Sebuah Renungan di Depan Pintu Toilet
Pagi itu, seorang pria tua berdiri di depan pintu toilet umum. Wajahnya tampak lelah, namun ada kedalaman di sorot matanya yang memancarkan keheningan jiwa. "Pak, bayar Rp 2.000,- untuk masuk," ujar penjaga toilet dengan nada biasa. Tiba-tiba, air mata pria tua itu mengalir. Penjaga yang terkejut segera berkata, "Maaf, Pak, kalau Bapak tidak punya uang, masuk saja gratis."
Namun, jawaban pria tua itu menggetarkan hati: "Aku menangis bukan karena tidak punya uang. Aku mampu membeli toilet ini jika dijual. Tetapi, aku menangis karena merenungkan sesuatu: tempat seburuk dan sekotor ini saja memiliki harga yang harus dibayar. Maka, bagaimana dengan surga? Surga yang penuh dengan keindahan, harum mewangi, dan kenikmatan tiada tara, berapa harga yang harus kubayar? Cukupkah amalanku untuk itu?"
Penjaga itu terdiam, matanya berkaca-kaca. Namun, setelah pria itu pergi dan tak terlihat lagi, kemudian ia pun menangis.
Kisah sederhana ini telah beberapa kali penulis dapatkan, dari beberapa grup medsos. Entah siapa yang menuliskan pertamanya. Namun, tetap saja saat membacanya kembali, hati ini terasa tersentuh. Ya, kisah ini mengajarkan kita bahwa harga surga tidak dapat dibandingkan dengan apa pun di dunia ini.
Surga, Harga yang Tidak Terbayar oleh Dunia
Rasulullah bersabda:
"Surga itu diliputi dengan hal-hal yang dibenci oleh hawa nafsu, sedangkan neraka diliputi dengan hal-hal yang disenangi oleh syahwat." (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan bahwa jalan menuju surga tidaklah mudah. Ia penuh dengan tantangan, kesabaran, dan pengorbanan. Surga bukanlah tempat yang bisa diraih hanya dengan sekadar angan-angan, melainkan melalui usaha keras untuk menundukkan nafsu dan menggantinya dengan ketaatan kepada Allah .
Renungkanlah, jika untuk masuk toilet saja kita harus membayar, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk "membayar" surga yang kenikmatannya jauh melampaui apa pun yang ada di dunia ini?
Jalan Pengorbanan yang Berliku
Allah menciptakan kehidupan dunia sebagai ladang amal. Jalan menuju surga memang berat karena sering kali bertentangan dengan keinginan duniawi. Kita diperintahkan untuk shalat lima waktu, berpuasa, bersedekah, menjaga lisan, dan meninggalkan perbuatan haram. Semuanya membutuhkan pengorbanan.
Namun, pengorbanan inilah yang mengangkat derajat manusia. Allah berfirman:
"Orang-orang yang berjihad untuk mencari keridhoan Kami, akan Kami tunjukkan jalan-jalan Kami kepada mereka. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik" (QS. Al 'Ankabut, 29: 69)
Seorang mukmin harus memilih akhirat di atas dunia. Ia harus rela meninggalkan kesenangan sesaat untuk meraih kebahagiaan abadi.
Amal Sebagai Mata Uang Surga
Berbeda dengan toilet yang harganya hanya Rp 2.000,- harga surga tidak diukur dengan materi, tetapi dengan amal saleh. Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya." (HR. Muslim)
Setiap amal kebaikan yang kita lakukan, meskipun kecil, adalah bagian dari "tabungan" kita untuk surga. Sedekah, shalat, dzikir, bahkan senyum kepada saudara seiman adalah amal yang akan dihitung oleh Allah .
Namun, amal ini harus dilandasi dengan keikhlasan. Tanpa niat yang lurus, amal akan kehilangan nilainya. Seperti halnya mata uang palsu, amal yang tidak ikhlas tidak akan diterima.
Pengorbanan dan Kesabaran sebagai Kunci
Kesabaran, juga rida dan syukur, adalah teman setia dalam perjalanan menuju surga.
Dalam menghadapi ujian, kesulitan, dan godaan dunia, seorang mukmin harus terus berpegang teguh pada agama. Rasulullah bersabda:
"Barang siapa bersabar, maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar." (HR. Bukhari)
Kesabaran ini adalah bentuk pengorbanan terbesar. Tidak ada kesuksesan tanpa perjuangan, dan tidak ada surga tanpa kesabaran.
Penutup: Bekal Menuju Surga
Surga bukanlah sesuatu yang bisa diraih tanpa usaha. Ia adalah hadiah dari Allah bagi mereka yang beriman dan beramal saleh. Jalan menuju surga adalah jalan yang menuntut pengorbanan, kesabaran, dan keikhlasan.
Mari kita bertanya pada diri sendiri: Apakah amal kita cukup untuk "membayar" surga? Jika tempat kotor seperti toilet memiliki harga, maka surga yang suci tentu membutuhkan persiapan yang jauh lebih besar.
Semoga kita termasuk hamba-hamba yang senantiasa berusaha meraih ridha Allah dan layak mendapatkan surga-Nya. Aamiin.