Cerita di atas hanya sekedar kisah fiktif yang dibumbui akan realitas yang ada di sekitar kita. apa betul? atau pertanyaannya "ah terlalu dibesar-besarkan" desa kita tidak ada masalah, aman-aman saja. asal bisa makan dan minum, tidur dengan nyaman kan artinya tidak ada masalah. problematika kemasyarakatan adalah hal yang lumrah, apalagi kita yang hidup di jaman SBY yang seperti ini, kalau sedikit-sedikit ada problematika ya kewajaran lah. Apa memang ini "cara berfikir kita" memandang desa ini.
Akhir januari adalah tonggak kesedihan yang seharusnya dirasakan oleh semua penduduk desa kita. Sang Guru sekaligus sesepuh desa kita tercinta telah mangkat menghadap sang pencipta. KH. Nawawi Abbas adalah sosok yang paling membuat saya terkesan, walaupun saya tidak lama belajar ilmu agama dengan dirinya tapi rasa-rasanya beliau senantiasa hadir dalam kehidupan saya. Sosoknya yang sederhana tapi disiplin menjadikan beliau begitu kharismatik. Banyak yang tidak tahu bahwa jasa paling terbesar beliau bagi desa kita adalah membebaskan desa kita dari buta agama islam. Perjuangan beliau yang begitu gigih dan tanpa kenal lelah membuahkan hasil yang dapat kita rasakan bersama.
Kesedihan yang terbesar adalah kita benar-benar kehilangan panutan sekaligus figur yang membuat kita berani untuk menancapkan semangat keagamaan dan kehidupan yang islami di desa kita.
Kepergian beliau setidaknya menjadi penggugah bagi kita generasi muda, kita sebagai muridnya, kita sebagai santrinya untuk melanjutkan perjuangan beliau yang tentunya belum usai.
Apa kita hanya mampu beradu argumen untuk menyelesaikan permasalah yang ada di desa kita? tentunya jika kita kembali lagi dengan pertanyaan siapa yang lebih bersih lebih suci untuk melanjutkan dakwah dan perjuangan melenyapkan berbagai maksiat yang ada di desa kita, sampai datangnya hari kiamat pun tidak akan ada jawabnya.