Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Telkom Bogor Melempar Tanggungjawab ke Outsourcing (Surat Terbuka untuk Direksi PT Telkom Indonesia, Tbk, Menneg BUMN, dan Kapolri)

23 November 2011   09:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:18 1580 2
[caption id="attachment_144104" align="alignleft" width="300" caption="Roset SST yang terbakar bagian dalamnya (dok. pribadi)"][/caption] Pada hari Sabtu 29 Mei 2010 yg lalu no telepon rumah  kami yakni 0251-8485832 tidak ada nada sama sekali. Setelah kami cek, ternyata Roset-nya sudah hangus terbakar, dan di tembok pun juga hangus yg menyebar. Hari Minggu 30 Mei 2010, kami melaporkannya ke 147. Pada tanggal 31 Mei 2010, ada petugas yg datang memperbaiki jaringan kami, ternyata pada waktu pemasangan jaringan telpon di rumah kami pada Februari 2010 yang lalu, petugas outsourcing dari CV Kadini (rekanan Telkom) tidak melengkapinya dengan KTP dan kabel yang dipakai pun kabel bekas. Seharusnya dalam keadaan normal, bagian dalam roset tersebut harusnya putih kecoklatan. Tidak ada perbedaan antara bagian dalam dan bagian luar. [caption id="attachment_144105" align="alignleft" width="300" caption="Kondisi tidak terpasang KTB antara 2 Februari 2010 hingga 2 Juni 2010 (dok. probadi)"][/caption] Dinding rumah yang hangus terbakar akibat jaringan telepon tanpa KTB tersambar petir Akibat kejadian tersebut suami penulis melaporkannya ke saluran 147, melaporkan telepon yang mati total kibat tersambar petir pada tanggal 29 Mei 2010 tersebut. Dua hari kemudian pada 31 Mei 2010 ada petugas outsoursing dari Mitra Kopegtel Bogor yang melakukan perbaikan dan menyatakan bahwa telepon mati akibat tersambar petir, dan menurut petugas tersebut saat pemasangan baru pada tanggal 3 Februari 2010 tidak dipasangkan KTB sebagai terminal antara kabel dari tiang dan kabel menuju pesawat telepon, dan kabel antara tiang ke rumah, tidak dipasangkan kabel bekas jaringan telepon yang lama.  Akhirnya pada tanggal 2 Juni 2010, barulah KTB tersebut dipasang, kabel diganti dengan yang baru. Selaku konsumen Telkom sejak adanya kejadian tersebut pada 29 Mei 2010 hingga saat ini belum ada pertanggungjawaban dari PT. Telkom Indonesia, Tbk selaku pelaku usaha yang bertanggungjawab dan mempunyai hubungan hukum transaksional dengan penulis selaku konsumen atas kerugian-kerugian yang diderita oleh penulis selaku konsumen. Mulai keluhan melalui 147 atau website resmi PT. Telkom Indonesia, Tbk, hasilnya nihil sama sekali. Selama 119 hari hak-hak penulis selaku konsumen pasang baru Telkom diabaikan dan dirampas hak-haknya, berupa tidak dipasangnya KTB, tidak dipasang kabel baru, dan keselamatan kami sekeluarga selama 119 hari itu pula terancam akibat perlakuan Telkom yang tidak manusiawi ini. Dengan kejadian tersebut, penulis yang saat itu, baru mengandung janin 3 bulan didalam kandungan, sempat mengalami shock yang luar biasa, sehingga harus istirahat. Bahkan pada pertengahan hingga akhir Juli 2010, penulis mengalami pendarahan akibat shock mengalami peristiwa yang berpotensi mengganggu keselamatan jiwa penulis dan anak-anak yang ada di rumah tersebut. Penulis sempat di rawat inap hampir seminggu di RS Salak Bogor, dan sejak itu hingga menjelang kelahiran putri ketiga penulis, diharuskan istirahat oleh dokter kandungan yang merawat penulis. Sejak awal mengajukan permohonan pasang baru ini memang sudah terjadi beberapa masalah, berupa permainan kotor petugas Telkom yang bertugas dengan petugas outsourcing dibelakang meja. Dimulai  26 Januari 2010 yang lalu, penulis bersama suami Farid Muadz Basakran, berkunjung ke Kantor Telkom Bogor di Jl. Pajajaran No. 37 Bogor 16151 dengan maksud hendak mengajukan pemasangan baru sambungan telepon di rumah kami yang akan tempati pada awal Februari 2010 tersebut. Disana penulis mendapat tanda terima dengan Nomor permintaan : 100050. Dijanjikan oleh petugas yang bersangkutan paling lama 2 hari sudah di survey oleh petugas Telkom dan kami akan dimintakan pembayaran sebagai konsumen baru. Setelah ditunggu lima hari tak kunjung di survey juga, akhirnya kami pada hari Senin tanggal 1 Februari 2010, kembali mendatangi Kantor Telkom Bogor untuk menanyakan hasil survey dan ada atau tidaknya jaringan telepon ke rumah kami. Ternyata petugas Telkom Bogor belum juga melakukan survey ke rumah kami tersebut. Selang satu jam setelah kami datang hari itu, ada petugas Telkom yang telepon suami penulis yang mengabarkan bahwa sudah di survey dan diberitahukan tidak ada jaringan ke rumah kami tersebut. Setelah berdebat di telepon, dan kami menanyakan ke pemilik lama ada atau tidak petugas Telkom yang mensurvey rumah untuk pasang baru. Ternyata oleh pemilik lama, dikatakan tidak pernah ada petugas Telkom yang survey ke rumah. Kami berdebat meminta pertanggungjawaban mengapa menyatakan tidak ada jaringan ke rumah, padahal masih terdapat kabel dari tiang menuju rumah kami, jadi bohong bila menyatakan dan mengatakan tidak ada jaringan. Suami penulis sempat meminta berbicara terhadap atasan yang bertanggungjawab dalam hal pemasangan baru. Setelah berbicara dengan petugas yang menurut mereka supervisor di Telkom, lalu mereka berbicara di internal mereka, tidak lama kemudian tiba-tiba ada persetujuan pemasangan baru dan masih tersedia sambungan telepon ke rumah kami. Esoknya kami pun bayar semua biaya pasang baru yang menjadi kewajiban kami. Tidak sampai satu jam memang ada petugas outsourcing dari CV Kadini yang melakukan pemasangan baru dan sudah berdering telepon di rumah kami. Sejak awal pemasangan baru ini memang sudah ada permainan yang kotor antara petugas Telkom, dengan menggunakan petugas outsourcing di lapangan untuk mengelabui konsumen dan mencari tambahan setelah mengelabui hak-hak konsumen tersebut. Penulis sempat melaporkan kejadian ini sebagai tindak pidana UU Perlindungan Konsumen di Polres Bogor pada 09 Juli 2010 berdasarkan Laporan Polisi No. LP/B/2581/VII/2010/Res.Bogor. Untuk membuat Laporan Polisi itu pun kami ini dibuat berbelit dan harus mentraining anggota Polri yang piket hari itu dalam hal delik perlindungan konsumen. Lebih dari satu jam penulis dan suami baru dibuatkan Laporan Polisi dan STPLP-nya.   Namun sewaktu diperiksa di ruang Reskrim kembali penulis sebagai konsumen, dipermainkan oleh penyidik pembantu Polres sewaktu diperiksa sebagai saksi. Namun bukan Berita Acara Pemeriksaan Saksi yang dibuat melainkan Berita Acara  Pemeriksaan Interogasi. Kami sempat geleng-geleng kepala, melihat kelakuan penyidik di Polres Bogor sejak saat itu hingga kini, karena di Hukum Acara Pidana tidak dikenal adanya Berita Acara Pemeriksaan Interogasi. Dalam kondisi hamil, kembali saya harus berdebat kepada penyidik pembantu dan penyidik Polres Bogor pada tanggal 9 Juli 2010 sekitar pukul 20.00 wib saat itu. Jadi berjam-jam kami hanya diperiksa sebagai pihak yang diinterogasi. Penulis menolak menandatanganinya karena Berita Acara Pemeriksaan Interogasi tidak dikenal dalam KUHAP. Yang ada hanya Berita Acara Pemeriksaan Saksi atau Berita Acara Pemeriksaan Tersangka. Setelah mengalami kejadian pada tanggal 29 Mei 2010 tersebut yang mengakibat dinding rumah kami hangus terbakar akibat jaringan telepon tanpa KTB terkena petir, dan akibat perlakuan penyidik Polri yang sewenang-wenang dan tidak profesional itu mempengaruhi kondisi fisik dan mental penulis serta kondisi janin yang dikandung penulis saat itu. Pada akhir Juli 2010, penulis mengalami pendarahan yang cukup serius hingga akhirnya di rawat di RS Salak. Setelah itupun penulis diharuskan istirahat hingga melahirkan. Setelah melaporkan atau mengadukan tindak pidana perlindungan konsumen yang dilakukan oleh PT. Telkom tersebut, pengaduan penulis sempat diabaikan oleh penyidik Polres Bogor. Akhirnya kami mengirimkan surat ke Kepala Polres Bogor pada 12 November 2010 menanyakan kelanjutan Laporan Polisi penulis yang dibuat pada 9 Juli 2010 dan perlakuan yang melecehkan dan tidak profesional dari penyidik Polres Bogor tersebut.  Ada kejadian aneh, karena surat penulis tanggal 12 November 2010 tersebut ke Kapolres Bogor, pada 22 November 2010 penulsi menerima surat tanggal 19 Juli 2010 yang isinya bahya Polres Bogor akan mengadakan penyelidikan terhadap pengaduan saya dimaksud pada 9 Juli 2010.  Jadi pengaduan saya yang seharusnya ditindaklanjuti dengan penyidikan malah mundur ke belakang dilakukan penyelidikan. Penyelidikan dilakukan terhadap perkara yang belum ada barang bukti dan belum jelas tersangkanya. Akhirnya setelah surat penulis layangkan kesana kemari, baru pada 18 Desember 2010 baru diperiksa sebagai saksi korban. Saat itu kondisi penulis dalam keadaan kehamilan lebih dari delapan bulan usia kandungan. Dalam keadaan hamil tua itu, penulis harus diperiksa oleh penyidik pembantu Polres Bogor. Lagi-lagi penyidik tidak mau melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga sebagai kejahatan konsumenyang dilakukan oleh PT. Telkom Indonesia, Tbk. Bahkan suami penulis pun hingga saat ini pun tidak juga dipanggil dan diperiksa sebagai saksi, padahal penulis sudah mengusulkan sejak adanya pengaduan itu dibuat pada 9 Juli 2010. Padahal saksi-saksi yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini sudah diperiksa oleh penyidik Polres Bogor, antara lain BPSK Kabupaten Bogor, padahal anggota BPSK itu bukan saksi fakta apalagi saksi ahli. Sebagai konsumen BUMN Telekomunikasi, hak-hak saya selama ini dirampas, diabaikan, dan dicuri oleh perlakuan yang tidak manusiawi dan perlakuan melecehkan terhadap penulis. Sebagai perempuan dan ibu dari tiga anak, penulis menjadi korban kejahatan pelaku usaha dan korban kekerasan struktural dari PT. Telkom Indonesia, Tbk selaku pelaku usaha, dan tindakan melanggar hukum dan tidak profesional dari penyidik dan penyidik pembantu di Polres Bogor. Telkom Bogor hanya bisa melempar tanggung jawab hukumnya kepada petugas outsourcing dari CV Kadini dan Mitra Kopegtel-nya. Bagi penulis ini tidak logis dan tidak berdasarkan pada hubungan hukum yang sudah terjadi antara penulis selaku konsumen dengan PT. Telkom Indonesia, Tbk selaku pelaku usaha. Semua dokumen pemasangan baru ini, semua memuat hubungan hukum antara PT. Telkom Indonesia, Tbk dengan penulis. Perusahaan jasa outsourcing tidak ada hubungan hukumnya dengan penulis selaku konsumen. Melalui tulisan terbuka ini, mohon kepada Menteri Negara BUMN, Direksi dan Komisaris PT. Telkom Indonesia, Tbk selaku Pelaku Usaha, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, agar memperhatikan kasus yang menimpa penulis ini. Penulis dan suami yang berprofesi sebagai Advokat saja diperlakukan seperti ini, bagaimana halnya dengan rakyat biasa atau rakyat yang awam hukum. Pembohongan-pembohongan dan pembodohan-pembodohan akan berlangsung terus. [caption id="attachment_144120" align="alignright" width="300" caption="Kondisi setelah adanya KTB pasca 2 Juni 2010 (dok. pribadi)"][/caption] Wassalam, PERHIASAN GINTING, SH Advokat / Konsumen PT. Telkom Indonesia perhiasangintingmanik@yahoo.com 081288885026 / 0251-3997210

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun