Dr. Agus Hermanto, MHI
Digital merupakan alat teknologi yang dapat kita gunakan untuk membantu kegiatan dan aktivitas manusia. Kecanggihan teknologi saat ini telah mencapai titiknya, dimana banyak pola hidup manusia yang serba digital. Wajar, bagian dari konsekuensi era 5.0 yang mana digital merupakan pola hidup yang wajar dan biasa digunakan oleh manusia.
Telah banyak kegiatan manusia dengan menggunakan digital, baik dalam ekonomi, sosial, politik, ekonomi bahkan dunia pendidikan. Wajar jika kemudian manusia dimudahkan dalam segala hal, karena mesin yang menjadi rekayasa hebat manusia kini telah menjelma pada setiap ruang kehidupan manusia. Dalam dunia bisnis, akad digital bukanlah hal yang asing, bahkan disahkan dalam norma agama, selama adanya kesepakatan, kejujuran dan sama-sama ridha.
Dalam dunia pendidikan, mulai dari pendidikan formal berupa sekolah sampai Perguruan tinggi, digitalisasi telah banyak membantu manusia, dalam administrasi, pelayanan, pendataan, hingga fasilitas belajar dan komunikasi antar guru dan murid hingga wali murid. Dalam dunia non formal seperti pesantren, saat ini dunia digital kerap kali digunakan sebagai media belajar dan pengajaran, bahkan kajian kitab kuning juga dapat kita akses melalui YouTube dan media lainnya yang juga kerap menjadi rujukan, akses internet menjadikan manusia dapat berselancar pada setiap ruang-ruang yang dibutuhkan  dan diinginkan.
Namun demikian, bahwa digital adalah hasil rekayasa manusia, sehingga ia memiliki keterbatasan, hingga manusia tidak dapat menggadaikan hidupnya pada aplikasi digital sebagai pola hidup, melainkan manusia harus sadar bahwa digital adalah fasilitas dan bukan prioritas dalam hidup kita, karena kita jadikan digital sebagai pola hidup, maka moralitas kita kerap kali terkikis akibat gaya hidup individu dan jauh dari hailayak, karena ia merasa bahwa dengan digital semua kebutuhan dapat ia lakukan dan terpenuhinya segala keinginan, dengan tanpa melibatkan manusia sebagai media atau lawan komunikasi.