Belum juga reda kemarahan masyarakat sipil terhadap DPR dengan unjuk rasa yang masif di sejumlah daerah, kini muncul isu baru terkait kewenangan MK.
Dalam beberapa hari terakhir, wacana mengenai rencana Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengevaluasi posisi Mahkamah Konstitusi (MK) telah memicu perdebatan yang intens di kalangan politik dan masyarakat sipil. Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menyatakan bahwa evaluasi ini bertujuan untuk memperbaiki sistem pemilu dan ketatanegaraan di Indonesia. Namun, banyak pihak mengkhawatirkan bahwa langkah ini merupakan upaya untuk melemahkan kewenangan MK yang selama ini berperan penting dalam menjaga konstitusi dan demokrasi di negeri ini.
Namun, Ahmad Doli seperti membantah pernyataannya sendiri. Selang dua hari setelah pernyataan itu membuat heboh, Doli merasa tidak pernah membuat keterangan bahwa Komisi II bakal mengevaluasi MK. Mulai muncul tafsir liar, salah satunya spekulasi bahwa Doli ditegur bosnya. (Media Indonesia, 31/08/2024)
Urgensi Evaluasi: Refleksi atau Tekanan Politik?
DPR, sebagai lembaga legislatif, memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap institusi-institusi negara. Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah evaluasi terhadap MK ini didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan atau justru merupakan bentuk tekanan politik?