MOS merupakan agenda rutin bagi sekolah. Tujuan utamanya adalah untuk memperkenalkan lingkungan sekolah. Cara belajar, sistim pembinaan siswa, visi dan misi sekolah adalah hal-hal yang harus dikenalkan pada anak didik baru. Metode ini mujarab agar siswa baru cepat beradaptasi. Nakun dalam kenyataan, masih ada yang memainkan MOS menjadi arena perploncoan. Hampir selalu ada korban kekerasan pendidikan yang dibingkai MOS. Model seperti ini sudah menyimpang dari tujuan awal, yaitu pembinaan siswa baru yang reflektif.
Kali ini, sekolah mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Masjid Gede Kauman, Langgar KHA Dahlan dan Kraton Yogyakarta. Sudah 3 tahun ini, siswa baru digiring ke Taman Pintar. Tahun ini, sekolah mengajak siswa untuk menikmati dan mengamati budaya kraton. Sebuah situs budaya yang mudah dijangkau dan murah.
Mungkin, di benak siswa wisata ke kraton akan sama sengan Museum, kuno, kaku, kurang terawat, isinya tidak berubah dll. Pendapat itu benar adanya. Karena kraton memang secara hirarkis politik tidak memiliki kekuasaan. Kraton seperti halnya kerajaan lainnya kekuasaannya telah digerogoti. Sistem pemerintah  menghendaki agar demokrasi. Dipilih langsung oleh rakyat. Oleh karenannya kerajaan di Yogyakarta hanyalah simbol.
Meskipun simbol, kraton Yogyakarta dapat telah memainkan peran yang vital di republik ini. Saat daerah-daerah lain jatuh dalam genggaman kompeni, kraton Yogyakarta masih mampu menyangga republik di mata dunia. Karenannya berkunjung ke kraton ibarat membuka lembaran sejarah, agar generasi muda mengetahui perjalanan republik ini.
Di masa mendatang mungkin akan lebih baik bila Dinas Pendidikan akan menelurkan kebijakan lebih terinci lagi tentang pembinaan siswa. Bukan hanya sekedar jalan-jalan dan melihat, tapi lebih mengarah ke kajian. Siapa tahu generasi muda akan menemukan bentuk pemerintahan yang ideal sesuai dengan jamannya.