Kontestasi Pilkada DKI Jakarta sejak 3 bulan (bahkan lebih) yang lalu telah cukup banyak menyita perhatian publik, lebih-lebih menguras energi berpikir para kaum intelektual, dimana satu sama lain saling membangun argumen terbaiknya untuk pasangan calon yang mereka idolakan. Terlepas dari subyektifitas tim sukses yang memang pasti mendukung paslon mereka dengan apapun kebaikan dan keburukan paslon, pandangan publik yang bukan tim sukses akan lebih bersifat obyektif dan rasional, apalagi bagi yang berdomisili di DKI yang dinilai lebih mengetahui dan merasakan dampak langsung plus minus segala kebijakan dari Pemerintah Provinsi DKI. Dalam hal ini ada 3 pasangan calon yang sudah resmi terdaftar di KPUD Jakarta dan tidak lama lagi akan digelar pemungutan suara pada tanggal 15 Februari mendatang, satu paslon di antaranya adalah petahana yaitu Ahok-Djarot. Ada yang menggunakan pendekatan rasional berdasarkan sepak terjang Ahok selama memimpin DKI yang dianggap sudah terbukti mampu membenahi Jakarta, memangkas prosedur perizinan yang sebelumnya berbelit-belit, lama, cenderung beraroma suap/pungli serta sikap nya yang tegas terhadap bawahan yang kolot dan koruptif yang  menghambat pembangunan di Jakarta. Walaupun di sisi lain Ahok telah membuat kebijakan yang kontroversial seperti penggusuran dan reklamasi teluk Jakarta.  sementara bagi yang  beragama Islam, ada yang menggunakan pendekatan ayat suci Alquran maupun hadist Nabi SAW sebagai pedoman, misalnya di dalam Surat Ali Imran ayat 28, Al Maidah ayat 51 dan 57, At-Taubah ayat 23, maupun di ayat lain tidak terkecuali surat Al Mujadilah ayat 22, bahwa memilih pemimpin non muslim atau kafir itu dilarang.Â
KEMBALI KE ARTIKEL