Pada masa kecil di kampung halaman,ada satu nama tempat rekreasiyang sangat familiar. Betapa tidak beberapa buku pelajaran mengulas tempat ini, muasal, sejarah dan segala yang yang berkaitan dalam satu bab khusus. Saat ulangan harian di sekolah tiba, dibaca dan dihapal berulang agar mendapat nilai bagus. Kami anak anak desa berseragam merah hati, seolah mengenal padahal belum mengunjungi. Betapa hebat dan megah terbangun dalam imajinasi, sebuah tempatwisata edukasi budaya teramat istimewa. Bahkan setiap ada teman pergi ke ibukota, tak sabar mendengarkan cerita pengalaman seru. Sembari berdebar menunggu kisah, tentang jalan jalan di tempat terkenal yang menjadi ikon ibukota.
Taman Mini Indonesia Indah (TMII) nama tak asing, bahkan jauh sebelum kaki kecil saya menjejakkan. Saya sendiri berkesempatan pergi ke tempat ini, baru setelah duduk di kelas empat Sekolah Dasar. Saat itu Paman yang bekerja di Bekasi sedang lamaran, keluarga besar di kampung datang pada prosesi sakral. Demi penghematan Ibu datang tanpa ayah, membawa serta tiga diantara enam anaknya bersama saudara lainnya. Selama perjalanan di Bus antar kota saya dipangku ibu, dua kakak dipangku paklik dan bulik dari garis ibu. Alasannya sangat simple, biar gak bayar karcis Bus. Nyatanya memang benar yang terjadi, kondektur hanya menarik satu karcis. Dua kakak saya juga tidak bayar, karena berada di atas pangkuan orang dewasa. Perjalanan dengan waktu tempuh sekitar delapan belas jam, dari sudut kota kecil di perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Semua kami rombongan lampaui, sampai panas kursi yang diduduki.