Sepenggal percakapan di atas cukup membuat orang Jawa (atau yang bisa berbahasa Jawa) bangga dengan warna yang terdapat dalam cara berkomunikasi suku terbesar di Indonesia ini. Bahasa Jawa tidak hanya terkenal dengan tingkatan kastanya, melainkan corak yang terdapat pada perbedaan baik logat maupun penulisan masing-masing daerah. Di Jawa Tengah dan Jogja khususnya Solo, bahasa Jawa dijadikan mata pelajaran pendidikan dasar sembilan tahun. Karena kultur yang mengharuskan kepada adab dan sopan santun terhadap sesama dan orang yang lebih tua maupun orang yang baru dikenal, maka bahasa yang menjadi salah satu instrumen untuk mewujudkan proses itu harus diajarkan kepada setiap anak didik keturunan maupun yang berdomisili di Solo dan sekitarnya. Ini imbas dari digunakannya bahasa Jawa sebagai bahasa kerajaan Mataram Islam di Surakarta dan Jogjakarta.
Secara umum Bahasa Jawa mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal ini karena beberapa bahasa Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik, undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.
Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Sebagai tambahan, terdapat bentuk bagongan dan kedhaton, yang keduanya hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama, krama inggil, bagongan, kedhaton.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya register itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.
Sedangkan penyebaran bahasa didominasi oleh penduduk Jawa yang merantau, membuat bahasa Jawa bisa ditemukan di berbagai daerah bahkan di luar negeri. Banyaknya orang Jawa yang merantau ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa keMalaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan RepublikIndonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah :Lampung(61,9%),Sumatra Utara(32,6%),Jambi(27,6%),Sumatera Selatan(27%). Khusus masyarakat Jawa diSumatra Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayahDelisehingga kerap disebut sebagaiJawa DeliatauPujakesuma(Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui programtransmigrasiyang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda. (www.wikipedia.org)
Selain di kawasanNusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar diSuriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian diKaledonia Barubahkan sampai kawasanArubadanCuracaosertaBelanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayahGuyana PerancisdanVenezuela. Pengiriman tenaga kerja keKorea,Hong Kong, serta beberapa negaraTimur Tengahjuga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.
Dari persebaran bahasa Jawa, terdapat corak dan variari bahasa (dialek) dari beberapa daerah di Jawa. Klasifikasi berdasarkan dialek geografi mengacu kepada pendapat E.M. Uhlenbeck (1964) Peneliti lain seperti W.J.S. Poerwadarminta dan Hatley memiliki pendapat yang berbeda.
Kelompok Barat
1.    dialek Banten
2.    dialek Cirebon
3.    dialek Tegal
4.    dialek Banyumasan
5.    dialek Bumiayu (peralihan Tegal dan Banyumas)
Tiga dialek terakhir biasa disebut Dialek Banyumasan.
Kelompok Tengah
1.    dialek Pekalongan
2.    dialek Kedu
3.    dialek Bagelen
4.    dialek Semarang
5.    dialek Pantai Utara Timur (Jepara, Rembang, Demak, Kudus, Pati)
6.    dialek Blora
7.    dialek Surakarta
8.    dialek Yogyakarta
9.    dialek Madiun
Kelompok kedua ini dikenal sebagai bahasa Jawa Tengahan atau Mataraman. Dialek Surakarta dan Yogyakarta menjadi acuan baku bagi pemakaian resmi bahasa Jawa (bahasa Jawa Baku).
Kelompok Timur
1.    dialek Pantura Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro)
2.    dialek Surabaya
3.    dialek Malang
4.    dialek Jombang
5.    dialek Tengger
6.    dialek Banyuwangi (atau disebut Bahasa Osing)
Kelompok ketiga ini dikenal sebagai bahasa Jawa Wetanan (Timur).
Kata-kata umum (ngoko) yang membedakan antar dialek, biasanya adalah :
Jatim
Maeng onok wong guedhe, lueemu.. tuibo.. tekok genteng gruoobyaakkk !! bareng dicedheki kuejet-kejet terus muaatek !! Jateng
Mau ono uwong jan giedhe tur lemu... ceblok soko genteng... mak tlenik.... or ...mak tlebuk... njur dicedhaki, sakolo klenger banjur mati.
Jateng : ning Jatim : ndek Cirebon: ning / nang Jateng : montor Jatim : sepeda Cirebon: motor Jateng : sepeda Jatim : pit Cirebon: pit Jateng : sithik Jatim : thithik Cirebon: setitik Jateng : dhuwur Jatim : dhukur Cirebon: duwur Jateng : banget - suwe banget Jatim : temen - suwe temen Cirebon: pisan - suwe pisan Jateng : ngapusi - diapusi Jatim : mbujuki - dibujuki Cirebon: mbebodoh - dibebodoh Jateng : marahi - diwarahi Jatim : muruki - diwuruki Cirebon: maiweruh - dipaiweruh Jateng : nggatekke - digatekke Jatim : ngreken - direken Cirebon: nganggep – dianggep
Jatim - tibo = manusia - runtuh/ceblok/lugur = barang, mis : buah, buku dll Jateng - tibo = barang - rutuh/ceblok = manusia
Unik kan? Hayo siapa yang mau menambahkan keanekaragaman bahasa Jawa...?