Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Menghadapi Pemain Curang

18 April 2012   07:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 700 0
Saya bertemu dengan bapak ini pertama kali saat saya diajak bermain tenis oleh seorang kawan di Jakarta. Sekarang pun saya masih menyempatkan diri untuk bermain bersama klub kecil itu di akhir pekan jika saya tidak pulang ke Bandung. Lumayan, lapangannya tidak jauh dari kos, bisa menambah partner tanding, dan yang paling menarik: gratisan.

Kawan saya mewanti-wanti dari awal: bapak ini suka curang. Pertama, curang menyatakan bola masuk itu keluar. Setiap kali saya bermain dengannya, jika curangnya kumat, bola-bola yang menyentuh garis seringkali ia bilang keluar. Demikian pula nasib bola-bola yang jatuh di lapangan dalam sekitar garis: sudah jelas masuk, dibilang keluar. Bahkan yang lebih parah, ada bola darinya yang jelas-jelas keluar, mau dipaksa masuk juga.

Kedua, manipulasi skor. Saya tidak heran saat permainan berlangsung, skor kecil saya vs dia yang sebelumnya 30-15, lalu pukulannya keluar, skor yang dia bilang malah jadi 30-30. Lho, kan dia yang out, masa skor dia yang bertambah? Seharusnya kan jadi 40-15. Yang lebih gawat, manipulasi terhadap skor besar. Kami yang sudah mengumpulkan poin sehingga sampai pada kedudukan 7-5, eh dia bilang skor masih 6-5. Ampun, deh.

Ketiga, meminta service diulang karena tidak bisa mengembalikan bola. Yang ini baru sekali saya jumpai. Sebelum service, jelas saya memastikan bahwa penerima memang sudah siap. Itulah yang saya lakukan terhadap bapak ini. Dia sudah siap, oke saya mulai. Dan kemudian service saya masuk, tepat ke arah badannya. Dia tidak siap, lalu tidak bisa mengembalikan bola. Eh, tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan, dia bilang "1!". "1" yang disebutkan setelah service dilakukan berarti service tersebut keluar dari service court atau menyangkut di net. Lho, service saya kan masuk dengan enaknya dan tepat ke arah badannya, kenapa jadi "1"?? Saya masih ingat senyuman 'curangnya' saat bilang "1". Untung, kawan saya langsung tegas menyatakan service masuk dan poin dilanjutkan. Kalau nggak bisa jangan nyalahin orang, pak! Wkwkwk...

Lalu, apakah semua orang menerima diperlakukan curang seperti itu? Ada yang iya, ada yang tidak. Seorang pelatih yang dibayar bapak ini, seperti yang sudah kita duga bersama, tidak protes jika bolanya yang masuk dibilang keluar atau skornya diubah-ubah. Jelas saja, dia dibayar. Saat saya berpartner dengannya, saya diajak menerima kecurangan itu juga. Seolah memaklumi sambil menenangkan saya yang tidak terima, dia bilang "udah, udah, emang keluar". Oh, no way, pak! Situ sih dibayar, jadi terima-terima saja, tapi saya kan orang merdeka. Jelas saya tidak mau diperlakukan curang. Saya sudah datang, berusaha bermain yang terbaik, dan susah payah mengumpulkan poin. Semua itu tidak mungkin berakhir di tangan orang curang. Walaupun ini cuma permainan, tapi junjung tinggilah sportivitas, kalau orang bilang "Fair Play".

Ada tips melakukan protes tetapi tetap elegan. Tips ini sebenarnya ada di buku dasar-dasar bermain tenis. Pertama, harus tegas menyatakan bola masuk / keluar. Jika keluar, teriaklah "out" dengan jelas. Jika diam saja, maka bola dianggap masuk. Tidak mudah memang untuk menilai bola-bola yang menyentuh baseline atau sideline. Tapi intinya, selama tidak yakin keluar, yakinlah itu masuk. Defaultnya masuk, sampai dinyatakan keluar. Kedua, sebutlah skor dengan tegas sebelum permainan dilanjutkan. Jika bola masuk, sebutkan skor yang bertambah, demikian pula jika bola keluar. Harus jelas yang bertambah dan yang berkurang. Jika satu poin lupa disebut, biasanya kita ragu-ragu terhadap poin berikutnya. Keraguan ini yang seringkali dimanfaatkan si curang untuk menyelipkan poin bagi dirinya. Jadi, setiap kali bermain dengan bapak ini, saya melakukan kebiasaan yang jarang saya lakukan jika bermain di tempat lain. Yaitu, meneriakkan update skor di akhir setiap poin. Oh ya, di akhir SETIAP poin. Dan ya, sambil BERTERIAK, jika perlu DIULANG. Saya harus memastikan skor jujur yang dipegang, bukan skor curang, selain memastikan semua orang mendengar skor terakhir.

Tidak semua orang mau melakukan cara ini. Partner saya minggu lalu hanya menggerutu saat dicurangi. Entah karena tidak berani, atau karena merasa diajak, jadi main terima saja. Nothing to loose saja lah, toh kalau kita main bagus, klub kecil ini yang butuh kita, tidak sebaliknya. Wong yang main juga sedikit. Saya sampai dilobi untuk menambah waktu saya bermain di sana, karena memang minim peserta. Kawan saya bilang, awalnya lebih banyak dari yang sekarang. Tapi karena ada bapak ini yang bermain curang, jumlah pesertanya menyusut. Yaeyalah, siapa juga yang mau bermuamalah dengan orang curang? Yang tersisa hanya mereka yang mau protes dan tetap fair play. Dan di atas semua itu, mereka memang mencintai bermain tenis. Jadi, melawan orang curang tidak menyurutkan rasa cinta itu. Wuihhh...

Dalam perjalanan pulang, kami asyik membahas kecurangan yang bapak ini lakukan selama pertandingan. Maklum, si curang akhirnya kalah, jadi mungkin dia sudah sadar akan kalah, jadi mulai beraksi macam-macam. Tapi untungnya dia tidak memaksakan kecurangannya atau membahasnya di luar lapangan. Jika orang lain lebih tegas, manipulasinya bisa diredam. Tapi jika lawannya lemah, sori-sori jek, pasti dibodohinya bulat-bulat. Saya rasa dia paham sekali kalau dia berusaha curang, bukan karena lupa skor atau rabun penglihatan. Tapi mungkin karena sudah biasa, sikap bohong dianggap biasa-biasa saja. Ayolah pak, ini kan hanya sebuah permainan, mengapa repot-repot mencurangi diri sendiri?

Saat hampir sampai, kawan saya bercerita bahwa dia dahulu membatalkan niat bisnisnya dengan bapak ini. "Ya iyalah, curanggg!", sergahnya saat saya menanyakan alasannya. Saya sudah menduga, bagaimana mungkin orang yang dengan skor permainan saja curang, bisa dipercaya dalam masalah duit. Dan kawan saya pun menutup kesimpulan si curang ini dalam sebuah pertanyaan retoris yang sungguh sulit saya jawab. "Pantesan dia kaya, pasti karena curang, iya kan ?"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun