*
Monalisa Saragih baru benar-benar memulai hidupnya ketika memutuskan pindah ke Yogyakarta. Ia berumur sembilan belas waktu itu. Dibekali satu tas berisi perlengkapan mandi, dua buku kamus, satu ensiklopedia mini, dan tulisan tangan dari pastor di gerejanya, Monalisa muda merasa peruntungannya menjadi seorang sekretaris tidak akan terlalu jauh. Ia mewanti-wanti agar bapak serta opung-nya bisa mengerti suatu hari, dan berhenti merisaukan tentang apa yang telah ia perbuat dalam pelarian panjang dari sekolah. Selama di bus dan di kapal ia hanya mencatat, termenung, dan menangis. Terkadang ia keluar ke geladak dan menyandarkan dua lengannya yang terlipat di pagar, begitu saja membiarkan angin kencang mengibas rambutnya ke selatan dan menderu bunyi gemuruh di telinganya. Ia merasa seperti seorang Maria dari Andalusia, yang pergi menjelajah menemukan ilmu dan pencerahan yang dicarinya. Akan tetapi terkadang ia merasa seperti seorang Amelia Earhart, yang terlalu nekat menjelajah udara hingga akhirnya hilang di antah berantah.