Dahulu kala hiduplah seorang laki-laki tua yang tak laku-laku. Di bawah kaki Merapi, ia selalu berdoa dengan mendayu-dayu. "Tuhan, please Tuhan, apakah aku akan membujang terus seumur hidup?"
Tuhan bergeming.
"Tuhan, dikau kan Mahabisa, kenapa tidak memberikan aku satu jodoh saja, yang merek apapun akan saya terima deh, ikhlaas."
Hening sesaat ....
"Tapi kalau bisa ya Tuhan, biarlah Waljinah saja ya jodohku itu Tuhan. Dia tak ada tandingan. Limited edition lagi. Bisa Tuhan?" Senyumnya menyeringai, gigi-giginya berbaris banjar satu memanjang ke utara. Tuhan Mahatahu apa isi hatinya, tapi entah bagaimana ia menjawab hambanya yang satu ini.
Tiba-tiba guntur menggelegar. Hutan menggeliat. Harimau turun gunung. Rupanya doa laki-laki itu mengusik banyak pihak.
Kemudian iklan.
***
Dengan sedikit pertolongan Tuhan, bertemulah laki-laki itu dengan perempuan pujaannya. Waljinah nyaris sempurna untuk ukuran gadis setengah baya. Umurnya tiga puluh enam membuat hati laki-laki itu sumringah karena melihat pujaannya sebagai empat puluh tahun setara dengan usianya. Di depan pos ronda itu, hatinya tergerak. Keluarlah sapaan itu.
"Dek Jinny ..."
Waljinah kaget bukan kepalang. "Waluyo! Ngopo neng kene? Ngapain di sini? Begitu kira-kira artinya. Merasa dihardik, laki-laki yang ternyata namanya Waluyo ini sudah senang sekali, apataha lagi jika cintanya bersambut.
"Dek Jinny ..." sapanya lagi. Kedua tangannya digosok-gosok seperit baca mantra.
"Jinny ... jinny .. emange aku jin po?" Perempuan itu menghardik lagi. Hati Waluyo membuncah lagi. Nyaris menggapai langit-langit pos ronga.
"Dek Jinny, maukah kau menikah denganku?"
"Enak wae!" Tiga kali hardikan.
Sejurus kemudian ternampakkanlah seorang pemuda dua puluh tahunan dari pengkolan gang dan berdiri memeluk mesra pundak Waljinah. Dibakar api cemburu, Waluyo ciut. Naluri kelaki-lakiannya mengatakan bahwa ia tak aka menang kalau harus berduet dengan pemuda itu, apatah lagi kalau Waljinah membantunya.
Akhirnya pertanyaannya surut dan lebih lembut. "Waljinah, mengapa kau memilih pemuda ini daripada aku? Aku kurang apa?"
"Kurang banyak."
"Aku kalah banyak apa dari dia?"
"Kalah banyak duitnya!"
Gagal. Apatah dia mau melawan, pemuda itu bawa Avanza.
PERCOBAAN KEDUA
Lain hari, Waluyo kembali dengan banyak persiapan dan pertapaannya. Ia sengaja memancing agar Waljinah mau datang ke pos ronda itu lagi. Kali ini, ia sudah klimis dan membawa sekantong uang seribuan dan sepeda motor RX King keluaran '94.
Gadis pujaannya melintas dengan cuek saja.
"Waljinaaaah ..."
"Apa!"
"Sekarang aku sudah kaya. Maukah kau menikah denganku."
"Emoh!"
"Lho?" Waluyo terkejut. "Kurang apa lagi? Aku bawa banyak duit ni."
Waljinah cuek saja dan malah mencibirnya. Leher gadis pujaannya yang kini menua itu seperti terpental ke lain arah, yang jelas jauh dari pandangan matanya. Waluyo bingung, apa lagi yang kurang. Tapi ternyata datang lagi seorang pemuda dari ujung gang. Memeluk Waljinah mesra.
"Waljinah! Siapa dia?" Daun berguguran.
"Bojoku."
"Wih? Aku kalah apa dari dia? Tampan juga tipis menang aku .."
Memang pemuda itu giginya tonggos dan membuat Waluyo sampai ke awan penuh kemenangan. Tapi toh Waljinah masih bergeming.
"Pokoknya dirimu kalah banyak sama dia ini."
"Kalah banyak apanya?"
"Kalah banyak followernya!"
Ah, rupanya Waluyo belum punya akun Twitter. Apatah dia mau melawan. Memegang komputer saja ia sampai gemetar di kantor desa. Gagal lagi.
PERCOBAAN KETIGA
"Kali ini tidak ada celah lagi!" seru Waluyo jemawa tepuk dada. Anjing dibuat melengking dan lari karenanya. Saat Waljinah melintas dan langsung menggamat pemuda lain lagi, yang beberapa senti lebih pendek dari Waluyo, keadaan berubah. Seperti ada harapan kemenangan.
Waluyo tertawa di tengah jalan tepat di depan pasangan itu.
"Waljinahh ... Waljinah ... ngapain kamu sama si cebol ini?" Wah dia sampai mencela-cela. Tapi pemuda itu diam saja dan malah tersenyum.
"Idih, senyum-senyum Opo!" gertak Waluyo. Tapi pemuda itu tersenyum saja. Waljinah menggeleng.
"Jinny Waljinah binti Mamduh Hanafi," mohon Waluyo. Kini ia gamang bimbang. Segala upaya sudah ia lakukan demi mendapatkan hati sang gadis impian. Tapi selalu saja ada yang bisa mengalahkannya dalam pertarungan harga diri.
"Kali ini aku kalah banyak apa, Waljinah? Please, kalau kau terima kali iniiii saja, aku sudah tidak mengejar-ngejarmu lagi."
"Yo terang wae! Tapi emoh ...! Aku akan menikah dengan dia. Tetap saja kau kalah banyak sama dia ini, Waluyo!"
Memelas. "Kalah banyak apa lagi siii ... "
Diam sejenak, kemudian Waljinah mengerlingkan matanya.
"Kalah banyak benihnya ...."
Pasangan itu berlalu sambil berbisik geli. Waluyo sendirian di tengah gang tanah merah itu. Hujan turun membasahi keningnya. Tangannya terangkat dan mulutnya kembali mengadu ke Tuhan. Kali ini doanya kembali didengar, karena ternyata hujan makin deras dan hatinya menjadi semakin adem.
Waluyo ... Waluyo .... sudah tua. Mungkin jodohmu ada di tempat lain.
===========================
No. 126: Afandi Sido
Untuk membaca humor beraneka rupa lain silahkan menuju akun Cinta Fiksi dengan judul :Inilah Perhelatan & Hasil Karya Peserta Event Fiksi Humor
Demikianlah cerita perjuangan Waluyo mengejar cintanya. Lain kali, ia akan kembali dengan lebih banyak senjata. Semoga senjata yang tepat.