Ada hal menarik dari laga final Djarum Indonesia Open Super Series Premier 2012, Minggu (17/6/2012). Bukan soal gagalnya pasangan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mengalahkan Sudket Prapakamol/Saralee Thoungtgongkam dari Thailand. Bukan juga soal suasana gelanggang Senayan yang oleh tim tamu dinilai terlalu berisik karena teriakan para pendukung tuan rumah. Jauh lebih mendasar dari itu semua, masalah yang tak banyak diperhatikan justru karena melekat erat dan menyatu dengan keringat pemain tim nasional kita.
Bagi penonton di dalam stadion ataupun pemirsa di rumah yang memerhatikan nama punggung yang dikenakan Tontowi pada pertandingan itu, mungkin terasa ada hal yang mengganggu. Itu kalau mengetahui memang ada sesuatu yang salah di sana. Apa itu? Ya, betul. Tanda titik yang tidak dicetak.
Di banyak kostum tim nasional negara manapun, dalam kompetisi resmi cabang olahraga apapun, nama pemain ditulis tidak lebih dari satu kata alias satu nama utama. Jikapun pemain Belanda ditulis dua kata, itu semata-mata karena nama van, misalnya, adalah nama tengah yang melekat beriringan di manapun nama keluarga disematkan. Itulah kenapa di kostum Robin van Persie tertulis van Persie seperti pendahulunya van Nistelrooy.
Jika nama pemain yang bersangkutan tersusun dari nama pemberian dan nama keluarga, maka yang umumnya dicetak di kostum resmi adalah nama keluarga. Itulah mengapa, nama Tontowi pada tampilan di layar televisi sebelum pertandingan ditulis sebagai TONTOWI, Ahmad. Begitu pula pasangannya, NATSIR, Liliyana. Aturan yang sama menetapkan keluarga dicetak dalam huruf kapital guna memudahkan pembacaan internasional.
Aturan standar western order ‘urutan kebarat-baratan’ yang menentukan urutan nama pemberian nama keluarga untuk semua publikasi internasional dikenal sejak digunakan masyarakat Perancis pada abad ke-13 kemudian dipopularkan Jerman pada abad ke-16. Untuk berbagai kepentingan, penulisan nama serangkai nama keluarga ini terkadang ditemukan dalam bentuk singkatan. Nama keluarga sering disingkat dengan hanya mencantumkan huruf depannya dirangkai dengan tanda titik persis setelahnya. Sayangnya, di punggung kostum Tontowi aturan ini tak terlihat sama sekali.
Seharusnya, di belakang huruf “T” pada seragam penting itu dibubuhkan tanda titik sebagai penegasan nama Tontowi yang adalah nama keluarga. Tapi entah siapa yang khilaf atau tidak peduli, penulisan singkatan nama di punggung seragam oleh sebagian pihak dianggap tidak jadi masalah besar dan terkesan diabaikan saja. Tidak ada titik di punggung Tontowi. Padahal, tulisan nama pada kostum pasangan tim lawan dicetak dengan benar, bahkan dengan menyingkat nama keluarga kedua pemain negeri gajah putih ini menjadi Saralee T. dan Sudket P..
Penyingkatan nama sesungguhnya tidak sulit. Ejaan Yang Disempurnakan dalam kitab bahasa kita mengatur salah satu fungsi tanda titik ada pada akhir singkatan nama. Nama Bacharuddin Jusuf Habibie disingkat menjadi B.J. Habibie, sedangkan nama yang terdiri dari dua kata seperti Taufik Hidayat bisa disingkat menjadi Taufik H., lengkap dengan tanda titik di belakang singkatan nama pemberian. Jika yang disingkat adalah nama tengah, akan tertulis Wahidin S. Husodo.
Aturan sama berlaku untuk singkatan nama lembaga, program, atau penulisan di plang-plang nama jalan. Tentu saja, penulisan dalam bentuk sulaman baju yang berbunyi S.W.A.T jelas salah karena kekurangan satu titik di belakang huruf “T”. Tapi untuk urusan satu ini, kita serahkan kepada pelaku usaha konveksi yang bisa jadi belum terdedah aturan tata bahasa.
Tentu saja kita tidak bisa menyalahkan PBSI semata untuk “kelengahan kecil” di kostum Tontowi. Perusahaan percetakan konveksi, sponsor, bahkan pemain sendiri bisa jadi dalang di balik kelirunya penulisan nama punggung. Kesalahan penulisan singkatan nama juga tidak hanya ditemukan di kostum tim nasional bulutangkis, tetapi juga di kostum pemain bola sepak, bola voli pantai, bahkan penulisan nama menteri oleh tim teknis stasiun televisi. Yang lebih parah, pernah dalam beberapa tayangan pertandingan tim nasional bola sepak kita ada tulisan-tulisan kostum semisal Okto.M dan Patrich.W yang titiknya justru ditulis di depan singkatan nama!
Perkara tanda titik yang hilang bisa jadi tak memengaruhi kecepatan shuttlecock ataupun tingkat fokus kedua pemain. Tidak bisa dianggap sebagai biang kerok tidak terbalasnya smes terakhir yang membuat Thailand memenangkan set ketiga. Akan tetapi bagi pemirsa yang mengerti aturan bahasa tulis, sesungguhnya ada rasa geli atas kekeliruan yang serasa terus diulang sejak dulu. Apatah lagi bagi para pemerhati Bahasa Indonesia yang juga adalah penggemar bulutangkis. Mungkin ini bukti kekalahan yang dialami tim nasional kita bahkan sebelum Ahmad Tontowi dan Liliyana Natsir mengayunkan raket.
====================
OPINI, Sebelumnya ditolak KOMPAS dengan catatan: √ kesulitan mendapatkan tempat.