Hari itu, seorang menteri baru dilantik. Namanya, sebut saja Pak Menteri. Baru sehari menjabat, publik sudah terkejut, bukan karena gebrakannya dalam pemerintahan, tapi karena sebuah surat. Bukan sembarang surat, ini surat berkop resmi kementerian. Tapi yang menarik, surat itu bukan untuk urusan negara - melainkan untuk acara haul ibunda tercinta. Lho, kok bisa?
Jadi begini ceritanya, filsafat kekuasaan itu memang aneh-aneh. Di tangan Pak Menteri, ternyata bisa multitasking. Hari ini melayani negara, besok melayani keluarga. Ah, benar kata Plato, pemimpin itu melayani... sayangnya di sini, melayani yang mana dulu itu bisa diprioritaskan. Rakyat? Tunggu dulu ya, ibunda harus didahulukan?
Mungkin Pak Menteri pikir, surat resmi kementerian itu multifungsi. Ibarat alat dapur, selain untuk urusan penting, bisa juga buat hal-hal kecil, seperti masak nasi dan nyeduh kopi. Hari ini suratnya buat kepala desa, besok siapa tahu buat undangan hajatan pernikahan keluarga. Nah, kalau surat kementerian sudah dipakai untuk acara keluarga, jangan kaget kalau nanti stempel negara dipakai buat tanda tangan kartu undangan ulang tahun ponakan paman!
Coba kita tanya nih: jabatan menteri ini sebenarnya untuk ngurus negara atau urusan tasyakuran keluarga dulu yang lebih penting? Rakyat, nanti dulu ya, antri di belakang! Beneran multitasking level dewa ini! Keren banget, dalam sehari jadi menteri, tapi juga jadi EO acara haul ibunda.
Nggak cuma itu, bayangkan kalau seminggu berlalu - mungkin kita bakal diundang ke resepsi keluarga besar Pak Menteri, atau lomba tujuh belasan di rumahnya. Ah, generasi sekarang memang suka bilang multitasking itu penting. Tapi multitasking pakai fasilitas negara buat urusan pribadi? Itu namanya multitasking yang canggih dan ruar biasa!
Sebenarnya, surat berkop kementerian itu kayak lambang superhero. Di tangan yang benar, bisa menyelamatkan dunia. Tapi di tangan yang salah, ya... bisa juga dipakai buat ngundang makan siang keluarga besar. Tiba-tiba, surat resmi jadi undangan pribadi. Apa nanti spanduk kampanye juga pakai foto keluarga besar dengan stempel negara?
Ah, Pak Menteri memang luar biasa. Baru sehari menjabat, sudah bikin kita tertawa terbahak-bahak. Mungkin itu strategi tersembunyi: bikin kita senyum dulu, biar nggak terlalu serius soal urusan negara. Siapa bilang jadi menteri itu nggak bisa santai dan menciptakan tawa?