Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Nenek Nani, Hidup Sebatangkara di Tengah Pemakaman

10 Januari 2022   00:06 Diperbarui: 10 Januari 2022   01:09 187 1
Hari itu waktu sudah sore sekitar pukul 16.15 saya diajak ngobrol oleh salah satu teman, namanya mang Didin, Beliau menceritakan dan memberikan sebuah realita, bahwasannya ada seorang nenek, dikenal dengan sebutan Nani, usia nya 72th hidup sebatang kara didaerah Pemakaman Depok belakang Clauster Atlanta perumahan GMG.

Semasa mudanya si nene sering _ngibing_ disetiap ada acara hajatan, karakter itu masih terbawa sampe usia tua, maka anak-anak dari si nene merasa malu jika ia harus tinggal bersama, ditambah ada kesan dianggap kurang waras oleh warganya. Alhasil si nene memilih untuk hidup sendiri.

Mendengar cerita itu, hati mulai tergerak ingin segera bertemu dan berkunjung kelokasi rumahnya si nene yang tak jauh lokasinya dari Pesantren Bunyan yang ada di Bekasi

Hari pertama saya bertemu dengan si nene, saya merasa kaget dan teraneh-aneh, ada juga seorang nene yang hidup di tengah pemakaman umum, jauh dari warga dan listrik pun tidak ada, saya pun langsung bertemu dan dikenalkan mang Didin kepada si Nene.

Sesampainya di lokasi, Nene Nani ini banyak menceritakan kisahnya bermula dari masa mudanya.

Namun lebih kepada intinya si Nene  menceritakan kondisi rumahnya kala itu ia dirikan hanya berupa saung yang beratapkan dari daun kelapa dan jerami, hal itu membuat si nene merasa harus sesering mungkin melakukan perbaikan terhadap saungnya yang berukuran 4x4 saja, dan itu sudah sekaligus dapur wc dan kamar tidur.

Karena sering bocor ketika waktu hujan, si nene ini merasa putus asa, sebab kaki nya pun penuh dengan luka dan penyakit kulit yang diderita, disaat mau merapikan saungnya, beliau bertemu dengan seorang pemuda, sebutlah namanya bang Nana.


Nana ini orang yang sangat peduli kepada kehidupan si nene, ketika ia melihat saungnya si nene yang harus dibenahi agar bisa ditempati dengan nyaman, bang nana mencari ke beberapa warga yang rumahnya sedang melakukan renovasi, ia meminta beberapa plastic yang sudah tidak terpakai dengan alasan untuk bisa mengganti atap saung si nene tersebut.


Saya menghentikan pembicaraan ini dengan si nene, dan melirik ke sekeliling rumahnya, dan mencatat apa saja yang sekiranya bisa bantu untuk keperluan keseharian si nene.

Saya pun berbincang dengan mang Didin terkait ini, " nene butuh untuk kesehariannya, sebab belum ada yang bisa memberinya secara rutin, meskipun kadang ada saja orang yang sekedar nyimpang ikut berteduh di saung nya dan membantu beberapa hal yang bisa dibantu untuk si nene."

 
pukul setengah 11 siang, saya berkomunikasi dengan kawan -- kawan, membicarakan keperluan untuk si nene. Alhamdulillah ada kabar baik yang bisa saya sampaikan kepada si nene nanti, ada yang ingin istiqomah membantu mensubsidi sembako disetiap bulannya, seketika itu saya langsung berdoa, Ya Allah semoga amal baik ini menjadikan asbab keberkahan, kelancaran dan amal kebaikan yang Allah catat untuk kita.


Kesokan harinya pukul 12.20 WIB saya berangkat menuju lokasi yang dibarengi oleh mang Didin, setiba disana ada seorang pemuda sedang membawa kayu bakar, rambutnya panjang digulung bagaikan seorang musisi/pemain music pada umumnya.

Saya bertegur sapa sambil mengenalkan diri, dan ternyata beliau adalah bang Nana yang kemaren diceritakan oleh si nene, "oh ini toh bang Nana yang selama ini membantu kebutuhan si nene."


Kita bertiga duduk diteras dan menanyakan kabar si nene, nene kular dari rumahnya, dan kita 3 mulai asik mendengarkan bagaimana awal mula kisah si nene dan Bang Nana, ternyata bang Nana ini adalah tetangga dekatnya orang yang telah menjualkan tanah nya kepada pesantren Bunyan yaitu Hj Nisin.

Berawal dari situ kita semakin terbuka dan saling percaya karena sama-sama kenal kepada Hj Nisin.


Bang Nana menceritakan proses awal bagaimana ia peduli kepada si nene Nani ini, ia sangat kenal betul kepada si nene selagi usianya menginjak 12th dulu. Belum sempat memiliki sikap peduli kepada si nene, karena usia yang masih terbilang biasa biasa saja.


Diusianya yang sudah dewasa bang nana tersadar ketika si nene lari kearahnya dan berteriak : "aduh di gusur dah saung gua." Bang Nana langsung melirik, ini nene yang sering lewat depan rumah dulu, kasian betul saungnya digusur, disaat bang Nana mengantar si nene ini, ia melihat betapa iba nya hati bang Nana melihat kondisi rumahnya, "cerita ini sempat disampaikan oleh nene diawal pertemuan kami," bang Nana mulai memperbaiki saung nya, beberapa kali ia ganti plastic yang bocor itu, sampai -- sampai ia bertekad nene ini harus punya rumah disini.

ia mulai meramaikan dimedsosnya serta mengajukan beberapa persyaratan kedesa agar si nene bisa terlindung dari panas dan hujan.


_Alhamdulilllah alakulli hal_, disetiap harinya ada yang tersentuh dan tergerakan hatinya ada saja yang siap membantu untuk merenovasi rumahnya, kali ini rumah si nene dibuatkan dari bahan dasar triplek, bukan plastic lagi, dapur yang terpisah dari bahan seng dan kamar mandi. Semua Alhamdulillah sangat bersyukur kini aman bagi si nene, ujar Bang Nana.


Saya sempat guyon kepada si nene ; " ne, emang ga pernah ketemu tuh sama hantu dan dedemit lainya?" si nene bilang ; " sudah sering, tapi yaa biasa saja, biarkan saja mungkin ingin ikut berteduh juga." Sambil ketawa bareng.


Dari pertemuan singkat ini menjadi awal bagi saya dan saya mendapatkan pelajaran berharga, betapa kurang bersyukurnya kita selama ini, Nenek Nani hidup sendiri bermodalkan mulung botol plastik demi sesuap nasi, ia bertahan hidup dirumah yang beratapkan plastik pula dan tinggal ditengah-tengah pemakaman.

Di akhir pertemuan saya menyerahkan bingkisan paket sembako kepada si nene dan sempat berpoto dulu agar ada momen berharga dan ada cerita kepada yang lainnya, bahwasanya saya ingin selalu melayani umat melalui *Bersatu Menebar Kebaikan*. Semoga semua kebaikan itu menjadi amal bagi kita semua. Aamiin.

_Jazakallah Khoiron katsira_

_*Agus Gunawan*_

_____

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun