Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Fatwa MUI yang Membingungkan

5 Juli 2012   15:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:16 475 0
Pembahasan forum Ijtima Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Indonesia ke IV di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat pad 29 Juni-2 Juli 2012 lalu, telah menghasilkan beberapa fatwa yang terkait dengan dana setoran haji daftar tunggu yang ada di kementerian Agama.
Berikut dalam fatwanya :
1. MUI meminta agar dana setoran haji itu di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif serta dikelola dengan mitigasi risiko yang tinggi.
2. Membiarkan dana tersebut mengendap dalam rekening pemerintah tidaklah termasuk perbuatan bijak dan baik.
3. dana haji itu dikelola pada sektor yang halal; yaitu sektor yang terhindar dari maisir, gharar, riba, dan lain-lain.
4. Menempatkan dana BPIH pada bank syariah, agar terhindar dari yang haram dan syubat

Dari pengelolaan dana haji tersebut akan dihasilkan suatu keuntungan, diantaranya akan menambah dana simpanan bagi calon jamaah haji daftar tunggu dan mengurangi biaya haji yang sesunggunhnya. Dengan keuntungan tersebut Kementerian Agama berhak mendapatkan imbalan sebagai mana dijelaskan dalam hadits tentang hak pengelola wakaf. Dengan status bahwa dana yang ditampung dalam rekening kementerian agama adalah sah milik calon jemaah haji daftar tunggu tersebut. Apabila yang bersangkutan meninggal atau ada halangan syar’i yang membuat calon jamaah haji yang bersangkutan gagal berangkat, maka dana setoran haji wajib dikembalikan kepada calon jama’ah haji atau ahli warisnya.
Bagi saya fatwa tersebut sangat membingungkan umat, karena ada beberapa hal yang bertolak belakang dengan aturan dalam islam itu sendiri, bahwa :
1. Dana calon haji daftar tunggu adalah sifatnya titipan yang berada di rekening kementerian agama, dimana pemilik sah dari dana tersebut adalah para calon haji daftar tunggu. Jika dana tersebut sifatnya adalah titipan,maka pihak manapun tidak berhak untuk memindahkan, mengatasnamakan, memperdagangkan, tanpa persetujuan dari pemilik sah dana tersebut.
2. Jika dana tersebut dikelola atau diputar di sektor lain dalam bentuk perdagangan oleh pihak lain dengan dalih mencari keuntungan, harusnya atas persetujuan dan sepengetahuan calon jamaah haji. Dengan keuntungan tersebut, kementerian agama berhak mendapatkan imbalan yang wajar. Jika untung, kementerian agama akan mendapatkan imbalan, tetapi siapa yang akan menanggung jika pengelolaan dana tersebut justru merugi?, dan calon jamaah haji pun akan merasa dirugikan. Dalam hal ini hukum perputaran uang/perdagangan itu pasti ada untung dan ada rugi. Sekecil apapun resikonya adalah sebuah resiko.
3. Bukankah dana titipan tersebut berbeda dengan dana wakaf yang sudah menjadi hak pengelola wakaf untuk mengelolanya.
4. Saya sangat setuju jika penempatan dana talangan dari bank konvensional kepada bank syariah, dengan alasan untuk menghindari syubat dan hal-hal yang haram.
5. Membiarkan dana calon jamaah haji tersebut mengendap di rekening, saya kira itu lebih bijak dan amanah, karena dana tersebut sudah jelas pemanfaatannya, yaitu sebagai ongkos pemberangkatan calon haji, daripada harus diputar dengan risiko.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun