Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Dicari: Budi Pekerti yang Hilang

17 Mei 2010   10:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:09 139 0
Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi salah satu sekolah dasar di Jakarta. Banyak yang bilang sekolah itu terkenal dan telah mencetak anak-anak yang berprestasi di tingkat daerah maupun nasional.

Tiba di sana, halaman sekolah penuh dengan anak-anak yang sedang istirahat maupun berolah raga (sebagian berkegiatan dengan pakaian olah raga). Saya mendatangi sekelompok anak berusia 10-tahunan yang sedang duduk di sebuah bangku. Kepada mereka saya menanyakan nama seseorang dan apakah mereka tau dimana ruangannya. Betapa terkejutnya saya ketika mereka menjawab tanpa melihat kepada saya dan hanya menunjuk ke sebuah arah dan berkata, "Tuh, disana".

Waduh... saya memang sering diceritakan betapa anak-anak "sekarang" kurang sekali sopan santunnya. Tapi mengalami langsung hal itu, tak urung membuat saya benar-benar terkejut. Entah dimana salahnya. Mungkin saya yang salah karena masih menyimpan kenangan masa kecil dulu: anak-anak menunduk takzim kepada orang yang lebih tua dan menjawab dengan bahasa yang pantas. Atau mungkin saya (lagi) yang salah karena tidak bisa mengikuti perkembangan gaya gaulnya anak sekarang.

Pulang dari SD terkenal itu, saya benar-benar resah. Resah karena di sekolah itu saya kehilangan bentuk budi pekerti di jiwa anak-anak itu. Saya kehilangan kehalusan bertutur dan tata krama dari seorang anak. Saya jadi setengah gagu. Tidak tahu hendak berkata apa. Mudah-mudahan keresahan itu hanya saya sendiri yang merasakan. Artinya, hanya saya saja yang menganggap sikap anak itu sebagai sesuatu yang aneh (untuk tidak mengatakan "kurang pantas").

Tetapi ternyata saya tidak sendirian. Dan itu membuat saya tambah resah. Di surat kabar saya membaca keresahan yang sama. Obrolan-obrolan teman-teman sebaya menebarkan keresahan yang sama. Tidak hanya saya yang awam, tetapi juga para ahli dan orang-orang hebat negeri ini merasa resah. Budi pekerti itu perlahan hilang dari anak-anak kita. Saya pun tidak terlalu yakin dengan penggunaan kata "perlahan". Bisa jadi budi pekerti itu hilang dengan kecepatan yang tidak bisa ditangkap mata.

Beberapa orang berpendapat bahwa pendidikan budi pekerti kembali dihadirkan di sekolah sejak dini. Agar perilaku budi pekerti itu kembali hadir di jiwa anak-anak kita. Saya orang yang paling keras meneriakkan kata setuju. Berbudi pekerti bukan berarti bersikap lamis, bukan berarti bersikap cari muka kepada orang yang lebih tua, tetapi berarti memiliki sikap yang pantas kepada orang yang patut untuk dihormati.

Seandainya nenek saya masih hidup dan saya bersikap seperti anak SD terkenal itu, tentu saja paha saya akan penuh dengan warna biru hasil cubitan kesal beliau. Untung nenek sekarang sudah tenang di alam berbeda. Seandainya masih hidup pun, saya akan berusaha agar beliau tetap tersenyum melihat perilaku saya. Semoga kita bisa kembali menemukan budi pekerti yang hilang itu, demi masa depan anak-anak Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun