Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Tewasnya Freud

19 Oktober 2011   03:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:47 91 0


Sore hari sekitar pukul lima, Ford dan Han sudah duduk kembali di sebuah ruangan di dalam rumah mereka. Sebuah ruang kecil berisi sebuah meja dan empat buah kursi sofa kecil. Sambil minum teh mereka berbincang, dan Ford mencoba mengorek informasi perihal orang yang mengajaknya mengarungi samudera tadi pagi.


“Oya, Han, aku hanya ingin tahu, siapa sih sebenarnya keluarga Rossberg?”

Han tersenyum dan nampaknya ia tak keberatan menceritakan bagaimana kisah keluarga Rossberg. Ford pun langsung memajukan tubuhnya dari sandaran kursi dan memasang wajah serius untuk mendengarkan.

“Aku tidak terlalu tahu banyak tentang keluarga Rossberg sekarang ini” kata Han mengawali ceritanya dan kemudian membangkitkan tubuhnya dari kursi dan berdiri. “Yang kutahu, Rossberg memiliki dua orang putra dan satu orang putri. Putra sulungnya yang sekarang menangani semua perusahaan Rossberg Corporation. Sementara putrinya sudah menikah dengan orang Jerman dan tinggal bersama suaminya di sana. Nah, yang tadi bertemu dengan kita itu adalah putra bungsunya, dia lebih memilih hidup mandiri ketimbang harus ribut dengan kakaknya perihal kekuasaan Rossberg Corporation yang telah diwariskan oleh ayah mereka. Nicky pun berjuang sendirian dalam hidupnya. Ayahnya memang lebih sayang kepada kakaknya karena selain putra sulung, kakaknya lebih terlihat mahir dalam mengurus bisnis tersebut. Sedangkan pandangan ayahnya terhadap Nicky, ia lebih di pandang ke arah anak yang manja. Tetapi kenyataannya sekarang, malah justru Nicky yang sanggup hidup mandiri, bahkan sekarang Nicky yang memegang kekuasan satu buah perusahaan ayahnya, Rossberg Cuise. Meskipun hanya satu, Rossberg Cruise-lah yang memiliki aset paling besar dibanding perusahaan-perusahaan yang dipegang kakaknya. Segala apa yang dimilikinya sekarang seperti rumah, mobil dan lain-lain adalah hasil jerih payahnya di perusahaan tempat dia bekerja. Kalau tidak salah bernama Cross Company. Aku juga kurang faham mengenai detail perusahaan itu, hanya yang kutahu perusahaan itu bergerak di bidang konsultan keuangan” jelasnya panjang lebar tentang keluarga Rossberg.

“Lalu sudah berapa lama kau tak bertemu dengannya?”

“Ah, kira-kira tiga tahunan lah. Sebab dia sibuk meniti karir dan kuliah”. Jawab Han sembari menghadap keluar jendela dengan mata yang memandang jauh.

“Kapan kau terakhir bertemu, hingga akhirnya ia bisa menjemputmu kemari?”

Han berbalik, “Oh, beberapa hari lalu, aku bertemu dengannya di mall. Dan kuberi saja ia kartu namaku”

“Apa kau tidak merasa aneh Han?”

“Apanya yang aneh kawan?”


“Emm.. Maaf, begini maksudku. Teman lamamu yang setelah tiga tahun tidak bertemu, dan sekalinya bertemu langsung mengajakmu berlayar. Menurutku harus ada alasan yang jelas Han...” kedua pangkal alis Ford kini menyatu. Sepertinya perlu bukti kuat untuk menghilangkan rasa aneh Ford.

“Lalu, kenapa tadi pagi kau terima begitu saja kawan?” kata Han dengan tersenyum menanggapi keheranan kawannya itu.

“Yaaa..” katanya agak bingung, Ford menggaruk-garuk kepalanya. “Karena kapan lagi kita bisa naik kapal semewah itu? Pendapatan kita selama ini, hanya cukup untuk hidup kita. Ini peluang emas bukan?” katanya dan diakhiri dengan mengangkat-angkat alisnya.

Tak hanya tentang keluarga Rossberg, Ford dan Han pun membahas mengenai berita-berita di koran dan media elektronik. Tak ketinggalan, mereka selalu mencari berita terbaru mengenai kota Downtown. Nampaknya aroma dendam akan kenyataan pahit yang harus mereka terima tak kunjung menghilang. Justru semakin sering mereka menemui kasus-kasus kriminal, semakin dalam pula bayangan saat dimana mereka menemui kedua orang tuanya untuk terakhir kalinya dalam keadaan tubuh kedua orang tuanya hangus terbakar. Terkecuali Han, yang hanya dapat melihat tubuh hangus dari ibunya, karena tubuh ayahnya telah hancur lebur.

Tak sedetik pun ingatan itu lepas dari fikiran mereka. Bahkan setiap hembusan nafas mereka, seolah terus memburu kebenaran akan tragedi itu. Setelah Maxtor Company hancur, kini giliran Brood Ltd. yang mengalami kemajuan pesat dalam bisnisnya. Sebab jenis bisnisnya sama dengan Maxtor Company. Dengan menghilangnya Maxtor Company, maka Brood Ltd-lah yang paling siap menggantikannya. Sementara kompetitor-kompetitor lain bagaikan sekuntum bunga yang masih kuncup, sulit mekar atau bahkan mungkin langsung layu sebelum sempat berkembang.

Karena terlalu seru dan asyik berbincang-bincang, mereka tak sadar bahwa waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Han sudah siap beranjak tidur kala itu, sementara Ford masih belum mengantuk dan ingin melihat-lihat majalah dan koran-koran tadi pagi sejenak.

Namun tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk seseorang. Ford beranjak membukakan pintu untuk tamu tersebut. Ternyata, telah berdiri seorang pria dengan tubuh tinggi, gemuk dan tegap di depan pintu. Inspektur James, teman Ford.

Ford dan Han mengenal inspektur James semasa sekolah SMA, inspektur yang saat itu masih murid SMA adalah kakak kelas dari mereka berdua. James adalah putra seorang kepala kepolisian di Naszran. Ia pernah menyaksikan sendiri kegigihan Han dan kecerdikan Ford dalam menangani sebuah kasus, oleh karenanya bila ada kasus inspektur James selalu menghubungi mereka berdua untuk membantu pihak kepolisian.

“Oh, Anda rupanya inspektur..” kata sambutan dari Ford sambil menjulurkan tangannya.

Dan inspektur menjabat tangan Ford seraya berkata, “Ya, apakah kedatanganku mengganggumu?”

“Ah, tentu tidak, inspektur... Silakan masuk”

“Terima kasih”

Mereka berdua pun berjalan menuju ruangan tempat Ford dan Han biasa berbincang-bincang sambil minum teh. Malam ini tidak seperti malam sebelumnya, dimana cuaca malam itu sangat cerah. Bintang-bintang pun gemerlapan di langit yang gelap. Karena mendengar suara inspektur James, Han pun keluar dari kamar dan menyapanya.

“Halo inspektur, apa kabar?”


“Baik-baik saja, Han. Wah, kedatanganku nampaknya mengganggu waktu istirahat kalian ya?” tanya inspektur dengan nada yang agak sungkan.

“Ah, tidak juga inspektur. Tidak usah sungkan dengan kami. Sepertinya Anda datang membawa sebuah berita..” kata Han dengan agak sedikit bersemangat.

“Ya, benar sekali.. Tadinya saya dari kantor kepolisian menuju lokasi. Ada kasus.. Apakah kalian masih ingin membantu kepolisian?”

“Oh, dengan senang hati, inspektur” jawab Ford yang disertai anggukan kepala yang mantap dari Han.

“Kalau begitu jangan mebuang-buang waktu, kita langsung berangkat saja ke sana” lanjut inspektur James dengan riang.

“Baiklah, kalau begitu”

Ford dan Han segera mempersiapkan diri. Mereka mempersiapkan perlengkapan pribadi, tak mungkin ketinggalan rokok beserta pemantik apinya. Dalam waktu beberapa menit, mereka pun sudah siap untuk berangkat. Mereka bertiga berangkat dengan mobil yang dikendarai oleh inspektur James. Letak kantor kepolisian, lima ratus meter dari Naszran Foundry ke arah Utara. Sementara lokasi tempat kejadian perkara (tkp), di sebelah selatan Naszran Foundry.

Sepuluh menit kemudian, mereka bertiga telah sampai, terlihat kesibukan dari pihak kepolisian mengamankan rumah yang sejatinya telah menjadi tkp, tak ketinggalan petugas forensik pun juga sedang menjalankan tugasnya. Menurut keterangan bawahan dari inspektur James, ada tiga orang yang adalah keluarga korban dan dua orang lain yang bekerja pada keluarga tersebut, diduga salah satu diantara mereka-lah pelakunya.

“Kurasa lebih penting mengetahui jejak-jejak dari tkp terlebih dulu inspektur..” celetuk Ford.

“Ya, benar kata Ford. Saya setuju.. Bagaimana bila kami diantar saja langsung ke lokasi korban?” sambut Han.

“Ya, baiklah..” jawab inspektur menyetujui. “Dan untuk Anda, tolong dipersiapkan data-data yang kedua detektif ini inginkan untuk penyelidikan lebih lanjut..” perintah inspektur kepada bawahannya.

“Siap laksanakan..!” jawabnya singkat dan tegas.

Inspektur mengajak Ford dan Han menuju lokasi yakni sebuah kamar yang terletak di bagian depan rumah dekat dengan ruang tamu. Di kamar itu, korban tinggal bersama isterinya yang kini sedang menunggu pemeriksaan polisi di luar sana.

Ford agak kurang sabar, namun dibalik sifatnya yang kurang sabar, ia cukup teliti. Ia langsung masuk ke dalam kamar dan melihat kondisi korban. Ford memosisikan tubuhnya yang tinggi tegap itu setengah berjongkok tepat di sebelah kepala korban.

Korban yang bertubuh gemuk telah tergeletak di tengah kamar, tepatnya di samping ranjang dan di belakang meja kerja. Sebuah sangkur menancap tepat di jantungnya. Darah segar pun mengucur dari tubuh korban. Yang membuat mereka heran adalah kenapa keadaan kamar baik-baik saja, masih rapi, tidak ada yang berantakan, seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

Han, mengambil inisiatif untuk memeriksa sekitar korban. Ia melihat sebuah kursi di meja kerja yang sudah tidak terletak pada posisi yang seharusnya, atau dengan kata lain tidak menghadap ke arah meja namun tidak dalam kondisi jatuh terbalik. Di atas meja tulis tergeletak sebuah alkitab yang terbuka dan di dekatnya ada gelas yang tergeletak miring, tetapi tumpahan airnya tidak mengarah ke alkitab sehingga alkitab masih dalam keadaan kering.

Ford yang telah menggunakan sarung tangan, langsung memeriksa tubuh korban berikut juga pakaiannya. Ia mendapatkan sesuatu dari saku celana Freud, sebuah kertas yang nampaknya kertas foto, kertas tersebut langsung ia masukkan ke dalam kantung bukti.

Ford menggeleng-gelengkan kepala dan mengerenyitkan dahi setiap kali matanya tertuju pada sangkur yang masih menancap di dada korban. Sepertinya Ford merasakan pilu saat melihat kondisi korban dengan cucuran darahnya yang menggenangi sekitar tubuh korban.

Sementara Han, langsung beralih kepada jendela kamar yang terbuka. Ia mencari-cari sesuatu, barang kali saja ada yang bisa dijadikan petunjuk. Dan beginilah cara mereka bekerja, tak ada sepatah kata pun yang terlontar dari mulut mereka kala mereka mencoba mengumpulkan bukti-bukti.

Mereka bertiga kini berjalan keluar kamar dan diikuti oleh inspektur. Menuju ke halaman samping rumah. Han menapaki langkah demi langkah dengan mata yang terpaku pada tanah yang bertekstur gembur dan lembab. Matanya kini bagaikan mata elang yang sedang mengintai mangsanya dari atas langit, satu senti demi satu senti ia perhatikan permukaan tanah yang ada dihadapannya. Ford juga membantu karena memang Ford telah mengerti apa yang dicari oleh Han.

Tiba-tiba saja, seorang petugas kepolisian yang masih berusia muda, mungkin sebaya dengan Ford maupun Han, datang dengan sebuah map di tangan kirinya.

“Lapor Pak” katanya sambil tangan kanannya terangkat ke kening, tanda memberi hormat. “Saya membawa laporan dari tim forensik”.

“Ya silakan” jawab inspektur singkat.

“Berikut laporannya Pak... Korban bernama Samuel Freud, berusia 35 tahun. Korban adalah seorang supervisor di pabrik garmen Collerk di kota Downtown. Akibat kematian adalah tusukan sangkur dan ditemukan juga luka lebam di tengkuk leher korban. Tidak ada sidik jari yang ditemukan pada sangkur, namun sangkur diketahui milik Kiryl. Sementara di sekitar kamar, hanya ada sidik jari korban dan istrinya. Dan untuk alibi, mereka bertiga semua lemah dikarenakan tidak ada saksi dalam alibi mereka. Demikian, laporan selesai”.

“Ya, terima kasih” jawab inspektur sembari menerima map dari tangan si polisi muda. Berkas laporan pun kemudian disimpan untuk dijadikan informasi penyelidikan lebih lanjut.

Han terus menelusuri area halaman samping sambil memegang alat pengukur mulai dari jendela korban, sebab sewaktu memeriksa korban dan melihat jendela yang terbuka, ia menemukan sepasang jejak kaki di bawah jendela. Bukan seperti jejak orang yang berjalan biasa, namun seperti bekas pijakan yang dihasilkan akibat melompat dari lubang jendela.

“Sepertinya kita harus meneliti beberapa jejak yang ada di sini, inspektur”.


“Oh, tentu. Ini bukti penting dan harus diperiksa sebelum menghilang”.

Han berjalan dengan hati-hati dan bolak balik mulai dari jendela kamar korban, untuk sesaat ia berhenti di depan jendela kamar Kiryl dan kemudian berjalan lagi ke ujung dinding rumah bagian belakang. Ia membelok ke kanan ke arah halaman belakang rumah dan terdapat pintu belakang di sana.

Tak lama kemudian ia muncul lagi dengan dahi yang mengerenyit, sekarang ia berjalan bolak-balik dari depan jendela kamar Kiryl ke ujung dinding belakang rumah kemudian kembali lagi ke jendela. Nampaknya Han sedang mencoba beberapa teori yang menurutnya mungkin digunakan oleh pelaku. Semakin lama ia mempraktekkan, semakin dalam lekukan pada dahinya, kemudian keluar sedikit gelengan kepala.

“Apakah saya boleh memeriksa kamar-kamar lain?” tanya Han yang telah berdiri di hadapan inspektur.


“Demi penyeledikan tentu saja boleh” jawab inspektur dengan senyum ramah namun menyimpan ketegasan.

Han mulai memeriksa kamar-kamar yang terdapat di dalam rumah tersebut. Kamar pertama yang ia periksa adalah kamar Alan. Kamar yang berantakan, seperti kurang terawat, sama seperti kamar Ford. Karena tak menemukan apapun, ia beranjak ke kamar Kiryl. Sedikit terjengat ia saat berdiri dekat jendela, namun hal itu tak berlangsung lama. Lalu ia keluar dan memeriksa dapur. Tak ada satu pun bukti yang dapat dikantonginya.


Akhirnya ia pun berkata kepada inspektur. “Baiklah inspektur, saya ingin menginterogasi ketiga tersangka, boleh?”

“Oh, tentu... tentu..” jawab inspektur. “Mari..” tambahnya.

Dan mereka pun menuju ruang depan rumah itu kembali. Sang inspektur mengatur siapa-siapa yang terlebih dulu dimintai keterangannya kepada bawahannya di luar sana. Sementara Han dan Ford, telah duduk di sofa dan dilengkapi dengan alat tulis untuk mencatat semua pernyataan dari para tersangka yang sementara ini ada di tkp.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun