Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Akhir Petualangan Artika, Si Pengangkut Gula dan Beras

15 Agustus 2012   09:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:44 151 0
MATAHARI baru saja rebah ke arah barat saat kapal pengangkut beras itu berlayar di laut perairan Aceh. Awalnya perjalanan dari Penang, Malaysia menuju wilayah paling barat Indonesia berjalan mulus. Tak ada yang ganjil dengan kondisi kapal kala itu. Ombak besar dan angin kencang mereka lewati.

Satu persatu perairan mereka lewati. Langit nan cerah membakar kulit kesepuluh anak buah kapal yang ikut dalam pelayaran. Tak lama lagi mereka akan berlabuh di Pelabuhan Balohan, Sabang. Semua ABK sudah siap untuk bermalam wilayah paling barat Indonesia itu.

Nahkoda kapal bertubuh mungil itu memberitahu petugas perantara bahwa tak lama lagi mereka akan tiba.

"B Adi 5 tango 101. Sekitar 26 mil lagi. Kecepatan kapal 6,2 knot," tulis Riswal, Nahkoda Kapal dalam pesan singkatnya kepada petugas perantara.

KM Artika, nama kapal motor itu. Kapal dengan bobot 256 GT itu mengangkut 250 ton beras dan dua ton bawang dari Pelabuhan Penang, Malaysia menuju Sabang, Aceh. Barang-barang itu merupakan kebutuhan warga Sabang untuk hari raya Idul Fitri 1433 H.

Kapal milik salah seorang warga Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara itu meninggalkan Penang, Malaysia pada hari Rabu (1/8). Perjalanan dengan rute Malaysia-Sumatera bukan yang pertama bagi KM Artika. Kapal dengan 10 awak itu sudah berlalu lalang melewati lintas internasional untuk mengangkut gula dan beras.

Pada hari kedua berlayar, kondisi kapal masih normal. tak ada yang ganjil dengan kondisi kapal tersebut. Namun naas menyambangi mereka kala itu.

Sekitar pukul 15.15 WIB, nahkoda kapal kembali memberitahu petugas perantara bahwa kapal sudah bocor. Ia meminta bantuan pertolongan sambil terus berkomunikasi dengan pihak perantara di Sabang.

"Tolong cepat b Adi mesin udah tenggelam b Adi. Tolong cepat b Adi. Bantuan b Adi tolong cepat b Adi," tulis Riswal dalam pesan singkatnya sekitar pukul 15.59 WIB.

Mendengar kabar itu, pihak perantara bersama H. Hamdani selaku pemilik barang langsung menuju pelabuhan untuk mencari bantuan. Namun usaha keduanya gagal akibat kapal penolong tak bisa dioperasikan.

"Setelah mendapat kabar kami langsung ke pelabuhan untuk membantu. Tapi kapal milik SAR rusak. Sehingga kami tidak bisa membantu mereka," kenang Adi, perantara pemilik barang saat berbincang dengan acehkita.com, pada Senin (6/8).

Tak lama berselang, kondisi kapal semakin memprihatinkan. Mesin kapal sudah mulai tenggelam. Barang-barang yang mereka bawa sebagian sudah dibuang kelaut untuk mengurangi beban kapal. Seluruh awak kapal sudah mulai pasrah dengan keadaan. Ditengah kepanikan itu, mereka memberitahu keluarga untuk didoakan agar selamat.

Perlahan-lahan badan kapal mulai tenggelam. Air sudah merendam lantai kapal. Pukul 16.23 WIB, nahkoda kapal dengan penuh tanggung jawab itu kembali memberitahu kondisi kapal. Namun bantuan yang mereka harap tak kunjung tiba.

"Pakai pelampung, pakai pelampung. Lompat ke air. Lompat keair. Kapal kita tenggelam," teriak sang nahkoda kala itu.

Semangat dan tanggung jawab sang nahkoda tak padam begitu saja. Ia tidak melompat kelaut sebelum semua anak buahnya melompat. Setiba di dalam air, mereka semua memegang seutas tali agar tidak terpisah dari kelompok.

Ombak setinggi tiga meter mematahkan semangat mereka untuk bersatu. Mereka terpisah setelah dihantam ombak besar. Pada saat itu, mereka hanya berharap datang keajaiban agar bisa bertahan hidup ditengah derasnya arus dan tingginya ombak.

Saat matahari mulai tenggelam keufuk barat, pertanda malam akan tiba. Sepuluh anak buah kapal naas itu sudah mulai menjauh dari lokasi tenggelam akibat dibawa arus. Kapal itu tenggelam diantara laut Laweung, Pidie dan Krueng Raya, Aceh Besar.

Tim pencari yang bergerak dari Pelabuhan Ulee Lheue, Banda Aceh dan Sabang sejak hari masih senja tidak membuahkan hasil. Tim pencari tidak bergerak cepat saat itu. Sebab, kapal yang mereka punya tidak bisa dioperasikan.

"Kecewa kali kita. Masak saat melakukan evakuasi kapalnya rusak," ungkap Adi.

Dari Ulee Lheue, tim SAR bergerak dengan menggunakan boat karet menuju koordianat terakhir sebelum kapal tenggelam. Belum sampai ke titik tujuan, kapal tersebut harus kembali ke Pelabuhan Balohan, Sabang akibat kehabisan bahan bakar.

Petugas evakuasi kemudian melanjutkan pencarian selepas salat Magrib. Mereka berangkat bersama dari Sabang menuju titik koordinat di kawasan antara Krueng Raya dan Laweung. Namun, pencaharian hingga larut malam masih nahil.

"Pencaharian dihentikan akibat kondisi malam yang sudah larut," kata Firman salah seorang anggota RAPI Aceh yang ikut memantau proses evakuasi.

Pada hari kedua tenggelamnya kapal pengangkut kebutuhan warga Sabang itu, tim SAR dibantu Airud, Tentara, Rapi kembali ketengah laut untuk melakukan pencarian. Dua kelompok tim bergerak dari tempat terpisah. Satu tim bergerak dari Krueng Raya, dan satu tim lagi bergerak dari pelabuhan Sabang.

Tim dari Sabang melakukan pencarian ke perairan Samudra Hindia Lintang Barat Daya atau berbatasan dengan Myanmar. Mereka tiba di sana sekitar pukul 14.00 WIB. Setiba dilokasi pencarian, tim yang dikomandoi Usman Juara melihat sebuah kapal besar pengangkut kontainer yang melaju di lintas internasional tiba-tiba balik arah sembari melempar pelampung ke laut. Melihat hal itu, tim bergerak dengan cepat mendekati kapal tersebut.

"Saat tim pencari mendekat ke kapal pembawa kontainer, mereka melihat lima korban. Kemudian langsung dimasukkan ke dalam kapal tim," terang Adi.

Setelah mendapat lima korban, petugas evakuasi tidak melanjutkan lagi pencarian akibat kondisi laut sudah tidak bersahabat. Mereka kemudian balik ke pelabuhan untuk membawa kelima korban agar mendapat perawatan.

Saat ditemukan, kelima korban dalam kondisi lemah akibat dehidarasi (kekurangan cairan tubuh). Bahkan dua diantaranya tidak sadarkan diri. Kelima korban selanjutnya dievakuasi ke Rumah Sakit Umum Daerah Sabang untuk mendapat perawatan pertama.

Dokter Rumah Sakit Umum Daerah Sabang, Dr. Nurul Falah menjelaskan pada saat pertama dirawat, kelima korban mengalami syok berat dan dehidrasi. Kondisi paling parah dialami oleh nahkoda kapal akibat kelima korban lainnya belum ditemukan.

"Pak Riswal yang paling parah. Beliau masih menanyakan kondisi lima korban lainnya," kata Nurul.

Namun setelah mendapat perawatan selama empat hari di rumah sakit, kondisi kelima korban semakin membaik. Empat korban terlihat sudah mulai keluar ruangan tempat mereka dirawat untuk menghirup udara segar dan menghilangkan penat. Sedangkan nahkoda kapal masih terbaring lemah diruang rawat pria. Tangan kirinya masih terpasang infus.

Menurut direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sabang, Dr. Tugu Siburian, empat korban kapal naas itu sudah diperbolehkan pulang. Sebab, kondisi mereka sudah jauh lebih baik dari pada saat pertama dirawat dirumah sakit. Sedangkan untuk nahkoda kapal, masih harus dirawat hingga kondisinya pulih dari trauma.

"Kondisi pak Riswal juga sudah mulai membaik. Ia sudah nyambung saat diajak ngobrol," jelasnya saat meninjau kelima korban.

Selama terombang-ambing, kelima korban hanya minum air laut. Berbekal pelampung dan seutas tali, mereka bertahan hidup diantara derasnya arus dan tingginya ombak yang menghantam mereka.

"Alhamdulillah kami masih bertahan hidup," ungkap Idham Siagian, salah satu anak buah kapal dirumah sakit.

Ia bersama keempat awak kapal lainnya berharap sekali agar bisa cepat kembali berkumpul bersama anak dan istri di Tanjung Balai, Asahan, Sumatera Utara.

Selama berada dirumah sakit, biaya pengobatan kelima awak kapal di tanggung oleh pemilik barang. Untuk keperluan mereka di urus oleh perantara kapal. Perantara menemani korban dan mengurus semua keperluan korban selama di rumah sakit.

Sedangkan pihak Administrator Pelabuhan Sabang mengatakan, penyebab tenggelamnya kapal Artika belum diketahui. Sebab izin berlayar kapal tersebut dikeluarkan oleh pihak Adpel Malaysia. Semua pengecekan fisik dan dokumen semuanya pihak Adpel Malaysia yang mengeluarkan.

"Kita tidak tahu penyebab tenggelam kapal. Apakah kelebihan muatan atau bukan. Karena izin berlayar Adpel Malaysia yang mengeluarkan," jelas Kepala Administrator Pelabuhan Sabang, Suprianto.

Jika kapal tenggelam setelah berlayar dari Sabang, maka pihak Adpel Sabang yang harus bertanggung jawab. Sedangkan tenggelamnya kapal Artika tersebut belum sampai ke Pelabuhan Sabang.

"Jangan salahkan kita dong. Izin kapal Malaysia yang keluarkan. Kita tidak bertanggung jawab terhadap tenggelamnya KM Artika tersebut," pungkasnya.

Hingga hari keenam pasca tenggelamnya kapal bermuatan 250 ton beras dan dua ton bawang itu, lima awak kapal lainnya belum ditemukan. Tim SAR sudah melakukan pencarian mulai dari Krueng Raya hingga zona lintas internasional. Namun hasilnya masih tetap nihil.

Kelima awak kapal yang selamat berharap agar lima awak kapal lainnya segera ditemukan. "Masih ada lima lagi. Masih ada lima lagi," hanya kata-kata itulah yang diucapkan Riswal setiap saat.

Tepat pada Kamis (2/8) kapal pengangkut beras dan bawang dengan sepuluh orang ABK itu tenggelam diantara peraian Laweung,Pidie dan Krueng Raya, Aceh Besar. Lima awak kapal ditemukan selamat dan lima lainnya belum ditemukan. Sedangkan bangkai kapal hilang ditelan arus.[]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun