Film Zero Dark Thirty bisa saja belum berakhir dengan kontroversinya dan hanya membawa pulang satu piala Oscar. Namun demikian, sosok sutradara di balik film ini --sejurus dengan film pemenang Oscar 2010 The Hurt Locker-- masih kuat menimbulkan debat, sentimen sekaligus dukungan di seluruh dunia. Kathryn Bigelow punya kekuatan atas pendiriannya, melampaui batas-batas pekerjaan kaum pria untuk mempersembahkan apa yang disebutnya ‘satu-satunya jalur bersuara’ kepada dunia.
Bigelow, usai gelaran Oscar Sunday yang menandakan penghargaan insan film tertinggi yang ke-85 di Dolby Theater, Amerika Serikat 24 Februari lalu, masih berdiri di depan para kru juga filmnya untuk menghadapi banyak kritik. Kritik pertama memanas pada Desember 2012 lalu saat Zero Dark Thirty, film karya Bigelow yang mengangkat dramatisasi kisah satu dekade penyergapan pemimpin Al Qaeda Osama bin Laden mulai dikritik oleh Senat Amerika lantaran dianggap membengkokkan sejarah investigasi terorisme yang dilakukan oleh para staf C.I.A. di Pakistan, Afganistan dan Kuwait.
Bahkan, senator yang juga mantan calon presiden dari partai Republik John McCain menganggap bahwa film Zero Dark Thirty Bigelow hanya propaganda yang menimbulkan “debat yang riskan” bagi perpolitikan negaranya. Satu hal yang paling diperdebatkan adalah penayangan adegan panjang (dalam film terdiri dari beberapa potongan scene) berupa penyiksaan tawanan oleh para investigator C.I.A. Bigelow dengan lihai menggunakan bakat aktris Jessica Chastain dan aktor Jason Clarke dan menggambarkan bagaimana sepenggal sejarah pengungkapan jaringan terorisme di Pakistan dilakukan waktu itu.
Sebagai catatan, film ini menitik klimaks di tahun 2011, tatkala di bagian akhir film tergambar aksi pasukan NAVY SEALS berhasil menyergap apa yang diyakini sebagai Osama bin Laden di rumahnya di Abbottabad, Pakistan. Waktu satu dekade ditarik ke belakang dengan teknik adegan antar-tahun yang memukau.
Awalnya, para kritikus film menitikberatkan kritik mereka kepada Zero Dark Thirty dan Bigelow atas dua hal: adegan penyiksaan tawanan dan kebenaran yang tak rampung. Sementara para politikus dari Gedung Capitol menyasar F.B.I. dan C.I.A. yang memberi akses penuh kepada Bigelow atas dokumen-dokumen penting yang seharusnya dirahasiakan atas nama keamanan nasional. Tapi Bigelow berpendapat bahwa apa yang digambarkan filmnya bukanlah bentuk pembenaran sejarah penyiksaan dan juga penyelewengan wewenang atas file-file terlarang pemerintah. Bigelow dan krunya memang sejak 2011 lalu aktif mengunjungi Pentagon di Washington dan Markas Besar C.I.A. di Langley, Virginia (yang memang beberapa kali digambarkan dalam film) yang diklaim terjadi atas izin pemerintah Federal.
Bigelow juga tidak menyangsikan bahwa adegan-adegan penyiksaan yang ditampilkan dalam film Zero Dark Thirty sebagai bagian sejarah penting dari operasi rahasia intelijen Amerika di Pakistan. Meski demikian, ia mempertahankan karyanya dengan berpendapat bahwa apa yang diangkat ke film bukanlah wakil dari pembenaran adegan-adegannya.
“Jika semua adegan dalam film dianggap benar terjadi di dunia nyata,” ujar Bigelow di podium New York Film Critics Circle Award bulan lalu, “maka tidak ada artis yang akan memerankan praktik-praktik tak manusiawi, tidak ada penulis yang dapat menuliskannya, dan tidak ada sutradara yang bisa merangkainya sebagai karya dalam hidup kita.” Ia mengatakan itu untuk menambahkan pernyataannya bahwa semua orang di industri film paham bahwa penggambaran di film bukanlah pembenaran dari yang sebenarnya terjadi.
Penggambaran adegan penyiksaan dalam Zero Dark Thirty masih diperdebatkan sampai tulisan ini ditayangkan. Bahkan, The Capitol akan memanggil kru film dan akan mendebatkannya di meja politik, antara Republik dan Demokrat yang juga menilik sejarah pemerintahan Obama sebelum penangkapan Osama bin Laden.
Sosok Kuat
Kathryn Bigelow hingga saat ini disebut sebagai salah satu tokoh perempuan di Hollywood yang tangguh, berani mengambil risiko dan yakin pada pendiriannya. Sebagian kritikus film menyebut bahwa penggambaran Maya yang diperankan Jessica Chastain dalam Zero Dark Thirty sedikit banyak mewakili karakter Bigelow. Jessica menyerah dalam perebutan trofi Oscar untuk kategori Aktris Terbaik yang direbut Jennifer Lawrence dari Silver Linings Playbook.
Bigelow yang lahir 17 November 1951 di San Carlos, California mulai menarik perhatian dunia perfilman sejak memenangkan kategori Sutradara Terbaik dalam Oscar 2010 untuk film kisah personel penjinak Bom The Hurt Locker, gelar sutradara terbaik pertama yang diraih seorang perempuan. Meski pada kenyataannya Bigelow sudah memulai karir penyutradaraannya pada 1995 lewat film Strange Days, barulah tiga tahun belakangan ini namanya diperhitungkan di Hollywood. New York Times menyebutnya sebagai salah satu pekerja film paling kontroversial di Amerika, majalah TIME memasang fotonya dengan judul besar The Art of DARKNESS, sementara majalah Forbes mencantumkan namanya dalam daftar 100 Wanita Paling Berpengaruh di Dunia.
Dalam sejarah perfilman Amerika dan dunia, hanya segelintir perempuan yang pernah meraih penghargaan. Bigelow pun menyindir beberapa penyelenggara acara perfilman dengan mengatakan, “Saya kira Academy Awards dan BAFTA --penghargaan film di Inggris, disebut setara Oscar-- bukan untuk sutradara perempuan,” saat menerima trofi 2010 lalu. Pernyataan itu juga disebut-sebut diutarakan Bigelow untuk seseorang di kursi penonton malam itu. Banyak yang menyebut bahwa Bigelow sedang berusaha keluar dari bayang-bayang karir mantan suaminya. Bigelow memang bercerai dari sutradara James Cameron pada 1991, dan berhasil mememangkan persaingan saat mengalahkan Cameron yang ikut dinominasikan Oscar untuk kategori yang sama, lewat film Avatar.
Selain Bigelow, hanya tiga nama yang pernah dinominasikan untuk kategori Sutradara Terbaik Oscar: Lina Wertmüller (Seven Beauties, 1976), Jane Campion (The Piano, 1993) dan Sofia Coppola (Lost in Translation, 2003). Pada 2010 itulah Bigelow mencatatkan namanya, sekaligus menggiring beberapa orang lain ikut menerima trofi, termasuk aktor naik daun Jeremy Renner (berikutnya memerankan tokoh utama dalam The Bourne Legacy).
Kekuatan sutradara wanita di Amerika masih harus menghadapi tidak hanya sutradara-sutradara pria yang sudah teruji, tetapi juga para sutradara “senior” yang sudah lebih dulu menumpuk penghargaan. Tahun ini mungkin pendapat itu ditampik oleh keberhasilan Ang Lee (58) menyingkirkan Steven Spielberg (66) dari singgasana Sutradara Terbaik Oscar lewat film Life of Pi. Bigelow sendiri tidak terlalu menyesali “nasibnya” meski Zero Dark Thirty hanya membawa pulang satu trofi Oscar. Ia mengatakan bahwa ia akan terus menjadi sutradara, meski dunia terus mengujinya.
“Karena ada dua hal yang tak bisa kuubah: aku seorang perempuan, dan aku suka membuat film. Jadi jika dunia masih mempertanyakan peran perempuan dalam industri perfilman dan meragukan apa yang bisa kami lakukan, maka tak ada yang bisa kubuktikan kecuali dengan film-filmku berikutnya,” tulis Bigelow dalam artikelnya kepada The Guardian.
Saat ini, Bigelow masih berkonstrasi menghadapi beberapa gugatan atas Zero Dark Thirty. Yang terbaru, Kamis (28 Februari 2013) beberapa perwakilan korban tragedi 11/9 menggugat Bigelow karena memperdengarkan, mengutip rekaman pembicaraan saat-saat terakhir korban serangan naas itu di awal film.
Terlepas dari semua kontroversi, untuk selebihnya, film Zero Dark Thirty telah membuktikan betapa kekuatan seorang sutradara wanita dalam film bisa begitu perpengaruh, atas kritik dan penghargaan. Salman Aristo, penulis skenario dan pekerja film Indonesia mengatakan bahwa secara teknis, kepiawaian Bigelow mengelola adegan-adegan pendek yang begitu emosional membawanya menjadi sosok kuat. Zero Dark Thirty masih tayang di seluruh Indonesia awal Maret ini.