Sutradara Alfonso Cuarón lewat beberapa wawancara, termasuk dengan The Guardian mengungkapkan bahwa dirinya memang tidak mengharapkan penonton melihat banyak hukum fisika tercermin lewat film terbarunya, Gravity. Namun ia telah jauh-jauh hari berjanji bahwa Gravity akan menyajikan sebuah pengalaman menikmati seni visual yang baru, serta mungkin pemahaman tentang hakikat ruang angkasa.
Gravity, film terbaru sutradara berdarah Meksiko ini bercerita tentang astronot kenamaan Matt Kowalsky (George Clooney) dan teknisi kedokteran dr. Ryan Stone (Sandra Bullock) yang terjebak di ruang tanpa gravitasi di antara satelit Hubble dan puing-puing ledakan satelit yang mengancam mereka dalam waktu 90 menit. Dalam kondisi tanpa pijakan dan oksigen menipis, dr Stone dihadapkan pada situasi kesendirian, sunyi, gelap, dan dengan bayang-bayang masa lalunya yang kerap mengganggu. Film ini berfokus pada upaya dr. Ryan untuk menggunakan apa saja agar bisa selamat dan kembali ke bumi.
Sekilas film ini mungkin akan dikira mirip dengan cerita perjuangan dalam Apollo 13 (1995) atau heroisme yang menggugah dalam Armageddon (1998). Bukan. Nyatanya tidak. Dari segi komposisi film ini termasuk sangat hemat memainkan orang.
Sampai film habis praktis yang terlihat hanya dua pemeran, sementara yang lain dipatok sekadar sebagai pemeran pembantu sekilas dan bahkan pengisi suara. Ini akan mengingatkan kita pada minimnya pemeran di film-film 2010 seperti Buried (sopir truk yang berusaha keluar dari peti terkubur, Ryan Reynolds), dan 127 Hours (pendaki yang terjepit tangannya, James Franco).
Meski sama-sama mengambil latar luar angkasa dengan banyak film heroik lain, Gravity tidak menonjolkan plotnya dengan hingar bingar pencapaian teknologi pesawat ulang alik, capaian-capaian proyek luar angkasa, atau kerja robotik dan alienasi --sebagaimana laris di era Star Trek. Film ini sisi ruang angkasa lain yang jarang dikagumi: kesunyiannya. Untuk itu Cuaron dengan tegas mengemas Gravity dalam genre thriller dan bukannya action.
Bahkan Cuarón kepada Wired menjelaskan bahwa pun kalangan fisikawan dan pakar kosmis bisa menghargai pencapaiannya lewat penggambaran luar angkasa yang begitu detil, meski menentang beberapa bagian yang “tidak sesuai kenyataan”.
Dalam hal ini, Cuarón dianggap berhasil menyajikan pengalaman menyusuri luar angkasa bagi penonton, dari sekadar memahami bagaimana luasnya ruang tanpa gravitasi sampai menikmati keagungan pemandangan bumi. Tak tanggung-tanggung, upaya ini juga diapresiasi oleh sutradara James Cameron (yang menggarap Titanic dan Avatar) yang mengatakan Gravity sebagai “film bertema luar angkasa yang terbaik pernah dibuat”.
Sisi dilematis film ini dengan ciamik berhasil ditunjukkan oleh Sandra Bullock yang mumpuni. Dalam pengakuannya kepada Aces Showbiz, Cuarón mengaku sengaja memilih Bullock sebagai pemeran utama filmnya, termasuk mempertimbangkan latar psikologis Bullock, mengukur kehidupan sang aktris yang memang penuh dilema.
Sebagaimana diketahui, Sandra Bullock sendiri masih dalam proses terapi pemulihan jiwa dari trauma terbang setelah terlibat dalam kecelakaan pesawat terbang di Wyoming, Amerika Serikat 2000 silam. Lewat komunikasi yang baik, Cuarón berhasil meyakinkan ibu satu anak ini untuk mengobati rasa takutnya tersebut lewat proyek Gravity. Dan terbukti, ada banyak adegan dalam film ini di mana Sandra Bullock memang kelihatan traumatis, yang bisa dijamin itu tidak tercatat di script.
Sementara untuk George Clooney, nampaknya pemilihan Cuarón tidak salah, karena ada banyak scene di mana pesona sang “Batman” benar-benar terpancar. Nampak melindungi dengan figur lelaki dewasa a la Bruce Wayne, bercampur banyak sisi humor yang flamboyan dan sedikit angkuh a la Robert Downey Jr. sebagai Tony Stark (Iron Man). Ini sangat mengimbangi peran Bullock yang dalam banyak adegan harus “terjebak” berdua.
Sinematografi terbaru
Kunci sutradara Cuarón dalam menggarap semua tampilan grafis “mendekati nyata” dalam Gravity banyak dibantu oleh peran teknik sinematografi terbaru yang disebut dengan “Previsualization” atau “previs”.
Orang di baliknya adalah sang sinematografer Emmanuel Lubezki, yang menemukan cara baru menyajikan pengalaman “mengitari objek agar seolah-olah ia bergerak”. Dalam Gravity, ada beberapa adegan yang terlihat sangat rapi, elok, namun menyajikan detil gerakan tokoh, latar yang menawan, serta dibantu efek suara yang menggetarkan.
“Previs” sendiri adalah teknik pengambilan gambar menggunakan lengan robotik yang mengitari pemeran, yang dalam film ini membuat proses terbalik sehingga pemeran tak perlu digantung terlalu lama. Ini penting untuk membuat adegan-adegan Gravity yang hampir seluruhnya membuat Sandra Bullock “melayang-layang”. Ditambah instrumen LED lightbox yang mumpuni dan mengakomodasi grafis tinggi, latar ruang angkasa yang sunyi penuh bintang “hanya” digerakkan lewat program komputer.
Sebagai drama thriller, Gravity berhasil memikat penonton yang mencintai nilai seni sinematografi tingkat tinggi. Tersaji dalam format 3D, film ini berhasil menunjukkan teknologi yang mereka punya, kecenderungan hobi sang sutradara yang memang senang dengan scene panjang --di awal film bahkan ada scene yang tersorot kamera tanpa putus selama hampir 1 menit. Dengan “bolak-balik kepala” sebagaimana layaknya astronot di luar angkasa, adegan ini terasa sangat berkelas.
Tidak berlebihan jika Cuarón berpendapat, “previs” dan teknologi 3D akan jadi masa depan industri film.
Gravity bukan merupakan favorit kalian yang senang aksi dramatis atau plot maju-mundur yang cepat. Pun film ini tidak akan memenuhi hasrat kalian yang mendambakan banyak latar yang warna-warni. Kalau tidak tahan dengan adegan panjang, bisa jadi kalian akan mengantuk karena dialognya juga minim.
Memang kru film harus banyak berkonsultasi dengan orang-orang NASA sebelum akhirnya diberikan lisensi menggunakan rekaman asli aurora yang menari-nari di atas kutub utara dalam sebuah scene yang menakjubkan. Juga harus berdebat dengan kalangan pecinta luar angkasa tentang kesalahannya tidak memperhitungkan jarak satelit Hubble dengan International Space Station (ISS). Akan tetapi lebih dari itu, Gravity berhasil menyuguhkan kombinasi apik dua pemeran berkelas, sinematografi dan teknologi visual terbaik, dan fokus cerita yang tajam.
Kombinasi ini berhasil memberikan kritik positif sejak film ini diputar pertama kali di Festival Film Internastional Venesia ke-70, Agustus lalu. Tak pelak, Gravity memuncaki minggu kedua Box Office Amerika, dengan pendapatan mencapai 96,8 juta dollar.
*Tips:
- ada baiknya sebelum nonton film ini, ingat kembali tentang moda instalasi Soyuz, satelit Hubble, dan ISS.
- Rekatkan kaca mata (jika nonton versi 3D), ada beberapa adegan yang menarik, seakan-akan muka penonton terkena lemparan sesuatu
Judul Film: Gravity
Tanggal rilis: 4 Oktober 2013
Sutradara: Alfonso Cuarón
Pemeran: Sandra Bullock, George Clooney, Ed Harris (suara), Orto Ignatiussen (suara), Paul Sharma (suara), Amy Warren (suara), Basher Savage (suara).
Durasi: 90 menit.
Skor IMDB: 8.7/10
*