Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Kuberikan Langit

23 Desember 2010   14:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:27 65 0
Jari-jariku saling beradu. Sisi-sisinya bergelisik satu sama lain.

Mereka saling menghangatkan, mengirim pesan berantai ke otak bahwa ia sedang berpikir keras.

Baik malam maupun siang langit selalu menjadi papan cermin dan papan tulis bagiku.

Luas, membahana bagaikan rona kehidupan yang kadang berwarna dan kadang hitam legam.

Aku tak tahu apa-apa tentang pikiranmu saat ini, melaju begitu saja bagaikan nyamuk yang tak mau diusik lebah.

Terlalu angkuh raga ini jika memintamu untuk sedikit mengingat masa lalu.

Kusimpan rapat-rapat lembar-lembar tulisan indahmu, tapi rapat pula kulipat kenangan pahit saat aku khilaf di depanmu.

Semuanya berbaur, membuncah ke atas menggantikan bintang-bintang.

Semua titik itu berkilau lebih terang daripada cahaya malam.

Mereka berkedip mengejekku sesekali.

Mereka tidak pernah mau berucap "Mazel Tov" kepadaku.

Mereka malam ini berpihak padamu.

Aku kembali merapatkan jemariku satu dan lainnya.

Kembali menenggelamkan diri dalam lamunan logis yang tak jelas ujungnya.

Otak lelakiku memaksa menyembunyikan perasaan untuk malam ini. Entah besok bagaimana.

Semua keluh kesahmu di depanku sudah menjadi bintang.

Cahayanya ada, walaupun mereka hanya mencarimu.

Mereka selalu tahu kau tidur di mana nanti.

Mereka bernyanyi setiap kali kau menarik napas.

Aku kini membuka telapak tangan, bukan sebagai Romeo atau Michael Angelo.

Aku hanya seiris hati yang terlalu memanjakan tempo.

Terlelap dalam rasa sakit atas kenangan pahit.

Malam ini dan esok, biarlah untukmu kuberikan langit.

[di batas dinding dekat atas dan bawah, saat kegelapan meradang]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun