Financial fair play pertama kali diterapkan dalam dunia sepakbola pada tahun 2012 lalu oleh Federasi sepakbola eropa yaitu UEFA dimana program ini merupakan salah satu langkah yang diambil UEFA untuk menekan dan mengatur sistem financial klub-klub sepakbola diseluruh kompetisi sepakbola dibenua Eropa.
Munculnya ide ini sendiri tak lepas dari banyaknya kasus yang menimpa klub-klub sepakbola didaratan Eropa, khususnya terkait permasalahan hutang klub hingga pembelian pemain dengan nilai kontrak yang sangat sangat diluar nalar. Kasus-kasus tersebut merupakan bentuk komersialisasi kebabalasan yang justru dapat mengancam eksistensi sepakbola itu sendiri.
PT.Liga Indonesia yang tidak lain merupakan operator kompetisi Liga Profesional di Indonesia pada tahun ini berencana untuk menerapkan aturan tersebut dikompetisi Liga Indonesia, yang pengaplikasiannya akan dimulai pada kompetisi Liga Indonesia musim 2015/2016 mendatang. Tujuannya tak lain adalah untuk merasionalkan serta mengatur sistem financial klub-klub dikompetisi Liga Indonesia khususnya bagi para kontestan kompetisi ISL.
Berdasarkan pemaparan PT.Liga Indonesia kepada sejumlah awak media, terobosan baru yang diterapkan oleh PT.Liga Indonesia melalui sistem financial fair play ini nantinya akan diimplementasikan secara pragmatis lewat budget dan player performance index. Dimana nantinya ada aturan tegas yang akan dibuat oleh PT.Liga Indonesia untuk mengatur dan menentukan berapa besaran nilai kontrak setiap pemain ketika akan direkrut oleh klub-klub peserta kompetisi berdasarkan jumlah cap (penampilan) dan performa pemain.
Untuk dapat merealisasikan sistem financial fair play ini sendiri PT.Liga Indonesia akan membentuk sebuah tim yang akan dibentuk berdasarkan amanat rapat umum pegang saham (RUPS), dimana tim ini sendiri akan dibentuk paling lambat pada bulan Juli 2015 mendatang. Tugas atau langkah awal yang akan dilakukan oleh tim ini nantinya adalah melakukan penilaian indeks pemain di kompetisi ISL dalam referensi kontrak pemain.
Kebijakan ini sebenarnya dapat dibilang cukup terlambat, dimana beberapa tahun belakangan ini sebenarnya kondisi sebagian besar klub-klub di Indonesia dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Tata kelola keuangan yang tidak terkonsep dengan baik mengakibatkan terjadinya ketidak stabilan antara pemasukan dan pengeluaran klub-klub ketika mengarungi kompetisi selama satu musim penuh. Walhasil, banyak klub yang akhirnya mengalami kerugian dan tak jarang membuat mereka terlilit oleh hutang dengan nominal yang cukup besar.
Kondisi inipun berimbas langsung kepada para pelaku sepakbola baik pemain maupun pelatih di klub-klub tersebut, dimana hak yang harusnya mereka dapatkan seperti gaji/royalty berdasarkan kontrak / kesepakatan tidak bisa dipenuhi oleh klub-klub tempat mereka bermain tersebut karena tidak adanya dana untuk membayar apa yang menjadi hak mereka tersebut.
Kita tunggu saja apakah dengan diterapkan sistem financial fair play ini permasalahan-permasalahan klasik dipersepakbolaan Indonesia akhir akhir ini seperti permasalahan penunggakan gaji pemain dapat segera diatasi dan klub-klub peserta kompetisi dapat benar-benar menerapkan tata kelola keuangannya dengan bijak dan terkonsep sehingga dapat menghindarkan mereka dari kerugian dan jeratan hutang seperti apa yang mereka alami beberapa waktu belakangan ini, bahkan bukan tidak mungkin klub-klun di Liga Indonesia dapat meraih keuntungan yang signifikan ketika mengarungi kompetisi selama satu musim penuh.
Salam,,,
Sumber Rujukan: