"Hiks... Ayah , apa yang kau lakukan?" seorang wanita muda terlihat shock dan menangis melihat kejadian yang baru saja berlangsung di tempat itu. Ia tertunduk sedih dengan rambut terurai dan berantakan menutupi sebagian wajahnya.
"Dia bukan suamimu, Airin. Dia itu Iblis." Ucap si Pria di depannya.
"Iblis? Sebenarnya siapa yang Iblis? Doni, atau ayah?" Airin mengangkat wajahnya dan menatap sang pria yang ternyata ayahnya itu dengan tajam. "Sedari dulu orang-orang yang selalu dekat denganku, ayah anggap mereka Iblis. Bahkan satu-satunya sahabat terdekatku sedari kecil pun kau bunuh dan kau anggap Iblis. Orang macam kau ini?"
"Mereka memang Iblis. Mereka tak boleh berada di dekatmu. Mereka tak boleh mengganggu malaikat kecilku."
"Aku bukan malaikat kecilmu, dan aku membencimu!"
"Kau tidak boleh membenciku, Airin. Karena aku ayahmu. Ayahmu yang melindungimu dari para Iblis."
"Kau bukan ayahku, tapi kau adalah Iblis yang sebenarnya. Kau tidak pernah melindungiku dari Iblis. Tapi kau yang menyakiti malaikat-malaikatku."
"Aku lah malaikatmu."
"Tidak. Kau Iblis. Dan bagaimana Iblis sepertimu bisa berada di sini? Kenapa kau menemukanku?"
"Kau tidak perlu tahu bagaimana ayahmu ini bisa keluar dari rumah sakit jiwa terkutuk itu dan menemukanmu. Yang jelas, sekarang kita bisa hidup bersama-sama lagi seperti dulu, dan aku tetap bisa menjagamu, Airin."
"Tidak akan pernah!" Airin mengambil ponsel dari saku dasternya, "Aku akan menghubungi polisi dan memasukkanmu ke penjara. Kita tidak akan pernah bersama."
"Tidak, tidak akan aku biarkan itu terjadi!" sang ayah bangkit menghampiri Airin dan berusaha merebut ponsel dari tangan anaknya itu. "Kau tidak boleh meninggalkan ayah lagi!"
"Lepaskan!" Airin berusaha kuat menahan ponsel di tangannya dari sang ayah. "Aku tidak sudi tinggal bersamamu."
"Tidak, jangan bicara seperti itu! Kau tidak boleh melakukan ini pada Ayah! Ayah sangat merindukanmu, Ayah tidak ingin kau tinggalkan lagi."
"Aku tidak peduli!"
"Kumohon, jangan, jangan membenciku!" sang Ayah memohon dengan wajah memelas di hadapan Airin, dan Ia terus berusaha merebut ponselnya. "Aku menyayangimu, Anakku!"
"Tidak! Aku bukann anakmu. Dan kau bukan ayahku. Aku tidak pernah mempunyai ayah sepertimu!"
Tiba-tiba, sang ayah terdiam. Ia menatap wajah Airin dengan mata melotot mengerikan. "Kau..." sang ayah mundur perlahan dengan tubuh gemetar, "Tidak punya ayah sepertiku katamu?" diambilnya pisau yang tergeletak di lantai dekat mayat Doni, suami Airin, dengan tiba-tiba.
"Ma...Mau apa Kau? Apa yang akan kau lakukan?" Airin nampak panik dan ketakutan. Ia berpikir bahwa ayahnya akan membunuhnya sekarang.
"Kau tidak mau menganggapku sebagai ayahmu lagi?" sang ayah mengacungkan pisau yang digenggamnya itu ke arah Airin.
"A...Apa yang akan kau lakukan?"
"Kau tidak mau menganggapku sebagai ayahmu lagi, Airin?"
"Hentikan! Apa yanng akan kau lakukan?"
"Kau tidak mau menganggapku sebagai ayahmu lagi, Airin?" sang Ayah membentak Airin dengan keras.
"Hentikaaan!!" dan Airin berteriak dengan keras pula seraya menangis mendapat ancaman menakutkan seperti itu dari sang Ayah.
Namun sungguh tak disangka oleh Airin. Sang Ayah yang Ia kira akan menusukkan pisau yang digenggamnya itu pada dirinya, tiba-tiba menodongkan mata pisau itu sendiri ke lehernya.
"Ayah?" Airin membelalak kaget melihat hal itu. "Apa yang kau...?"
"Kau sudah tidak mau menganggapku sebagai ayahmu lagi! Kau sudah tidak menganggapku sebagai orang yang selalu menjagamu lagi!"
"Ayah, hentikan!"
"Lebih baik aku mati."
"Ayah jangan, hentikan!"
"Selamat tinggal, Airin!"
"Ayah, tidaaakk!!" Airin berlari menuju ayahnya, dan...
'JREB!'
"Apa yang telah kulakukan? Apa yang telah kulakukan padanya? Aku... Aku telah melakukan kesalahan. Tega sekali aku ini, hiks!" sang Ayah terduduk lesu di atas lantai sembari menangis tersedu-sedu. Airin, anak semata wayangnya, kini tewas terbunuh di tangannya sendiri. Airin tertusuk oleh pisau sang ayah itu tepat dibagian perut bagian hatinya. "Airin, aku telah bersalah padamu , Nak. Aku memang Iblis. Maafkan Ayah! Hiks!" Sang Ayah terus menangis sembari memeluk sang Anak yang telah tewas itu di pangkuannya.
"Tapi, mungkin ini adalah yang terbaik," Sang ayah berhenti menangis dan menatap wajah Airin yang berada di pangkuannya dengan tersenyum. "Dengan begini aku tidak perlu melindungimu lagi dari para Iblis yang mendekatimu. Dan kau tidak akan pernah lagi bertemu denganku, sesuai kleinginanmu." Sang Ayah memeluk mayat Airin itu semakin erat. Ia mengelus-elus rambutnya yang berantakan itu dengan tangan berlimuran darah. "Selamat jalan anakku. Semoga kau bahagia sekarang."
Tamat