Islam menempatkan lisan sebagai salah satu organ tubuh yang harus dijaga dengan baik. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim). Sebuah perintah yang tegas untuk menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat.
Fenomena ngerumpi, terutama di kalangan wanita dan kalangan emak-emak, telah menjadi budaya yang sering kali dianggap ringan dan sepele. Padahal, dampaknya sangat besar bagi kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat.
Disinilah kita perlu menakar pentingnya lisan dalam kehidupan Islam. Khususnya menyadari bahaya bertetangga yang kelamaan kemudian tanpa sadar ngerumpi, demi menjaga lisan untuk keselamatan dunia dan akhirat.
Mengurai Bahaya Ngerumpi: Dari Ghibah hingga Pengaruh Negatif pada Keluarga
Ngerumpi seringkali diawali dari obrolan ringan yang terlihat tidak berbahaya. Namun, sebagaimana dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ngerumpi adalah mengobrol sambil bergunjing, seringkali tanpa tujuan yang jelas. Aktivitas ini bisa berubah menjadi ghibah - membicarakan keburukan orang lain tanpa kehadirannya - yang dalam Islam diibaratkan seperti memakan bangkai saudara sendiri (QS. Al-Hujurat, 49: 12).
Dampaknya tidak hanya berhenti pada dosa pribadi. Wanita yang sering ngerumpi cenderung mulai membandingkan hidupnya dengan orang lain. Abdullah Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu mengingatkan bahwa interaksi yang berlebihan di antara wanita seringkali menimbulkan ketidakpuasan terhadap suami. Mereka mulai menuntut hal-hal di luar kemampuan pasangan, baik dalam hal materi maupun perhatian, yang pada akhirnya merusak keharmonisan rumah tangga.
Transisi: Dari Lingkungan Tetangga ke Kehidupan Rumah Tangga