Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Bringing Kompasiana to the Next Level

16 November 2013   23:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:04 101 4
Lima tahun lalu, startup Kompasiana diluncurkan. Proses panjang berliku untuk tetap eksis, diyakini lebih panjang dari usia kalendernya. Di tengah isu "senjakala blogging di Indonesia" dan kepungan sosial media seperti Facebook, Twitter, Instagram, atau Pinterest, Kompasiana mencoba bertahan dan berkembang.
Sejujurnya, yang harus dituliskan di sini adalah "modal dasar" yang dimiliki Kompasiana sebagai hal krusial membuatnya bertahan. Sebut saja, pertama, nama besar "Kompas" sebagai institusi, brand, atau entitas yang sudah teruji lewat waktu memasuki usianya yang ke-50. Kedua, tentu saja kapital kuat yang menjadi amunisi sekaligus benteng untuk bertahan. Dalam kalimat lain, apakah Kompasiana akan menjadi seperti sekarang apabila namanya Kumpulsiana dan tak berinduk pada siapa pun atau brand mana pun?

Lima tahun yang telah berlalu, tentu saja sangat layak dan patut diapresiasi. Namun, pertanyaan krusial yang perlu dijawab adalah, bagaimana Kompasiana akan mengarungi lima tahun kedua? Mari kira urun-rembukkan di sini.

Pertama-tama yang harus dijawab adalah, apakah benar isu "senjakala blogging di Indonesia"? Kita akan menjawabnya bahwa itu adalah mitos, bila dihadapkan pada data-data statistik yang berbicara tentang pertumbuhan jumlah akun blog di Indonesia. Namun, kita akan menjawabnya bahwa itu adalah real, bila dihadapkan pada kualitas konten blog.

Terhadap sisi kuantitas dalam paragraf di atas, dengan mudah kita diberi informasi bahwa pertumbuhan akun tidak berbanding lurus dengan kualitas konten. Hari ini, dengan mudah kita temukan setiap orang memiliki lebih dari satu akun blog; dan para pelaku adsense tahu benar bahwa tidak sedikit seseorang memiliki lebih dari 150 akun blog.

Dengan demikian, yang menjadi esensi dalam isu "senjakala blogging di Indonesia" sejatinya adalah soal kualitas. Dalam kurun waktu lima atau sepuluh tahun terakhir, kualitas blog di Indonesia diragukan bertumbuh secara signifikan. Dengan mudah kita jumpai "bangkai-bangkai" atau blog yang terbengkalai ditinggal pemiliknya. Dengan mudah kita menemukan posting-posting yang tidak seinci pun membuat pembacanya lebih berwawasan usai membacanya.

Arah dan Kualitas

Untuk berlayar lebih jauh, kini Kompasiana memiliki lebih dari sekadar dua modal dasar krusial tersebut di atas. Rekam jejak prestasi sebagai pendamping media mainstream, kini telah didampingi positioning sebagai netizen, etalase warga biasa. Hanya saja, ujian "arah" dan isu "senjakala kualitas blogging di Indonesia" menjadi tantangan utama yang harus dihadapi Kompasiana.

Klaim 1.000 posting per hari dan jumlah akun mencapai 127.000, dengan mudah diruntuhkan dengan kenyataan "too many garbage" dan "miskinnya" akun yang terverifikasi. Tak heran, kita menjumpai komentar blogger 4L (Lu Lagi, Lu Lagi) yang "menguasai" Headline atau Trending Articles dan maraknya akun semu. Kasus Jibab Hitam misalnya, di satu sisi memang melejitkan hit Kompasiana, namun di sisi lain itu juga berarti sedemikian mudah Kompasiana "dibobol" atau dinaiki "penumpang gelap". Tentu saja, ini bukan citra yang hendak dibangun oleh Kompasiana yang menyandang nama Kompas.

Dengan intangible asset yang ada, penulis melihat arah terang yang membentang bagi Kompasiana. Jika diformulasi secara sederhana, sebutlah sebagai "Washington Post" + "Huffington Post". Washington Post media utama berstandar dan bergengsi yang dalam hal ini diwakili oleh Kompas, sementara Huffington Post adalah pewarta warga yang memiliki kualitas tinggi. Kompasiana, dapat memadukan keduanya menjadi pewartaan di balik berita + pewartaan warga.

Bagaimana penjabarannya? Pertama, para petinggi Kompasiana perlu melakukan aksi ke dalam, kembali mengintrodusir pada wartawan Kompas untuk ngeblog, mengabarkan kisah "di balik berita". Kedua, mengundang secara persuasif para penulis opini halaman 6 untuk memanfaatkan Kompasiana untuk unjuk pragagasan atau gagasan lanjutan. Ketiga, memberdayakan pewarta awam dengan skill menulis artikel atau feature.

Butir ketiga di atas amat memungkinkan dilakukan, misalnya dengan membentuk koordinator wilayah dan bekerja sama dengan kantor-kantor cabang Kompas atau Bentara Budaya sebagai meeting point dan tempat pelatihan. Selain tentu saja dapat diselenggarakan secara online.

Verifikasi Akun, Reward, dan Pemisahan Fiksiana

Beriringan dengan hal tersebut, Kompasiana harus segera mengkampanyekan Verifikasi Akun (VA) dan menerapkan secara bertahap-progresif. Bagi blogger sejati, VA adalah hal biasa dan wajar. Yang telah dilakukan saat ini adalah seleksi keikutsertaan berbagai lomba di Kompasiana. Berikutnya, bisa ditingkatkan misalnya Headline dan Trending Articles hanya berlaku untuk akun yang berstatus VA; kemudian ditingkatkan untuk posisi Highlight, sebelum diberlakukan semua akun Kompasiana berstatus VA.

Kedua, memberlakukan sistem reward berupa poin berjenjang bagi blogger yang berhasil masuk Headline, Trending Articles dan Highlight. Poin-poin ini dikumpulkan untuk kemudian ditukarkan dengan misalnya langganan gratis koran, tabloid, majalah, dan merchandise di grup Kompas-Gramedia. Reward dapat memicu blogger untuk menulis dengan lebih baik dan akurat. Sistem ini sekaligus memberikan penghargaan kepada mereka yang sudah meluangkan waktu untuk menulis dengan data yang lebih mendalam dan membagikan gagasan-gagasan yang tentu bernilai.

Hal terakhir yang disarankan untuk dilakukan adalah pemisahan Fiksiana. Alasannya sederhana dan logis. Pertama, jika kita amati panel Headline saat ini, sungguh janggal melihat munculnya posting puisi atau cerpen di sana. Di antara paparan artikel nonfiksi, muncul artikel fiksi. Komposisi kuantitasnya pun tidak berimbang, terkesan dianaktirikan. Apabila Kompasiana ditafsirkan sebagai media karya nonfiksi, maka karya Fiksiana seolah "duri dalam daging". Kedua, dengan pemisahan ini, Fiksiana akan jauh lebih berkembang karena ia menjadi unit mandiri yang terbuka luas untuk dikembangkan sesuai dengan karakternya dan memperoleh perhatian yang proporsional.

Posisi Kompasiana dalam Grup

Apabila proses ini telah berlangsung, maka inilah posisi ideal Kompasiana di antara Kompas cetak dan Kompas.com serta Fiksiana. Kompas.com adalah central yang "mengakuisi" konten Kompas cetak dan "mengiris" konten Kompasiana. Sementara Kompasiana akan "mengiris" Fiksiana.

Dengan posisi ini, Kompas.com mendapat kontribusi yang memberi nilai tambah signifikan karena kandungan konten pewartaan di balik berita dan pewartaan warga yang disumbangkan Kompasiana. Sementara bagi Kompasiana, ia mendapatkan posisi yang diperhitungkan. Dengan demikian, Kompasiana akan kian dihormati karena posting berkualitas tanpa "informasi sampah" dan akun samaran yang tak bertanggung jawab. Alhasil, sebagai muaranya, para pengiklan akan memperhitungkan Kompasiana lebih dari sekarang.

* * *

Demikian sumbang saran yang mampu penulis hadirkan. Tanpa pretensi apa-apa, kecuali tergerak untuk membagikan intangible asset yang penulis lihat dimiliki Kompasiana namun belum dioptimalkan. Lebih dari itu, tentu saja karena terbersit keinginan penulis untuk turut menjawab isu "senjakala blogging di Indonesia.
Semoga bermanfaat dan kiranya dapat menjadi bahan perbincangan lebih lanjut bagi managemen Kompasiana.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun