Tiga hari setelah kami di sana, saya mulai bermain ria bersama anak tante saya. Waktu itu kami berdua asyik memanjat sebuah pohon yang tumbuh tepat di pinggiran tebing di depan rumah. Tebing itu cukup tinggi dan di bawah tebing tersebut berbaris pula beberapa rumah yang siap menampung maut dari atasnya, tak terkecuali dengan kami. Pohon di samping tebing tadi memiliki dua dahan yang terpisah. Di atas pohon itulah kami hanyut bercengkerama. Membahas pembicaraan yang tak menentu. Yang penting, pembicaraan tetap alot dan mengasyikkan.
Sesekali, kami berganti posisi dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Di sinilah peristiwa naas menimpa saya. Ketika saya hendak pindah ke dahan yang lain, tangan saya gagal meraih dahan dengan sempurna. Celakanya, saya jatuh berguling menggelindingi tebing di samping pohon itu.