Dalam kehidupan ini, seringkali kita dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan yang dapat menggoyahkan hati dan keyakinan. Namun, sebagai seorang mukmin, kita diajarkan untuk selalu berpikir positif, konstruktif, dan berprasangka baik kepada Allah SWT.
Dalam pandangan Islam, sikap optimis bukan hanya sebuah pilihan, melainkan suatu kewajiban yang harus kita jalani.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Hulaimi rahimahullah, "Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam suka dengan optimisme, karena pesimis merupakan cermin persangkaan buruk kepada Allah tanpa alasan yang jelas. Optimisme diperintahkan dan merupakan wujud persangkaan yang baik. Seorang mukmin diperintahkan untuk berprasangka baik kepada Allah dalam setiap kondisi." (Fathul Bari`, 10/226).
Optimisme dalam Al-Qur'an dan Hadis
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman, "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan." (QS. Al-Insyirah: 5-6).
Ayat ini mengajarkan kita bahwa setiap kesulitan pasti diikuti oleh kemudahan. Dengan keyakinan ini, seorang mukmin akan selalu melihat masa depan dengan penuh harapan dan keyakinan akan pertolongan Allah SWT.
Al-Hasan al-Basri juga menegaskan pentingnya tawakal, dengan mengatakan, "Sesungguhnya tawakal seorang hamba kepada rabbnya adalah ia meyakini bahwa Allah itu sumber kepercayaan dirinya." Sikap tawakal ini adalah landasan utama dari optimisme, karena dengan berserah diri kepada Allah, kita akan merasa tenang dan yakin bahwa segala sesuatu akan berakhir dengan baik.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam senang dengan orang yang bersemangat dan optimis. Rasulullah bersabda, "Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah kepada Allah. Dan jangan kau lemah." (HR. Muslim).