Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Liga Indonesia Harus Tetap Ada

4 Desember 2011   18:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 483 0

Tidak usah lagi membahas mengapa kita harus kecewa, mengapa kita prihatin dan mengapa kita marah atas ‘perang dingin’ IPL dan ISL. IPL (Indonesian Premier League) yang sejarahnya digulirkan sebagai tandingan kompetisi resmi PSSI waktu itu, ISL (Indonesia Super League) oleh pengusaha Arifin Panigoro dkk. pada akhirnya mampu menduduki jabatan ‘gila’ PSSI yang kolot dan keras kepala. Hingga kini, PSSI era baru berhasil meng-eksiskan IPL dan merangkul bekas kompetisi era lama ISL untuk bergabung. Namun, yang terjadi justru ISL tidak mau bergabung dan mendirikan kompetisi sendiri di bawah naungan badan yang sejak lama mengelola liga Indonesia, BLI atau PT Liga Indonesia. Konflik berlarut-larut hingga musim 2011/2012 baru berjalan dua/tiga pekan tetapi sudah memakan waktu hampir separuh musim.

Pada hakikatnya penciptaan kompetisi liga (professional) yang menjadi dambaan PSSI dan masyarakat Indonesia bertujuan untuk meningkatkan prestasi Timnas Indonesia di ajang internasional. Akan tetapi, tujuan sudah mulai bergeser sejak liga-liga di Eropa meng-industrikan sepakbola sebagai olahraga yang menghasilkan profit dan mata pencaharian tersendiri. Selain itu, unsur entertainment yang melekat pada olahraga paling populer di dunia ini menjadikan liga dan kompetisi sepakbola dinanti oleh insan sepakbola seluruh dunia dan Indonesia. Pergeseran tujuan utama ini adalah wujud bahwa sepakbola memiliki banyak manfaat bagi semua lapisan masyarakat baik di bidang sosial, politik, budaya dan pariwisata.

Oleh karena itu, liga dan kompetisi harus tetap eksis dan ada. Apalagi di negara dengan lebih dari 250 juta penduduk ini. Mari kita renungkan, tanpa liga, bagaimana Titus Bonai, Patrich Wanggai, Abdul Rahman, Egi Melgiansyah, dan kawan-kawan mendapat penghasilan sehari-hari. Itu masih lumayan menjadi bagian dari Timnas yang bergelimang bonus, yang tidak dipanggil Timnas bagaimana nasibnya? Bagaimana seorang Ardan Aras, Dony F Siregar, Pitono dan kawan-kawan menafkahi keluarganya? Jika dihubungkan dengan tulisan yang menjadi headline Kompasiana itu, apakah mereka akan melamar atau bahasa kasarnya “mengemis” mencari pekerjaan ke klub-klub di liga negara tetangga yang secara peringkat masih di bawah Liga Indonesia? Ya kalau diterima lamarannya, kalau tidak? Bagaimana pula nasib SSB yang mendidik generasi muda pemain sepakbola untuk berkarier di klub lokalnya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun