Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Sekolah Masa Depan

9 Oktober 2012   07:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:02 231 3

Belum genap satu semester, Dinas Pendidikan telah menarik kembali guru PNS yang diperbantukan di sekolah kami. Dalihnya adalah pemerataan jam mengajar.  Alasan sertifikasilah yang harus mengharuskan seorang guru mengajar 24 jam. Dinas Pendidikan mengambil kebijakan seperti ini, karena beberapa waktu yang lalu, dalam kenyataan di lapangan ada sekolah yang kelebihan guru dan sekaligus kekurangan guru.

Dalam sebuah pertemuan dua tahun lalu, semua guru yang telah menerima sertifikasi diberi penjelasan tentang kebijakan pemerataan guru di wilayah Yogyakarta. Ditayangkan kondisi riil jumlah guru yang tersedia dengan jumlah kelas yang ada.  Beberapa sekolah mengalami kekurangan guru, ada pula yang kelebihan. Bagi sekolah yang kelebihan, harus mengikuti kebijakan Dinas Pendidikan, yaitu menempatkan sejumlah guru untuk ditugaskan di luar daerah dalam satu propinsi.

Kebijakan pemerataan guru ini akan digulirkan ke tingkat nasional. Sehingga, bisa jadi yang dulunya pernah mengajar di luar jawa, akan kembali lagi ke luar jawa apabila guru tersebut termasuk kriteria yang harus dipindahkan. Pemerintah juga telah kerjasama dengan pihak swasta. Guru Tetap Yayasan akan mendapat perlakuan yang sama, seperti guru PNS.

Kebijakan pendidikan seperti ini, saya melihat temporal. Tidak sungguh-sungguh menatap ke masa depan. Kalau kebijakan sertifikasi guru berpindah haluan, bukan hanya penataan yang guru, tapi kebijakan mendasar tentang pendidikan akan berubah. Sehingga seakan-akan pendidikan bergantung pada penguasa.

Melihat masa depan, sebaiknya model pendidikan yang bagaimana supaya kualitas pendidikan semakin meningkat?

Guru

Dalam beberapa hal, kecenderungan penilaian kinerja guru masih bersifat administratif. Belum sampai pada menyentuh permasalahan yang sesungguhnya. Seorang guru memang harus menguasai paedagogik dan profesional. Karena tuntutan jaman, ilmu mengajar jaman dahulu dengan sekarang jelas berbeda. Demikian juga penguasaan guru terhadap materi pelajaran. Sehingga seorang guru mesti mengikuti alur perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Guru yang baik, menurut saya adalah guru yang berhasil menstranfer ilmu kepada anak didiknya. Keberhasilan ini dapat dilihat secara gamblang dengan melihat hasil perolehan nilai ujian semester atau ujian nasional. Kalau seorang guru berhasil meloloskan siswanya melalui dua ujian tersebut, saya berani mengatakan bahwa guru itu professional. Ini berlawanan dengan penilaian guru oleh Dinas Pendidikan yang lebih mengandalkan administratif.

Setelah dilakukan penyeleksian berdasarkan guru professional, dan dilakukan pendokumentasian stok guru berdasarkan katagori, Dinas Pendidikan  menyebar guru-guru tersebut ke kantong-kantong kemiskinan intelektual. Penyebaran guru ke sekolah lebih berdasarkan pada prestasi. Bukan berdasarkan kekurangan atau kelebihan jumlah nya.

Siswa

Di masa depan, sekolah mengurangi pembelajaran lewat sistim klasikal. Cara klasikal dirasakan masih menyamaratakan kondisi siswa. Adanya pengelompokan siswa berdasarkan tingkat intelektualitas tertentu patut dipertimbangkan. kecil kemungkinan seorang siswa dalam waktu yang hamper bersamaan mengikuti kelompok yang berbeda. Sebab seorang siswa sangat kecil kemungkinannya mahir dalam segala bidang. Seorang siswa yang cerdik dalam ilmu hitungan, biasanya lemah dalam linguistik. Demikian pula sebaliknya.

Bila sistim pengelompokan ini dapat berjalan, di masa depan tidak aka nada lagi dualisme pintar-bodoh. Yang ada hanyalah kelompok mata pelajaran, sebab setiap siswa telah memiliki kemampuan intelektual dan ketrampilannya sendiri-sendiri. Sistim SKS yang akan diberlakukan patut diapresiasikan.

Kemungkinan besar lainnya, adalah siswa mengalami mengikuti pelajaran tertentu di sebuah sekolah tertentu. Siswa tercatat secara administrasi di sekolah X. Namun dalam proses pembelajaran, bisa jadi ia berada di sekolah Y.

Tempat.

Penetrasi kemajuan Teknologi Informasi akan membongkar sekat-sekat kelas. Mendobrak tradisi off line menjadi on line. Sumber pengetahuan tidak bersandarkan dari guru semata. Pembelajaran on line menjadi primadona. Sekolah di masa depan bukan berisi orang yang gaptek.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun