Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Tersudut

8 Februari 2014   23:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:01 44 1
"Aku tidak pernah mempuisikan diri sebagai karang pelindung pantai. Aku hanya serupa pasir, kadang sanggup bertahan saat mendapat pijakan dan terseret saat lainnya." Tsiefana berjalan memutariku. Tangan kanannya memainkan ujung gamis kuning gading kesayangannya. Baju itu adalah seserahanku di hari pernikahan kami. "Joey, ingatkah kau kegigihanmu saat melamarku? Ingatkah kau perjuangan itu. Karenamu aku menjadi seperti saat ini. Karenamu aku pingin menjadi lebih baik, seperti kata-katamu saat itu, bahwa kau tidak mencari wanita baik-baik, tapi mencari calon istri yang mau diajak untuk belajar lebih baik. Dan karena itu, pintu hatiku terketuk. Aku melihat bagaimana peranmu mengayomi teman-temanku yang sempat tersesat. Aku melihat bagaimana kau melindungi mereka dari caci dan maki, meski label kami hanya kaum yang terpinggirkan dari pergaulan normal.. Kau tidak peduli labelmu akan rusak karena perbuatan itu. Tapi kini,.. kau seperti asing di mataku." "Inilah aku, Joey si lemah yang mencoba terlihat tegar." "Tidak, kau tetap Joey si tegar. Kini kau hanya tersudut rasa tidak berdaya, mempertahankan idealisme ataukah menjadi semut penjilat untuk sang ratu, seperti kelakuan kolegamu yang lain. Kau merasa perjuanganmu terhalang belitan lidah-lidah para penjilat yang mengelilingmu." Kembali tangannya melayang ke pundakku. Dari belakang, dia melingkarkan tangan kiri di perutku. Dia mengelus pundakku dengan lembut. Sekali dua kali tiada terasa dampaknya. Semakin lama aku merasakan ketenangan. Ketenangan itu sedikit demi sedikit tenangkan nyala lilin harapan yang hampir mati. Denpasar, 08022014.2215 Agung Masopu http://agunghariyadi37.blogspot.com/2014/02/tersudut.html

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun