Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mahalnya Kejujuran

2 Oktober 2010   01:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:48 92 0
Apakah zaman sudah sedemikian bobroknya. Persis yang dikatakan oleh Ronggo Warsito dalam Serat Kalatido.

Amenangi zaman edan

Ewuh aya ing Pambudi

Melu edan ora tahan

Yan ra melu tan lakoni

Baya keduman melik

Kaliren Wekasinipun



Jauh-jauh hari, Rangga Warsito sudah mengingatkan betapa umat manusia selalu kalah oleh zamannya. Zaman sekarang ini, kalau kita gak ikut-ikutan gila maka kita yang akan menderita. Hal itulah yang kemudian menjadi pemandangan jamak dalam melihat Indonesia kekinian. Seakan penderitaan tak pernah berhenti, bencana mengalir bertubi-tubi, kemerosotan moral pemimpin serta semakin tidak pedulinya masyarakat akan tatanan dan keIndonesiaan yang dimilikinya.

Dalam situasi kontekstual sekarang ini, melalui tulisan ini hanya akan menyorot pada salah satu akar kebobrokan moral bangsa ini, yang konon diagung-agungkan sebagai bangsa yang agamis dan penuh tepo seliro. Pemimpin hanya peduli pada kepentingannya sendiri untuk membuat sejahtera diri dan kelompoknya. Mereka saling berlomba-lomba dengan membawa berbagai topeng. Ada yang bertopengkan agama, atas nama kesejahteraan rakyat, bahkan tak jarang pula aliran kiri sekalipun. Pada muaranya sama, untuk mencari kekuasaan semata. Hal ini pulalah yang akhirnya menjadi pemandangan dalam keseharian kita di mana kita melihat anggota DPR korupsi, pejabat negara korupsi. Bahkan rakyat sendiri, sampai dengan kadar tertentu ikut pula memberikan lahan akan tumbuh kembangnya kebobrokan ini sebagai bagian dari jalan pintas atas jasa baik yang bersangkutan.

Hari ini kita melihat si A menjadi penceramah, tak tahunya besok pagi sudah mendekam di penjara. Apakah kondisi ini akan menjadi sebuah pattern dalam kehidupan berbangsa ini yang kemudian menjadi bagian dari budaya agung bangsa ini. Hanya diri kita yang mampu mengubahnya. Mau dibawa ke mana bangsa ini. Bila pemimpin sudah tidak punya visi dan misi serta blue print atas masa depan bangsa ini, mending tidak usah ada pemimpin. Biarkan riot yang muncul.

Salah satu contoh kecil yang kita hadapi sehari-hari dalam menyumbangkan atas performance korupsi ini adalah sogokan saat ada tilang. Betapa banyak dari kita yang melakukannya dan itu dianggap sebagai jalan pintas yang lazim. Oknum aparat polisi berusaha mencari-cari kesalahan untuk kemudian bisa mendapatkan duit dengan cara yang tidak halal. Ketika kita ingin minta tetap untuk tilang, yang ada malah kita digoblok-goblokkan, masak dikasih kemudahan tak diambi. Sok pintar kamu..Begitu ucapan salah seorang oknum polisi kepada saya saat saya minta surat tilang saja.

Ah, seandainya bangsa kita bangsa yang jujur, disiplin pasti identitas keindonesiaan akan muncul. Memang kejujuran mudah dilidah tetapi mahal di perbuatan. Tetapi minimal, kita sudah bertindak sesuai dengan hati nurani yang kadang kala kita sendiri malah menderita. Biarkan yang di Atas lebih tahu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun