Karena kelak bibirku juga turut dikubur ke dalam tanah.
Kata-kata yang terukir, menjadi jejak di atas kertas,
Menjadi saksi bisu, tentang kisah hidup yang pernah terjalin.
Â
Tinta hitam menari, menorehkan jejak di atas putih,
Membentuk kalimat, merangkai makna, mencipta cerita.
Di sana, terukir mimpi, asa, dan juga duka,
Terukir tawa, tangis, dan juga luka.
Â
Menulis adalah cara mengabadikan rasa,
Yang tak terucap, yang terpendam di relung jiwa.
Menulis adalah cara mengabadikan jiwa,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap hela napas.
Â
Tinta hitam menari, menorehkan jejak di atas putih,
Membentuk kalimat, merangkai makna, mencipta cerita.
Di sana, terukir mimpi, asa, dan juga duka,
Terukir tawa, tangis, dan juga luka.
Â
Menulis adalah cara mengabadikan kenangan,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap sudut hati.
Menulis adalah cara mengabadikan momen,
Yang tak terulang, yang terukir di setiap detik waktu.
Â
Tinta hitam menari, menorehkan jejak di atas putih,
Membentuk kalimat, merangkai makna, mencipta cerita.
Di sana, terukir mimpi, asa, dan juga duka,
Terukir tawa, tangis, dan juga luka.
Â
Menulis adalah cara mengabadikan diri,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap hela napas.
Menulis adalah cara mengabadikan jiwa,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap detik waktu.
Â
Ketika tubuhku tertidur dalam dinginnya tanah,
Ketika bibirku tak lagi mampu berucap,
Ketika mataku tak lagi memandang dunia,
Kata-kata yang terukir, akan tetap hidup.
Â
Mereka akan berbisik, tentang kisah yang pernah terjalin,
Tentang mimpi yang pernah terukir,
Tentang asa yang pernah terpendam,
Tentang jiwa yang pernah terlahir.
Â
Menulis adalah cara mengabadikan diri,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap hela napas.
Menulis adalah cara mengabadikan jiwa,
Yang tak terlupakan, yang terukir di setiap detik waktu.