Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Masih Lustrum

31 Juli 2010   07:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:25 68 0
Begitu aba-aba dibunyikan, seketika langkah kaki jalan sehat dalam rangka lustrum ke-11 dimulai. Murah, meraih, kolosal dan pastinya ramai serta menyehatkan. Menyusuri jalan di beberapa wilayah dalam satu kecamatan, cukup membuat pegal kaki bagi yang tidak terbiasa jalan atau olah raga. Lintasanpun tak seberapa jauh. Yang penting jalan. Setelah tiba kembali ke sekolah, anak-anak langsung disajikan hiburan dan makanan yang dibawa sendiri. Band anak mengawali hiburan pagi, yang dihias sinar matahari yang hangat. Wajah terlihat fress, karena hari itu tak ada pelajaran (sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan siswa dan juga guru). Loma adzan, Cerdas Cermat Agama (CCA) mengambil posisi lain. [caption id="attachment_211381" align="aligncenter" width="300" caption="numpang nampang"][/caption] Balon siap dilepas untuk melayang diangkasa. Tak ada hadiah memang, hanya ucapan selamat bagi yang menemukan. Konsep perayaan seperti ini mengapa masih saja menggunakan balon. Apa tidak ada yang lain? Budaya yang masih bertahan hingga kini. Tak tahu pasti siapa yang pertama kali mempeloporinya. Karaoke adalah mata acara yang paling heboh. Sebagai bentuk toleransi yang setengah dipaksa, semua kelas harus mengirimkan wakilnya. Jadilah peserta mendadak nyanyi. Nada yang keluar tidak pas dengan nada dasar pada saat technical meeting. Suara alto, sopran, semi cengkok berbaur jadi satu. Toh, semuanya hepi-hepi saja. [caption id="attachment_211379" align="aligncenter" width="300" caption="tak sungkan walau harus senggol-senggolan"][/caption] Guru-siswa berbaur, senang bersama, nyanyi bersama. Bukankah demikian konsep belajar? Andai bisa diterapkan pada waktu pembelajaran. Guru pegang instrument, anak menyanyi, demikian sebaliknya. Andai bisa diterapkan metode ini dalam konsep pembelajaran.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun