M-A-U. Kalau sudah mau membaca, apa pun motivasinya, lambat-laun dia akan menemukan sesuatu. Kalaupun pada akhirnya tidak menjadi seorang pembaca sejati, minimal tidak asing dengan buku.

Sampai di sini saya mendadak ingin berandai-andai. Andai kata Pratama Arhan bisa seperti leader BTS, yang kerap merekomendasikan buku bagus yang pernah dibacanya, alangkah keren!

Para penggemar Arhan pasti akan kepo dengan buku tersebut. Bermula dari kepo, bisa saja kemudian serius mencari dan membacanya.

Hmm. Saya kok betul-betul ingin pengandai-andaian itu mewujud nyata ...

Penutup

Kita tak perlu pesimis. Fenomena toko buku tutup tidak perlu ditangisi. Justru mesti dipahami sebagai sebuah dinamika zaman. Lagi pula, yang berguguran itu toko buku fisik. Yang toko buku daring justru banyak yang tengah menggeliat. Berarti spesies pembaca buku masih eksis. Yaghaesya?

Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun