Mohon tunggu...
KOMENTAR
Financial

Ancaman Asing Softbank-Alibaba di Balik Merger OVO-Dana

20 September 2019   17:04 Diperbarui: 20 September 2019   17:22 3257 0
Dua bulan setelah Masayoshi Son bertemu Presiden Jokowi di Istana Merdeka pada 29 Juli lalu, Softbank, perusahaan investasi yang dibentuk orang Jepang itu, langsung melakukan konsolidasi terhadap investasinya di Indonesia. Setelah berencana menyuntik Grab hingga USD 2,5 miliar, Softbank kini dalam tahap menggabungkan OVO dan DANA, dua entitas bisnis dompet digital yang dimilikinya di Indonesia.

OVO sebelumnya dikuasai oleh Grup Lippo. Namun karena kesulitan likuiditas akibat proyek Meikarta, Lippo kabarnya sudah melepas sahamnya ke Grab Singapura. Sementara DANA dikuasai oleh Softbank lewat jejaring bisnis dengan Emtek Group. Inilah yang membuat layanan DANA digunakan untuk transaksi di Bukalapak, unicorn yang juga dimiliki oleh Emtek.

Di Indonesia SoftBank memang masuk melalui berbagai gergasi bisnisnya. Lewat Alibaba, perusahaan e-commerce Cina, Softbank menguasai Tokopedia lewat jalur Toabao China Holdings. Sementara penguasaan Bukalapak dan DANA dilakukan melalui Ant Financial. Alibaba juga melakukan investasi langsung ke Lazada. Sementara penguasaan Sofbank terhadap OVO dilakukan melalui Grab yang mengambil alih PT Bumi Cakrawala Perkasa yang dulu dimiliki Lippo.

Kembali ke merger OVO-DANA, aliansi ini tentunya menjadi kabar buruk bagi kedaulatan sistem pembayaran Indonesia yang terancam akan dikuasai oleh asing. Dengan sumber dana dari Softbank yang tak terbatas, merger ini tentu bakal mengancam layanan sejenis milik Bank BUMN, lembaga keuangan dan startup-startup lokal  yang baru memulai bisnisnya. Contohnya LinkAja yang baru di konsolidasikan oleh kementerian BUMN dari 4 bank BUMN.

Meski memiliki basis nasabah terbesar di Indonesia, pengguna Linkaja justru kedodoran. Masyarakat yang sudah melek transaksi digital lebih familiar menggunakan Go-pay milik Gojek atau OVO dan DANA milik Softbank tadi. Linkaja yang kalah lincah diyakini akan semakin tenggelam dan dompet digital yang bakal menjadi masa depan sistem pembayaran naisonal akan semakin dikendalikan swasta, termasuk Softbank jika merger OVO-DANA disetujui Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter.

Dengan promosi cashback gila-gilaan, dan tentunya bakar uang puluhan miliar rupiah tiap bulan, OVO-DANA mulai mendapat tempat di konsumen. Apalagi perilaku konsumen Indonesia cenderung pragmatis; memburu diskon yang menguntungkan kantong.

Selain strategi bakar uang dan cashback besar, untuk menguasai pasar, OVO hingga kini masih memonolopoli sistem pembayaran di sejumlah apartemen dan mall  yang dikuasai oleh grup Lippo. Monopoli ini juga sudah masuk dalam radar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) lantaran sangat merugikan konsumen.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun