Anak-anak SD itu keluar dari gua dengan tekad bulat. Mereka akan menemukan Pak Adi, penambang yang tersesat di hutan terlarang. Buku harian Pak Adi menjadi petunjuk utama mereka.
Â
"Pak Adi menulis kalau dia menemukan sungai kecil," kata Rara, sambil menunjuk ke arah aliran air yang mengalir di antara pepohonan. "Mungkin kita bisa mengikuti sungai ini."
Â
"Benar, Rara," kata Beni, si pendiam yang paling pendiam. "Sungai ini mungkin mengarah ke tempat Pak Adi berada."
Â
Mereka berjalan mengikuti aliran sungai. Â Hutan terlarang semakin sunyi dan gelap. Â Pohon-pohon besar menjulang tinggi, Â menghalangi sinar matahari. Â Udara terasa dingin dan lembap.
Â
"Lihat! Â Ada jejak kaki di dekat sungai!" seru Maya, si pengamat yang paling teliti. Â "Jejak kaki ini seperti jejak kaki Pak Adi."
Â
"Benar, Maya," kata Dito, si penjelajah yang paling berani. "Jejak kaki ini mengarah ke sana."
Â
Mereka mengikuti jejak kaki itu. Â Jejak kaki itu membawa mereka ke sebuah tebing tinggi.
Â
"Tebing ini... Â seperti tebing yang Pak Adi gambarkan di buku hariannya," kata Tika. Â "Dia menulis kalau dia menemukan tebing ini, Â dan dia harus memanjatnya untuk mencapai puncak."
Â
"Kita harus memanjat tebing ini," kata Rara, si ketua kelompok yang selalu bersemangat. Â "Mungkin Pak Adi berada di puncak tebing."
Â
"Tapi, Â tebing ini sangat tinggi," Â kata Beni, Â si pendiam yang paling pendiam. Â "Aku takut."
Â
"Tenang, Â Beni. Â Kita akan bersama," Â kata Dito, Â si penjelajah yang paling berani. Â "Kita akan saling membantu."
Â
Mereka mencari pegangan di tebing. Â Mereka saling membantu, Â saling mendorong, Â saling menyemangati. Â Mereka memanjat tebing dengan susah payah.
Â
"Hati-hati, Â Dito!" Â teriak Rara. Â Dito hampir terpeleset. Â Rara dengan cepat menarik tangan Dito, Â menyelamatkannya dari jatuh.
Â
"Terima kasih, Â Rara," Â kata Dito. Â "Aku hampir saja jatuh."
Â
Mereka terus memanjat tebing. Â Semakin tinggi mereka memanjat, Â semakin jelas pemandangan di puncak tebing. Â Di puncak tebing, Â terdapat sebuah pohon besar yang menjulang tinggi.
Â
"Pohon itu... Â seperti pohon yang Pak Adi gambarkan di buku hariannya," Â kata Maya. Â "Dia menulis kalau dia melihat pohon itu, Â dan dia merasa lega karena dia merasa dekat dengan peradaban."
Â
"Mungkin Pak Adi berada di pohon itu," Â kata Rara. Â "Kita harus segera ke sana."
Â
Mereka akhirnya mencapai puncak tebing. Â Mereka bernapas dengan lega. Â Mereka melihat pohon besar itu, Â dan mereka melihat seorang pria duduk di atas cabang pohon itu.
Â
"Pak Adi!" Â teriak Rara. Â "Kami menemukanmu!"
Â
Pria itu menoleh. Â Matanya berbinar-binar. Â "Anak-anak! Â Kalian... Â Kalian menemukan aku!"
Â
Pak Adi turun dari pohon. Â Dia memeluk anak-anak itu dengan erat. Â "Terima kasih, Â anak-anak. Â Kalian menyelamatkan aku."
Â
"Tidak apa-apa, Â Pak," Â kata Rara. Â "Kami senang bisa membantu."
Â
Anak-anak itu membawa Pak Adi keluar dari hutan terlarang. Â Mereka membawa Pak Adi ke desa mereka. Â Warga desa menyambut Pak Adi dengan gembira. Â Mereka bersukacita karena Pak Adi telah ditemukan.
Â
Bersambung...
Â