Sudah saatnya PSSI berpikir ulang tentang apa yang telah diputuskan untukmenunjuk Benny Dollo sebagai pelatih Timnas Senior. Saya bukan penggemar Bendol. Saya juga kurang menyukai gaya sepakbola yang diterapkannya. Iya memang, prestasi membawa Persita menjadi klub yang bagus kala itu dan membawa Arema merebut Copa Indonesia tak dipungkiri adalah karya nyata darinya. Namun, setelah itu, gaya kepelatihan Bendol sangat biasa. Mudah dibaca lawan. Hal ini yang membuatnya gagal total ketika kembali melatih Persita sebelum akhirnya membesut Timnas. Kini, prestasi yang ditorehkannya tak menular sama sekali di Timnas Merah Putih. Gagal di AFC Cup, dan Hampir Gagal (terakhir ditahan imbang di kandang sendiri versus Kuwait) di Kualifikasi Piala Asia yang akan membuat Indonesia absen semenjak rutinitasnya dalam kompetisi terbesar benua Asia itu.
Benny banyak dikritik tentang pemilihan pemain dan gaya permainan. Pemilihan pemain sangat biasa. Biasa dalam hal ini hanya memilih pemain langganan Timnas tanpa menemukan pemain berbakat di SuperLiga. Gaya permainannya pun biasa. Pertahanan tak sekokoh waktu dilatih Ivan kolev di Piala Asia 2007, sisi menyerang juga tak lebih baik dibanding Petr Withe di Piala AFC dua periode yang lalu.
Kita juga paham kalau PSSI sedang dalam tekanan untuk memilih pelatih lokal pasca gagalnya Timnas dibawah Ivan Kolev, pelatih luar negeri kala itu. Kalau toh harus memliih, kenapa bukan pelatih yang punya prestasi di klub seperti Rahmad Darmawan yang mengantar Sriwijaya FC mencapai double winners.
Saya sendiri lebih memilih seorang Dainel Roekito (lokal) atau Jaksen Tiago (non lokal). Ada yang mengusulkan Guus Hiddink. Tapi menurutku ngga cocok. Guus Hiddink terlalu mahal, satu. Yang kedua, belum tentu taktik Guus mudah dicerna pemain timnas.
Gaya permainan kolektif Daniel cukup mumpuni. Prestasinya membawa Persik Kediri ke tangga juara liga plus mengukir sebuah gaya permainan yang mengutamakan tim kolektivitas yang bisa saya sebut sebagai Mahzab Persik. Kini, meski Persik tak lagi diasuh olehnya , coba liat permainan Persik enak ditonton, menghibur, menyerang, tak pantang menyerah dan mirip Arsenal. Sedangkan Jaksen, prestasinya tak diragukan lagi, membawa Persebaya dan Persipura juara Liga. Gaya permainannya bisa saya sebut mirip Barcelona-nya Pep Guardiola. Trio striker musim lalu (Boaz, Beto dan Jeremiah) mirip bagaimana yang diterapkan oleh trio Barca (Henry, Messi, Etoo)..
Kita tunggu saja apa yang akan diperbuat petinggi PSSI setelah kompetisi Pra Piala Asia berakhir dengan lolos atau tidaknya timnas…
Bravo Indonesia… Go Indonesia…!!!