Dalam ikhtisar Mendelian Inheritance in Man(MIM) telah diketahui sekitar 4000 kelainan genetik pada manusia. Hampir semua dari penyakit-penyakit tersebut belum diketahui obat atau metode penyembuhannya yang memuaskan. Saat ini terapi genetik menjadi salah satu tumpuan harapan bagi para penderita kelainan genetik. Walaupun demikian, kendala yang dihadapi pengembangan metode ini tidaklah ringan.
Tanggal 24 Juni 2010, Eurekanetwork memublikasikan penemuan senyawa organik baru yang dapat menjadi agen pembawa gen dalam proses terapi untuk penyembuhan penyakit genetik. Proyek penelitian yang dinamakan EUREKA project E! 3371 Gene Transfer Agents telah berhasil mengembangkan senyawa turunan dari kation amfifilik 1,4-dihidropiridin atau 1,4-DHP (cationic amphiphilic 1,4-dihydropyridine) untuk menjadi pengantar gen normal ke dalam inti sel dan mengganti gen sebelumnya yang rusak.
Kelebihan derivat 1,4-DHP sebagai pembawa gen ini adalah kesiapan untuk diproduksi dalam skala besar, lebih efektif dibanding senyawa organik lain, dan karena bukan virus maka resistensi kekebalan tubuh penerimanya dapat dihindari. Saat ini agen pembawa yang dianggap paling efektif dalam terapi gen adalah virus yang telah dilemahkan.
Peneliti yang terlibat dalam proyek ini antara lain Professor Arto Urtti dari Helsinki University, Finlandia; dan Dr. Aiva Plotniece, Dr. Arkadijs Sobolevs serta kolega-koleganya dari Latvian Institute, Latvia. Selain itu terlibat juga Bapeks, salah satu produsen di bidang industri kimia dari Latvia. EUREKAnetwork didirikan tahun 1985, bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing bisnis anggota-anggotanya melalui pengembangan teknologi. Anggota-anggotanya berasal dari negara-negara Eropa dan Turki.
Untuk memahami arti penting penemuan ini, terlebih dahulu harus mengetahui permasalahan yang dihadapi metode terapi gen dalam penyembuhan penyakit-penyakit genetik seperti hemofilia, diabetes, dan berbagai jenis kanker.
Terapi Gen
Wacana terapi gen mencuat tahun 1990 ketika untuk pertama kalinya gen normal adenosine deaminase (ADA) dimasukkan ke dalam sel darah putih seorang penderita defisiensi kekebalan kombinasi akut. Metode ini dilakukan oleh National Health Institute, Amerika Serikat pada Ashanti DeSilva, berusia 4 tahun.
Ashanti tidak mampu menghasilkan enzim ADA dalam tubuhnya sendiri karena mewarisi gen cacat dari orang tuanya pada kromosom 20 (manusia memiliki 22 pasang kromosom tubuh dan sepasang kromosom seks). Akibat kelainan ini Ashanti selalu sakit sehingga harus menghabiskan waktu 4 tahun pertamanya di karantina.
Setelah terapi gen ini kondisi Ashanti semakin baik dan kesehatannya pulih. Namun terapi gen yang diterapkan belum dapat dipastikan memiliki andil nyata karena sel darah putih yang diberi perlakuan jumlahnya sedikit dan adanya faktor perawatan lain yang mungkin memberi pengaruh lebih besar.
Beberapa metode pengobatan penyakit genetik lainnya yaitu dengan injeksi makromolekul organik. Contohnya adalah pemberian hormon insulin untuk penderita diabetes atau pemberian faktor pembekuan darah bagi pengidap hemofilia. Kelemahan cara ini yaitu, substansi tersebut mudah terurai dalam darah dan adanya ketergantungan penderita terhadap pasokan zat tersebut dari luar tubuhnya.
Pengidap kanker dan penyakit kronis lain memperoleh pemberian obat beropium untuk meredakan rasa sakit yang hebat. Efek samping obat beropium adalah rasa kantuk berlebihan, gangguan mental, dan halusinasi.
Aspek revolusioner dari terapi gen adalah terbukanya kemungkinan bahwa penderita kelainan genetik dapat memproduksi senyawa-senyawa terapeutik yang diperlukannya secara endogen (diproduksi tubuh sendiri). Hal ini tentu lebih murah dibandingkan penyuntikkan senyawa terapeutik secara berkala yang mahal biayanya. Selain itu penderita juga terlepas dari ketergantungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Sayang sekali riset terapi gen ini bukanlah riset yang murah dan mudah. Pada era sebelum tahun 1995 saja Amerika Serikat mengeluarkan dana 200 juta dollar tiap tahun untuk riset terapi gen. Sementara itu hasil yang diperoleh masih jauh dari kategori memuaskan.
Masalah Agen Pembawa
Pemetaan dan pengamatan genome manusia secara lengkap memberi banyak manfaat dalam penelusuran penyakit genetik. Lokasi gen yang mengalami kelainan dapat dilacak kaitannya dengan penyakit atau gangguan yang ditimbulkannya.
Setelah lokasi gen pemicu masalah diketahui, langkah selanjutnya adalah membawa gen normal pengganti gen rusak di dalam inti sel. Untuk melaksanakan tugas ini diperlukan suatu agen pembawa atau pengantar gen (gene transfer agents) yang dapat melakukannya secara efektif, tepat sasaran, dan tanpa efek samping. Dewasa ini cara untuk melakukan penggantian gen rusak yaitu dengan memanfaatkan agen virus yang telah dilemahkan, senyawa kimia organik, atau dengan cara penyuntikkan.
Penggunaan virus sebagai agen pembawa gen disebut metode viral. Metode ini memiliki keuntungan efektivitas yang tinggi. Metode ini dapat memanfaatkan sifat serangan virus pada jaringan tertentu yang khas. Sebagai contoh, retrovirus penyerang sel-sel yang membelah cepat, mungkin cocok sebagai agen pembawa gen terapeutik untuk penyakit tumor. Adenovirus penyerang sel dinding paru-paru mungkin cocok untuk mengirim duplikat gen cystic fibrosis yang dibutuhkan dalam sistem pernapasan.
Metode viral cukup dapat diandalkan dari segi efektivitas. Kelemahannya adalah pembiakkanya dalam skala besar memiliki potensi bahaya yang serius. Bagaimanapun juga virus tetaplah virus yang mempunyai kemampuan mutagenik dan karakteristik yang sukar diramalkan. Selain itu, tubuh manusia juga memiliki sistem kekebalan terhadap virus sehingga dapat mengganggu proses terapi.
Penggunaan senyawa kimia organik sebagai agen pengantar gen dapat mengatasi masalah resistensi dari sistem kekebalan tubuh penerima. Senyawa kimia juga memiliki kemudahan dalam produksi, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Hanya saja efektivitas metode ini sangat rendah apabila dibandingkan dengan metode viral. Saat ini agen senyawa kimia standar yang digunakan secara luas yaitu DOTAP (dioleoyl trimethylammonium propane) dan PEI 25 (polyethylenimine).
Penemuan derivat 1,4-DHP sebagai senyawa organik pembawa gen memiliki keunggulan gabungan metode viral dan metode kimiawi. Derivat-derivat 1,4-DHP saat ini masih dalam tahap pengembangan, namun efektivitasnya lebih tinggi dibanding senyawa organik lain yaitu DOTAP dan PEI 25. Sebagai senyawa kimia organik tentu saja 1,4-DHP akan lebih siap dan mudah diproduksi dalam berbagai skala.
Penutup
Penemuan derivat atau senyawa turunan dari 1,4-DHP yang dapat dimanfaatkan untuk pertukaran gen dalam inti sel, memang cukup penting. Penelitian ini membawa harapan perkembangan terapi gen selangkah lebih maju mendekati kenyataan. Namun demikian aspek kewaspadaan dan keselamatan tetap harus mendapat prioritas utama.
Dalam konteks terapi gen, Prof. Dr. Friedhelm Meinhardt dari Munster University, Jerman, mengingatkan kemungkinan-kemungkinan pahit di samping harapan yang sangat tinggi dari penderita penyakit genetik. Sebagai dosen tamu dalam kuliah di Sekolah Farmasi ITB (26 Maret 2010), Meinhardt menyebutkan adanya kemungkinan mutasi genetik dan secara tidak sengaja, DNA asing dapat terpapar pada sel-sel reproduksi pasien.
Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian lanjutan dari hasil yang sudah diperoleh masih sangat diperlukan, terutama dari aspek keamanan dan efek samping yang mungkin timbul. Penggunaan agen apapun dalam terapi genetik harus melewati pengujian dan verifikasi tingkat keamanan secara ketat oleh lembaga independen. ***