Lika-liku hidup, bagai tarian liar, memaksa kita berputar tanpa henti.
Emosi bergelora, bagai ombak ganas, menghantam karang hati yang rapuh.
Â
Kita terjebak dalam pusaran ego,
Tak mampu melihat jalan keluar,
Hanya terpaku pada bayang-bayang masa lalu,
Yang terus menghantui, menjerat, dan menyiksa.
Â
Sayangku, bisik hati,
Mari kita jeda sejenak,
Menarik napas dalam-dalam,
Menyerahkan diri pada keheningan.
Â
Jeda dari bisingnya dunia,
Jeda dari hiruk pikuk jiwa,
Jeda dari cekikan ego yang membelenggu.
Â
Kau tak perlu lagi membalas pesan,
Aku tak perlu lagi menyapa.
Cukup biarkan waktu berbisik,
Menyentuh hati yang lelah,
Menyembuhkan luka yang menganga.
Â
Jeda ini bukan berarti berakhir,
Namun sebuah jeda untuk merenung,
Untuk menata kembali hati yang terluka,
Untuk menemukan kembali makna cinta yang sejati.
Â
Kita hanya perlu menunggu,
Menunggu restu Sang Illahi,
Yang akan menuntun kita,
Menuju jalan yang benar,
Menuju pelabuhan cinta yang damai.
Â
Jeda, sayangku,
Jeda untuk melepaskan,
Jeda untuk menemukan,
Jeda untuk mencintai dengan lebih dalam.