Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Bagaimana Blogger Mengawal KIP?

19 November 2012   01:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:05 258 4
[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Ilustrasi (komisiinformasi.go.id)"][/caption]

Penerapan Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik secara matematis belum maksimal. Dalam sebuah siaran radio yang saya simak pada Selasa (13/11), Direktur Komunikasi Publik Kemkominfo Tulus Subardjono mengatakan bahwa secara keseluruhan implementasi UU KIP baru mencapai 25,83%. Masalah utama yang menghambat penerapan undang-undang ini adalah infrastruktur, kepemimpinan daerah dan keinginan politik. Di saat era media sosial dan blog sudah mengulas banyak isu, bagaimana blogger mengawal undang-undang ini?

Sebagai catatan, Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik disahkan pada April 2008 sebagai acuan bagi masyarakat untuk mendapatkan dan menggunakan informasi-informasi yang sifatnya publik, yakni segala macam informasi dari badan/instansi publik yang tidak dikecualikan. UU ini memungkinkan siapapun mendapatkan informasi yang diperlukannya dari instansi pemerintah maupun badan-badan yang ditunjuk atas daulat undang-undang. Kasus calon mahasiswa yang menggugat sebuah kampus ternama di Yogya beberapa waktu lalu karena merasa aksesnya dibatasi ke nilai hasil ujian masuk adalah satu contoh sengketa informasi yang berkaitan dengan undang-undang ini.

Dalam peruntukannya, UU KIP tidak dipakai untuk profesi jurnalisme yang tugasnya memang melakukan investigasi di bawah UU Pers tahun 1999. Karena keterbukaan informasi publik adalah hak warga secara luas, maka prosesnya pun perlu dicermati. Blogger sebagai satu bagian pewartaaan warga juga perlu tahu bagaimana memanfaatkan sekaligus mengawal implementasi UU KIP ini. Bagaimana di era informasi bisa tersebar begitu cepat lewat media sosial seperti sekarang ini, blogger atau pewarta wargabisa menjamin kekayaan informasinya menggunakan UU KIP?

Lebih lanjut Tulus menjelaskan, masalah utama dari belum optimalnya penerapan UU KIP adalah karena jumlah permintaan informasi dari masyarakat masih rendah. Artinya, dalam praksisnya masyarakat kebanyakan masih kurang proaktif meminta dan memanfaatkan informasi publik pada instansi-instansi pemerintah yang dikehendaki. Padahal, UU menjamin masyarakat untuk mendapatkan semua informasi yang sifatnya publik, termasuk laporan keuangan dan proses renumerasi para pejabatnya. Selama ini baru LSM dan NGO saja yang dinilai aktif meminta informasi publik ini. Di satu sisi, di seluruh Indonesia baru 17 dari 33 provinsi yang aktif menyosialisasikan pentingnya KIP bagi masyarakat.

Di mana posisi blogger?

Blogger atau pewarta warga termasuk dalam lingkup masyarakat dengan hak penuh menggunakan informasi publik. Dalam sebuah proses pewartaan warga, prosedur permintan informasi ke sebuah instansi pemerintah tetap melewati prosedur standar yang ditetapkan, mulai dari mengisi formulir sampai dokumen diakses. Karena dalam lima tahun terakhir pewartaan warga berkembang begitu pesat, maka bloger bisa menemukan posisi untuk lebih aktif menggali isu, mengecek silang sebuah kebijakan, atau menjadi “jembatan” untuk beberapa program kemasyarakatan yang tersedia di lembaga-lembaga pemerintah. Pedoman pemanfaatkan informasi publik saat ini sudah tersedia di kantor-kantor pemerintah daerah.

Memang, ada beberapa kecenderungan masyarakat luas masih ragu menggunakan haknya. Sosiolog Universitas Negeri Yogyakarta Sugeng Bayu Wahyono pada kesempatan yang sama mengatakan, kecenderungan masyarakat masa kini sebetulnya sudah lebih baik sejak reformasi. Pola budaya kita saat ini sudah lebih transparan, di mana masyarakat yang lebih pantas dilayani dan bukannya birokrat, seperti pada zaman orde baru. Keengganan masyarakat mengakses haknya lebih kepada ketidaktahuan prosedur, dan ketakutan-ketakutan potensi perkara hukum dan sengketa informasi. Saya kira blogger sebagai pencari dan pengguna informasi di satu sisi bisa menjadi selang bagi kelompok masyarakat ini, di mana proses penggalian yang bukan liputan ini dimanfaatkan di dua sisi, untuk blog dan untuk kebutuhan masyarakat pada waktu bersamaan.

Blogger yang menggiati pewartaan warga sudah jelas perlu mempelajari esensi penerapan UU KIP. Di satu sisi ini berguna sebagai pedoman peliputan agar tidak “melanggar” ketentuan yang ada, di sisi lain undang-undang ini bisa menjadi alat pendidikan yang baik bagi masyarakat sebagai pembaca blog. Menjelaskan proses pengambilan berita, penulisan sampai penggunaanya tentu  saja adalah hak blogger yang bisa dipakai sewaktu-waktu. Di saat bahkan pengguna media sosial Twitter dan Facebook dianggap sebagai pewarta, instansi pemerintah akan lebih paham tentang apa yang seharusnya diketahui masyarakat, dan bagaimana menyampaikannya.

Berkembangnya pewartaan warga di Indonesia sebetulnya jadi tantangan juga untuk para blogger. Konten yang dimuat ke publik harus lebih kompetitif dari segi narasi, kekuatan data dan juga kedaulatan independensi. Di saat kita saat ini berteman dengan atau bahkan mencoba jadi pewarta warga, UU KIP adalah senjata yang baik untuk menguatkan posisi ketika berhadapan dengan pengelola informasi. Informasi-informasi seperti program kerja, anggaran sampai penggunaan tenaga kerja harus bisa kita gali sebelum kecolongan karena korupsi.

Sebagai panduan sederhana, jenis informasi yang masuk kategori “dikecualikan” sesuai KIP adalah jika:

  • Informasi yang bila diberikan akan menghambat  proses penegakan hukum.
  • Mengganggu kepentingan Hak Cipta dan Kepemilikan Intelektual
  • Membahayakan pertahanan dan keamanan negara
  • Dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia
  • Merugikan ketahanan ekonomi nasional
  • Merugikan kepentingan hubungan luar negeri
  • Mengungkap akta otentik yang bersifat pribadi/wasiat seseorang
  • Mengungkap rahasia pribadi
  • Memorandum atau surat antar-badan publik
  • Informasi lain yang tidak boleh diungkap berdasarkan undang-undang.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun