Film ini memperlihatkan kondisi pelarian Wiji Thukul yang dipenuhi dengan rasa ketakutan. Namun di saat bersamaan, Wiji Thukul tetap menulis puisi dan beberapa cerpen dengan menggunakan nama pena yang lain. Kehidupan tak nyaman juga dirasakan oleh keluarga Wiji Thukul di Solo. Sipon (Marissa Anita), istri Wiji Thukul, hidup penuh tekanan dengan pengawasan ketat polisi. Koleksi-koleksi buku Wiji Thukul pun disita dan Sipon sempat beberapa kali digelandang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Ia melarikan diri cukup jauh sampai Pontianak dan Sungai Kapuas yang berada di Kalimantan Barat agar tak diketahui pemerintah. Ia bersembunyi di rumah temannya, Thomas.
Thukul pindah dari rumah ke rumah agar tidak ketahuan polisi. Dalam pelarian itu ia mengaku bahwa hidup menjadi buronan lebih menakutkan ketimbang menghadapi sekumpulan orang bersenjata. Koleksi-koleksi buku Wiji Thukul pun disita dan Sipon sempat beberapa kali digelandang ke kantor polisi untuk dimintai keterangan. Film ini mengritik kentalnya budaya militer era Orde Baru dengan cara amat satir, cenderung lucu, dan cukup berbobot.