Masih ingatkah kamu ketika kita pertama bicara di layar sebesar sekian inci itu.. Ketika kita bertanya nama dan asal satu sama lain.
Di malam itu ketika aku sendiri, kamu datang memberiku sedikit kesejukan. Kita terus berbicara tanpa mengenal waktu, tentang hal apapun, tentang hidup. Walau aku tau kamu hanya orang asing dari negeri atah-berantah, yang aku tak tau mengapa kamu bisa disini.
Tanpa terasa hari-hari telah berlalu tiada hari yang tak terlewatkan bagi kita untuk selalu saling memberi kabar satu sama lain, aku merasa senang ketika menerima pesan darimu. Ketika handphone ku berdering lalu namamu muncul disana. Antusias tanpa batas.
Perasaan itu muncul tanpa diundang. Kenyamanan yang kamu berikan disaat kamu bilang cinta.
Hanya dalam bayangan imajinasiku saja aku bisa melihat senyummu, dan merasakan hangat pelukmu. Aku tak peduli, perasaan ini terlalu kuat dan mengalir deras tanpa terkendali.
Awalnya aku takut untuk terus memelihara dan menjaga perasaan ini. Namun setiap aku mendengar suaramu di ujung telepon sana entah mengapa aku merasa kuat. Tanpa peduli perasaan ini terus mengembang bagaikan bunga di usim semi yang terus disinari mentari.
Aku butuh kamu. Ya, hanya kamu.
Aku masih ingat betul saat-saat kamu berjanji akan datang ke tempatku. Aku masih ingat betul waktu kamu bilang kita akan pergi ke bioskop menonton film romantis berdua. Ah, anganku terlalu jauh. Lagi-lagi kamu tiup lagi angin kesejukan itu. Ku cari pembenaran atas perasaanku.
Lagu-lagu itu... Puisi-puisi itu....
Sadarku mulai muncul ketika aku merasa kamu saat sudah tak banyak lagi obrolan diantara kita. Dan ketika aku tahu ada sosok lain diluar sana. Bukan hanya satu, ternyata lebih. Hatiku bergejolak, aku kebingungan. Rasa sedih dan kebingungan bercampur adu. Ketika itu aku ingin menangis sejadi-jadinya, tapi entah mengapa aku tidak bisa. Kutarik napasku dalam-dalam mungkin ini hanya mimpi buruk.
Hatiku sakit bagai diiris sembilu, ku terbangun dengan mati rasa. Tersenyum pahit. Jangan pernah menganggapku kuat, Tali harapanku putus sudah. Air mataku akhirnya tumpah juga.
Kamu anggap perasaan ini adalah hal sepele. Datang dan pergi sesuka hatimu, Mencari pembenaran dan alasan untuk mendapatkan kepercayaanku lagi.
Aku muak! Kamu munafik!
Kamu yang sudah membuatku berangan terlalu tinggi.Merindukanmu setiap malam, mendengarkan lagu, yang dimana setiap lirik yang aku dengar selalu terbayang kamu dan aku yang menjadi pemeran utamanya.
Kau umbar kata-kata cinta untuk mendapat perhatian. Kau hanya ingin dipuja tanpa ingin memuja. Perhatian tanpa memikirkan perasaan, itukah yang kamu maksud? Kau sibuk kesana-kemari menawarkan cinta yang tidak pernah kau taruh hati didalamnya. Pengecut.
Tak perlu kau bicara tentang masa depan, karena mungkin hanya kegelapan yang akan menanti.
Ketulusanku yang ternyata kamu balas dengan penghianatan. Kemunafikanmu yang sunguh menyedihkan. Sungguh tak kusangka. Bagaimana bisa aku terlalu jauh memberikan hati ini untukmu. Ketika aku benar-benar merasa kamulah satu-satunya.
Melupakan hal yang pernah bertahta dihatimu bukan perkara mudah. Butuh waktu, cepat atau lambat. Pedulimu terhadapaku, buanglah jauh-jauh. Aku baik-baik saja. Tak perlu kau tanya lagi kabarku. Aku baik-baik saja. Waktu yang akan menjawab semuanya.
Meskipun hanya sebentar, tapi kamu telah memberiku sedikit rasa cinta. Ya, cinta semu yang kau bungkus rapi dengan ketulusan palsu.
Aku memang tidak pernah betul mengerti apa itu cinta, tapi satu hal yang aku tau tentang cinta, yaitu sebuah keindahan yang hanya bisa dirasakan oleh hati. Hati yang tulus.
Suatu hari mungkin kamu akan mengerti kalimat ini :
"If you came to me and said 'there are two people in the world who want you more than anything; they'll do their best, they'll make some mistakes, and you'll only get them for a short time, but they will love you more than you can ever imagine.' Well, when that's true, I'd say 'so much is possible.'”
Hanya sang waktu yang mampu menyembuhkan. Cepat atau lambat.
@affifahnur