Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Menikahi Jin

2 Juli 2024   13:06 Diperbarui: 2 Juli 2024   13:11 62 0
Namaku Karsih, aku dipaksa menikahi jin. Dan mereka akan membakarku kalau tidak menurutinya.
....

Malam kliwon pukul dua pagi, aku lahir dari seorang ibu yang bahkan tidak memiliki suami. Kakinya dirantai, tubuhnya diasingkan di dalam sebuah gubuk berukuran kecil. Tidak memiliki rasa sedih, tidak juga dengan bahagia dan hanya datar saja. Seperti perumpamaan hidup segan mati tak mau. Tapi begitulah kejadian sebenarnya, aku bisa lahir ke dunia ini meski tanpa mempunyai sosok ayah. Dan itulah membuatku sempat berpikir, apa aku benar-benar anak manusia?

Kenyataannya. Setelah tumbuh menjadi remaja aku menjadi sosok kembang desa yang cantik. Saking cantiknya, perempuan-perempuan gila itu begitu iri denganku. Tidak peduli bagaimana aku bersikap atau apa yang ingin kulakukan. Mereka semua tidak pernah memberikan hak. Gila!

Aku diurus oleh nenek dari ibuku karena ibuku sendiri sudah tidak ada akal sehat walaupun aku terkadang menerobos masuk untuk mengunjunginya sekadar duduk di sampingnya. Padahal dulu sejak kecil aku disebut gadis emas karena cukup pintar dan berbakat terutama dalam menari tarian khas desa ini. Aku cantik dan pintar. Tentu masa kecilku begitu disayangi oleh seluruh masyarakat di desa ini. Namun sekarang tidak.

Semua berubah terbalik. Ini terjadi setelah dukun itu datang ke desa dan menyebarkan berita yang sangat tidak masuk akal. Katanya akan ada bencana yang dialami desa oleh karenaku. Oleh karena aku terlalu bersinar ditempat yang didiami raja jin penguasa desa ini sehingga ia sudah memilihku menjadi pengantinnya.

Sebab ucapan dukun pendatang itu, pandangan masyarakat terhadapku menjadi berubah drastis. Aku langsung dijauhi oleh mereka, dizolimi, bahkan menjadi bahan bulanan ketika sedang berdekatan dengan mereka. Kejadian yang kualami ini memang tidak langsung, itu terjadi saat sosok dukun mengatakan bahwa ditanggal ini akan terjadi bencana dan ucapannya itu benar terjadi. Tiba-tiba memang ada kejadian tanah longsor dari sebuah tebing yang cukup dekat dari area yang dihuni oleh masyarakat dan akibatnya banyak rumah rusak sampai memakan beberapa korban. Semenjak itulah orang-orang jadi percaya perkataan dukun itu.

Akhirnya tidak ada yang mau membelaku lagi. Nenekku pun menjadi terasingkan di sini. Kamu berdua hanya mengandalkan singkong, sayur, dan ikan di sungai untuk makan sehari-hari. Tidak ada yang mau peduli lagi. Kami benar-benar hidup tersiksa sampai akhirnya nenekku yang sudah renta ditambah hidup yang makin sulit menghembuskan nafas terakhirnya dan meninggalkanku untuk hidup sebatang kara. Setelah nenek tiada, aku merasa sangat hancur bahkan sangat mengakhiri hidupku namun aku masih sedikit percaya bahwa aku bisa mengubah pandanganku terhadap masyarakat jika aku ini bukanlah pembawa petaka, mungkin suatu saat nanti mereka akan menganggapku lagi. Itu juga kata-kata yang sering terlontar dari mulut nenek. Makanya aku harus bertahan agar bisa membanggakannya di surga nanti.

Suatu sore, sesaat mengambil sayur di belakang rumah, aku kaget kedatangan sosok dukun yang sudah berdiri tak jauh dariku. Ekspresi wajahnya sangat aneh, menyeringai bagai seekor serigala, ia lama-lama mendekat, sangat dekat dan langsung meraih tanganku.

"Mau apa kamu! Jangan macam-macam atau aku akan teriak!" Seruku mengancam dukun itu.

"Silakan! Kau teriak saja. Lagi pula siapa yang akan membelamu di desa ini. Tidak ada. Kau hanyalah sebuah petaka!" Teriaknya membalas ancamanku.

"Berisik! Lepaskan tanganku!" Aku mencoba melepaskannya tetapi tenaga dukun itu lebih kuat. Bahkan tidak kupercaya bahwa ia berani-beraninya menjulurkan lidahnya ke wajahku.

"Tolong lepaskan," pintaku mulai ketakutan. Terlihat sekali bahwa dukun itu sudah kehilangan akalnya. "Jangan tolong jangan."

Sementara aku berusaha kabur darinya, aku susah mengeluarkan seluruh tenagaku untuk memberontak darinya, tetapi percuma. Akhirnya aku dibuat pingsan olehnya.

Aku terbangun dengan pakaianku yang sudah tidak ada dan hanya sebuah sarung yang sudah terlilit di tubuhku. Sekarang dukun itu sudah tidak ada, aku yang mulai sadar akan perihnya bagian bawahku sudah memahami yang terjadi. Aku tidak tahu harus apalagi. Hanya bisa menangis kencang. Aku benar-benar tidak bisa melaporkan ini, misalnya aku berusaha untuk melaporkan pasti tidak akan ada yang percaya padaku. Malah aku yang akan dituduh. Aku hanya bisa menangis saja sembari menyimpan dendam dan luka yang kuterima hari ini.

Dua minggu setelah kejadian itu, aku mual-mual dan merasa sangat pusing. Meskipun begitu aku tetap harus mencari makan dari kebun dan sungai. Namun, sakit ini sangat membuatku merasa kelelahan. Akhirnya aku hanya dapat mencari beberapa makanan saja. Setelah itu berbaring lemas di ranjang.

Aku terbangun kaget karena merasakan ada sesuatu yang menindihku. Ternyata itu sang dukun bejat. Entah darimana ia masuk, aku tak menyadarinya. Aku ingin melawan tetapi keadaanku sangat tidak bisa diandalkan, bahkan hanya setengah sadar saja melihat dukun itu melakukan hal-hal hina terhadapku sampai aku pingsan.

"Jangan khawatir, Jo. Gunakan saja ia sepuasnya. Nanti kita tumbalkan kalau ia melewati batas." Itulah terakhir kali ucapan yang aku dengan sebelum tak sadarkan diri.

Sama sekali aku tidak menyangka bahwa hidupku akan menjadi lebih mengenaskan daripada ini. Kenyataan hidup yang begitu Pahit. Sekarang aku sangat merindukan nenek. Ia pasti menangis melihat keadaanku seperti ini.

Tiga bulan berlalu, aku cukup tenang meskipun setiap hari dibayangi oleh ketakutan. Aku sangat takut kalau dukun itu akan mencariku lagi. Tapi juga perutku semakin membesar setiap harinya, sepertinya aku hamil. Sekarang aku jadi lebih takut keluar seperti orang gila dan menutup diri rapat-rapat agar tidak diketahui siapa pun. Aku setiap hari cuma mengambil sedapatnya makanan lalu langsung kembali ke rumah.

Namun beberapa waktu berlalu, tiba-tiba ramai orang datang ke rumahku, menggedor-gedor pintuku bahkan merusaknya. Beberapa orang menarikku paksa untuk segera keluar dari rumah, ada juga yang memukul dan menampar.

"Benar kan, yang saya bilang. Dia sedang hamil!" Kata salah satu orang sambil menunjukku. Seketika ramai perbincangan menuduhku yang tidak-tidak. Sementara aku ingin berbicara langsung dibungkam oleh dukun itu dan aku hanya bisa pasrah menatap tajam ke arah dukun itu.

"Wah! Ini sudah tidak benar. Wanita ini memang pembawa petaka bahkan sekarang hamil! Ini pasti dibuahi oleh jin, kan."

"Betul! Betul! Kita harus mengusirnya jauh-jauh dari desa ini! Setuju?" Dan semua orang mengiyakan hal itu. Aku diseret dari rumahku ke dekat balai desa.

"Sebentar warga-warga," ucap dukun itu tiba-tiba. "Kita tidak bisa langsung untuk mengusirnya begitu saja. Saya mendapat petuah dari raja jin di sini bahwa ia minta untuk digelar sebuah acara pernikahan dengannya."

Aku yang mencoba melawan sudah tidak berdaya lagi. Semua orang menatapku dengan sangat hina. Tapi semuanya menyetujui hal yang dikatakan dukun bejat itu. Maka dari itu, semua warga berbondong-bondong menyiapkan baju pengantin, beberapa bunga sekaligus sesajen dan langsung mengantarkanku ke arah dekat perbukitan.

Kemudian, aku dikenakan baju pengantin itu dengan paksa dengan tangan terikat dan mulut yang dibungkam. Aku di dirikan di sebuah pohon beringin besar dan lalu di ikat. Selang beberapa saat itu sang dukun bejat berpura-pura memulai ritual tersebut. Aku sangat marah! Aku sangat benci! Aku mengutuk mereka semua!

Setelah selesai ritual dan ikatanku dilepas, aku langsung kabur berlari ke arah hutan. Meskipun hari sudah mulai gelap, aku sudah tak peduli. Semua warga mengejarku tapi aku bisa lolos dari kejarannya. Lalu tibalah di depanku sebuah jurang yang keliatannya cukup dalam.

Dan tanpa berpikir panjang lagi, aku segera melompat ke sana. Aku tahu akan mati saat itu, tapi aku juga tahu bahwa sehabis itu penderitaan yang selama ini menimpaku akan segera lepas dan aku akan terbebas dari semuanya. Selamat tinggal dunia yang kejam, masyarakat yang terkutuk, dukun bejat. Semoga dendam ini akan selalu ada di desa ini sampai seluruhnya lenyap. Itulah kata-kata terakhirku sebelum cahaya bulan yang bersinar perlahan-lahan mulai redup dan gelap.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun