Dialektika antara pemikiran mereka seringkali dituangkan dalam karya-karya tulis masing-masing. Dalam karya-karya tersebut, kita dapat melihat bagaimana tesis dari satu tokoh seringkali menjadi antitesis bagi tokoh lainnya. Misalnya, pandangan revolusioner dan marhaenisme Soekarno sering berseberangan dengan sosialisme demokrat Hatta dan Sjahrir, sementara pendekatan radikal Tan Malaka menjadi antitesis terhadap pandangan-pandangan yang lebih moderat dan diplomatik.
Karya-karya ini bukan hanya sekadar buku, tetapi juga menjadi catatan sejarah yang menunjukkan dinamika intelektual dan perdebatan ideologis yang terjadi di antara para pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia. Mereka semua, meskipun berbeda pandangan, memiliki kontribusi besar dalam membentuk pemikiran politik dan ideologi di Indonesia.
Setelah kemerdekaan, Soekarno lebih menyukai sistem demokrasi terpimpin yang memberinya kekuasaan eksekutif yang besar, sedangkan Hatta menginginkan sistem demokrasi parlementer yang lebih membagi kekuasaan secara seimbang. Hal ini menimbulkan perdebatan yang cukup tajam di antara mereka.