Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Horison

6 Oktober 2014   19:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:10 65 13

1

Waktu relatif pada pinggiran ruang,

gonta-ganti ramu teori.

Horison melewati sudut bumi,

Membelah dua muka

pada jatidirinya sendiri-sendiri.

Pada garis itu tidak ada yang rendah dan yang tinggi,

karena semua ilusi dan persepsi.

Bahtera jauh telah pergi,

entahlah jika untuk kembali.

Apa yang terlihat tinggal pucuk tiang kemudi,

dan pada saatnya akan kembali.

Teori…

dan kabut prasangka hendaklah sama.

Apa yang terlihat bukanlah yang sejati.

2

Apa yang kualami seperti mimpi,

datang dan mudah terlupa.

Seperti alasan duniawi,

menuntut tapi jarang memberi.

Aku bertaruh bahwa cinta akan datang,

seimbang kemudi bersama seseorang.

Aku ada di atas kapal,

terombang-ambing gelombang.

Pada saatnya mulut bertanya,

Apa gerangan yang menghadang.

Dia, lelaki itu, tersenyum dan menerawang.

Horison baginya adalah tempat mengadu,

menganyam tanya soal cinta yang gamang.

Tapi toh kepadanya garis takdir tidak menjawab.

Teori…

Apa yang terlihat bukanlah yang sejati.

3

Simpulan atas pertanyaan mestinya mudah saja

Adat memandang cinta adalah aturan alam.

Siapa bertaut siapa,

sudah diatur dalam langgam.

Tidak lebih tidak kurang.

Horison membentangi semua adat,

Mestinya ia tahu banyak cerita.

Juga nada-nada yang terus tergenggam,

yang tidak pernah terbang ke seberang sana.

4

Horison, seperti jatidirinya yang diam.

Ia sebenarnya tahu.

Ya, aku yakin ia tahu.

Untuk siapa aku dan untuk siapa dia.

Siapa bertemu siapa dan bagaimana ombak bercerita.

Ia adalah bentangan jawaban atas berbagai tanya,

Seperti kapan langit mencumbu ombak?

Atau mengapa harapan kerap bikin sesak.

Ya, aku yakin ia tahu.

Seperti apa cinta membentuk langgam,

bukan sebaliknya.

Aku pun yakin ia tahu,

ke arah mana aku mengayuh,

kepada siapa aku rela berpeluh.

5

Teori…

Aku bertanya kapan waktu berhenti.

Jikalau ia congkak untuk kembali.

Aku yakin siapapun tahu,

Cinta tidak bisa dihadang-hadang,

oleh ombak apalagi aturan usang.

Horison…

Aku mengadu sekali lagi,

Tidak, mungkin akan berkali-kali.

Kukira Adat memberimu makan sesekali,

Larung janji di atas rona melati.

Mungkin akhirnya waktu akan memberi ruang

melabuhkan bahtera yang menjemputku pergi.

--------------------------

Ilustrasi: inspiringwallpapers.net.

*

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun