Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

(Paradoks) Misteri Kampung Siluman

24 April 2011   03:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:28 507 7
Mentari mulai mendaki kaki langit setelah semalaman bersembunyi menyimpan cahayanya, kami bersiap siap untuk sebuah perjalanan dalam mengisi hari libur setelah jenuh dengan kesibukan dan kebisingan Ibu kota. Dengan menggunakan mobil Anton, kami mulai menelusuri jalan yang menuju sebuah daerah pergunungan di piggiran Jakarta, hanya beberapa jam kami telah sampai di tempat yang dituju

"Heru tolong masukan semua barang bawaan ini kedalam Vila"

teriak Rusdi meminta tolong

Sementara saya bersama Anton memarkirkan mobil pada tempat yang sedikit teduh , angin perbukitan mulai melacuri tubuh kami dengan mengirim gigilnya. Heru dan Rusdi telah masuk terlebih dahulu kedalam Vila yang kami sewa dari penduduk setempat

Oya ,saya belum memperkenalkan diri, panggil saja saya Reza,karna nama itu tak asing lagi ditelinga saya he he

Kami datang dari Jakarta dengan sebuah tujuan melonggarkan syaraf syaraf yang mulai tegang oleh kesibukan sehari hari dalam menyulam masa depan, kami berempat bekerja dibidang yang berbeda

Anton adalah seorang pengusaha muda yang bergerak dibidang perikanan, sama dengan Rusdi, sedangkan Heru dan saya hanya pegawai biasa disebuah perusahan kecil di Ibu kota

Tak terasa senja mulai melukis jingga di lekuk langit , semua terasa indah tatkala awan melukis sajak sajak yang membuat damai pada setiap mata yang memandangnya

Dengan menikmati secangkir kopi  yang diracik oleh Rusdi kami habiskan senja itu dengan tawa canda sampai malam mulai mengirim bias rembulan pada langit yang memancarkan sinar purnamanya

"Bagaimana kalo malam ini kita jalan jalan keluar menikmati malam dengan suasana perkampungan ?"

sela Anton yang mulai jenuh berdiam di dalam Vila

" wau ide yang bagus"

jawab Heru sambil menhisab sebatang rokok kretek

Saya dan Rusdi hanya turut serta dengan apa yang mereka rencanakan

"Mari kita keluar sesambil mencari makanan buat mengisi perut yang mulai menangis dalam kidung sunyi ini"

teriak Anton yang sudah tak sabar rupanya

Dari kejauhan kami mendengar suara musik khas sunda yang amat indah seakan memapah langkah kami untuk segera mendekat kesana .

"ini baru asik kawan sudah lama kita tak menikmati suasana seperti ini"

Anton bicara , diraut wajahnya terlihat rasa senang yang tak dapat di bendungnya ,maklumlah di Ibu kota kami hanya sering mendengar musik yang terkadang membuat telinga pekak dan membosankan sekali

" Reza lihat itu mereka sepertinya sedang mengadakan sebuah pertunjukan "

kata itu terucap dari mulut Heru kepadaku , diatas panggung sederhana terlihat sinden sinden cantik menari dengan indahnya ,sedangkan para lelaki muda menari di bawah panggung dengan  meriahnya

Sangat indah malam itu di bawah sinar rembulan dan hembusan angin sepoi sepoi membuat semua gundah hilang di telan malam, kami mencari tempat untuk duduk di sebuah warung yang menjual minuman dan juga makanan

" Sate kambingnya satu porsi bersama kopi ya bu"

Heru memesan makanan , sepertinya dia tidak dapat menahan lapar he he

Anton dan Rusdi memesan minuman beralkohol rendah sekedar untuk menghangatkan badan mereka,sedangkan saya hanya memesan secangkir teh hangat dan semangkok mie rebus

"Aku mau ikut joget ya ?

Anton pamit dan pergi mendekati panggung kecil itu ,menyusul Rusdi dan juga Heru yang tak mau ketinggalan , saya tetap duduk di warung karena saya memang tak bisa dan tak biasa joget seperti mereka

Waktu terus berjalan menuju lekuk subuh ,sepertinya mereka mulai lelah dan mata mulai mengantuk, Anton dan Rusdi mengajak kami kembali ke Vila untuk beristirahat ,kami berangkat pulang menelusuri jalan setapak . Tak berapa jauh kami beranjak dari tempat itu anehnya suara musik dari panggung kecil itupun tiba tiba hilang seketika

"kok mereka udah bubaran?"tanya Heru pada saya

"mungkin karna sudah terlalu larut kali" jawab saya

Anton menoleh kebelakang dan berteriak setengah gagap

" kawan kemana mereka semua kok cepat banget hilangnya ?

Dengan penasaran sayapun ikut menoleh kebelakang, namun tak satupun yang dapat kami lihat yang tersisa hanya sunyi batang batang pohon yang menyanyikan suara alam disapu angin dan di selimuti kabut yang mulai turun

"jangan jangan "aduh jangan  jangan kita .....

Ucapan Heru tersendat seperti orang ketakutan ,kamipun lari dengan sisa tenaga yang tersisa menuj Vila

tak ada suara yang keluar dari mulut kami sampai di vila, setelah melepaskan semua nafas panjang kami baru saling bertatap satu sama lainnya

lelah dan rasa takut membuat kami tertidur sampai pagi kembali mengurai terang , derik jendela saya sibak terlihatlah di luar sana Mang Ujang penjaga Vila sedang membersihkan halaman, dengan rasa penasaran saya memanggilnya dan menceritakan semua kejadian semalam

Alangkah kagetnya kami semua setelah Mang Ujang menceritan kalau kami semalam memasuki kampung siluman

saya tertawa sambil menatap pada anton

"Ha ha ha ternyata semalam kalian joget dengan para gadis siluman hahahaha"

" ya Tuhan masih untung mereka ngak mengajak saya menikah "

kelakar Rusdi sambil ketawa terpingkal pingkal

Heru masih saja terdiam seperti masih tak percaya dengan apa yang terjadi semalam ,akhirnya hari itu kami habiskan dengan canda gurau di sekitar vila sampai menjelang senja kamipun kembali pulang ke Jakarta membawa sejuta pengalaman yang teramat sangat menyeramkan

penulis,Adrian kelana (181)

NB: UNTUK MEMBACA TULISAN PARA PESERTA PARADOK YANG LAIN MAKA DI PERSILAHKAN MENGUNJUNGNGI AKUN,Dongeng anak nusantara di kompasiana sbb Dongeng Anak Nusantara

salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun