Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Hanya Ingin Melihatnya Tersenyum...

12 Maret 2011   01:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:52 178 0




M


endung di sore itu.. ketika kemudian aku menyusuri jalan beraspal. Sedikit kulihat langit yang semakin menghitam sebagai pertanda sebentar lagi akan turun hujan. Resah yang kurasakan melihat seorang anak laki-laki yang dari tadi kuperhatikan terus-terusan memencet tombol Hpnya. Mungkin ia sedang menunggu seseorang. Tak berapa lama kemudian kulihat ia tersenyum ke arah belakangku.. ternyata ada seorang anak perempuan berkerudung merah dengan pakaian merah bergaris hitam tersenyum padanya. Kupikir dialah yang sedari tadi ia tunggu dengan gelisah. Dan benar saja, sesaat kemudian anak perempuan itu menghampirinya.

"Gimana?? Dah siap berangkat?" Anak laki-laki itu membuka percakapan. Namun hanya dibalas dengan anggukan dan senyuman dari anak perempuan berkerudung merah tadi.

Mereka kemudian duduk di atas pundakku dan membawaku menyusuri jalan beraspal menuju suatu tempat yang telah mereka sepakati. Kurasa waktu sangat berjalan lambat saat itu, entah karena memang aku yang lambat atau tidak. Di atasku mereka berbincang tentang masalah kampus, tentang nilai, mata kuliah, dan banyak lagi sampai kurasa setitik demi setitik air membasahiku. Ternyata langit telah menumpahkan airnya sedikit demi sedikit. Kudengar anak perempuan tadi berkata "Kak, cepatki.. hujan..". Tapi kulihat anak laki-laki itu seakan menikmati turunnya hujan yang lama kelamaan butirannya menjadi semakin besar. Mungkin ia mempunyai perasaan yang 'spesial' terhadap anak perempuan ini.

"Masih jauh kah?? Hujaann.. cepatki.." kata anak perempuan itu. "iya.. dekatmi..", kata anak laki-laki itu sambil menambah cepat lajuku di atas jalan beraspal yang semakin lama semakin basah karena hujan. Dan akhirnya mereka tiba di tempat tujuannya. Ternyata tempat yang mereka tuju adalah sebuah rumah tempat kegiatan pengkaderan mahasiswa baru. Anak perempuan itu kemudian turun dari pundakku dan berlari ke dalam rumah agar tidak kebasahan, sedang anak laki-laki itu turun dengan santai walaupun hujan makin lama membuatnya semakin basah. Namun, kulihat ia tersenyum. Entah kenapa ia tersenyum. Mereka pun kemudian berlalu meninggalkanku dengan hujan yang semakin membasahi seluruh tubuhku.

Malam pun tiba dengan udara yang dingin dan basah sehabis hujan sore tadi. Lewat tengah malam, kulihat anak laki-laki itu turun dari rumah dengan memakai jas berwarna oranye dan beberapa lembar kertas ditangannya berjalan menuju tangga yang tak jauh dari tempatku berdiri sejak sore tadi. Beberapa saat kemudian datang beberapa orang yang jumlahnya tak kurang dari jumlah jari kaki dan tangan dan kemudian duduk dengan membentuk barisan di depannya. Kudengar anak laki-laki itu memberi arahan tentang apa yang akan mereka lakukan mulai esok pagi. Kulihat satu per satu orang-orang yang duduk disana dan aku terhenti pada seseorang yang berkerudung merah yang juga duduk disana. Ternyata dia anak perempuan yang tadi sore. Kulihat ia tampak sangat mengantuk. Wajar saja, mungkin tadi ia sedang terlelap dan kemudian dibangunkan untuk dikumpul di tempat ini. Kualihkan pandanganku ke anak laki-laki tadi dan kuperhatikan sekali-kali ia menatap ke arah anak perempuan berkerudung merah itu. Entah apa arti dari tatapannya. Mungkin ada rasa besalah karena telah membangunkan anak perempuan itu dari tidurnya.

Hampir dua jam lamanya mereka berkumpul di tempat itu. Sesekali ada perdebatan kecil dari apa yang mereka bicarakan malam itu. Tapi kulihat anak perempuan berkerudung merah itu dari tadi tak pernah bersuara. Ah, mungkin ia sudah sangat mengantuk. Anak laki-laki itu kemudian memberikan selembar kertas dan sebuah pulpen kepada seseorang yang berada paling ujung di barisan itu. Maksudnya agar mereka menuliskan nama mereka masing-masing di kertas itu. Setelah semua menuliskan namanya, kertas itu kemudian dikembalikan kepada anak laki-laki tadi.

"Baik.., tolong didengarkan.." kata anak laki-laki itu dengan pelan karena memang malam sudah semakin larut.

"untuk pos 1.. koordinatornya kanda Ilham.. kemudian anggotanya.. Rian, Aldi, Dedi, Indah dan Rina. Pos 2.. koordinatornya kanda Fajrin.. anggotanya.. Ida, Ardi, Nisa, dan Dodi. Pos 3.. koordinatornya Arga.. kemudian anggotanya.. Dinda, Luke, Rani, Ditha, dan Tyo".

Anak laki-laki itu membagi orang-orang yang berjumlah hampir 30 itu ke dalam 5 pos.

"Oke.. briefing malam ini selesai, untuk para koordinator tiap pos sebentar kita kumpul.. ada sesuatu yang mau dibicarakan mengenai kegiatan besok. Sekarang yang lainnya istirahat karena besok kegiatan dimulai sekitar jam 7 pagi". Anak laki-laki itu kemudian menutup pertemuan malam itu dan mereka satu per satu meninggalkan tempatnya masing-masing. Tapi kulihat anak laki-laki itu terus memperhatikan anak perempuan berkerudung merah itu yang beranjak dari tempat duduknya sampai kemudian anak perempuan itu naik ke rumah dan menghilang dari pandangannya. Sepertinya memang ada yang belum selesai di antara mereka. Seperti ada rasa yang belum pernah terungkap dari anak laki-laki itu.

Sekelilingku mulai tampak terang. Ternyata pagi sudah mulai menyapa bersama embun pagi dan udara yang mulai menghangat karena sinar mentari. Tampak wajah kusut dan kurang tidur mulai menuruni tangga. Jumlahnya tak kurang dari 60 orang. Mereka kemudian dikumpulkan di sebuah tempat yang cukup lapang. Berbaris membentuk kelompok-kelompok kecil yang anggotanya dapat dihitung jari.

"Oke ade'-ade'.. hari ini merupakan hari terakhir dari kegiatan kita" kata anak laki-laki itu.

"Sebentar akan ada outbond dan kalian akan berjalan mulai dari tempat ini sampai pantai", lanjutnya.

Kuperhatikan sekelilingku dan kulihat anak perempuan yang semalam tak lagi berkerudung merah, tetapi abu-abu, begitupun dengan pakaiannya tak lagi merah bergaris hitam namun memakai jaket berwarna abu-abu. Matching. Kali ini anak perempuan itu tampak lebih segar dari semalam. Mungkin karena memang sudah melanjutkan tidurnya atau karena sekalian tak tidur lagi setelah briefing semalam.

"Berapa persen??" teriak anak laki-laki itu kepada sekumpulan mahasiswa baru di depannya tanpa senyum sedikitpun.

"Seratus persen...." jawab mereka serentak.

"Skarang dengarkan.. untuk kelompok 1 nanti didampingi sama kak Bayu, trus kelompok 2 pendampingnya kak Zali, trus kelompok 3...". anak laki-laki itu memberikan arahan kepada mahasiswa baru tersebut.

Beberapa menit kemudian satu per satu kelompok-kelompok itupun beranjak menuju pantai.

Menjelang siang akupun dibawanya menuju pantai.

Kontras. Suasananya begitu panas dan kering meskipun aku berdiri di tempat teduh. Tak seperti kemarin yang diwarnai hujan. Dari kejauhan kulihat ada beberapa orang yang saling berkejaran di tepi pantai. Mungkin mereka hanya mengakrabkan diri.

Ketika sore menjelang, kulihat anak laki-laki itu menuju ke tempatku di ikuti anak perempuan yang bersamanya kemarin. Tapi anak perempuan itu tak lagi memakai kerudung karena kerudungnya basah, jaket berwarna abu-abu yang dipakainya pun basah. Mungkin karena tadi ia juga ikut mandi di pantai.

"jadi gimana?? Kita pulang skarang??" tanya anak laki-laki itu.

"iya kak, pulangmi skarang.. capek skalika kurasa.." kata anak perempuan itu.

Mereka pun kemudian naik lagi di pundakku dan kubawa mereka meninggalkan pantai sore itu. Mendung kembali dan dalam waktu yang tidak lama rintik hujan kemudian membasahi lagi tubuhku tapi tak deras. Dalam perjalanan pulang kususuri jalan di sepanjang sungai. Disertai angin sepoi-sepoi kuharap terucap kata dari mulut anak laki-laki itu. Kata yang tak pernah bisa ia ungkap kepada anak perempuan itu. Sepanjang perjalanan itu tak pernah sekalipun kudengar anak laki-laki itu mengatakan hal yang menyangkut perasaannya. Mereka terus saja berbincang tentang kuliah, nilai dan dosen mereka di kampus sampai akhirnya mereka tiba di pertigaan jalan.

"Kak, sampai disini saja ya ngantarnya.." kata anak perempuan itu.

"Kenapa? Kenapa tidak sampai rumah?" tanya anak laki-laki itu.

"Mmm.. tidak ada apa-apa, tapi sampai disini saja" kata anak perempuan itu sambil tersenyum.

Anak perempuan itu kemudian turun dari pundakku dan berjalan ke depan. Kulihat anak laki-laki itu terus memperhatikannya. Jauh dan semakin menjauh tampak anak perempuan itu dengan selendang merah muda di punggungnya.

"Dinda..." tiba-tiba anak laki-laki itu memanggilnya dengan setengah teriak. Anak perempuan itu kemudian berbalik dan melihat ke arah anak laki-laki itu. Dia tak menjawab dan hanya tersenyum. Kupikir mungkin inilah saatnya anak laki-laki itu akan menyatakan perasaannya yang tak biasa kepada anak perempuan itu. Perasaan yang telah lama ia pendam. Perasaan yang telah lama tak pernah terungkap.

"Tidakji.." kata anak laki-laki itu. Ternyata dia hanya ingin melihatnya tersenyum.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun