Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Pengunduran Diri RI-1 Vs Karyawan

21 Mei 2014   19:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:16 696 0
“Saya memutuskan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden RI, terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998”

Pengunduran diri presiden RI dimungkinkan dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal 8.

Nampaknya presiden yang mengundurkan diri ataupun menteri yang berhenti karena mencalonkan diri sebagai presiden/wapres boleh berhenti setiap saat. Beda halnya dengan karyawan.

Tatacara pengunduran diri Karyawan diatur dalam Pasal 162 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang berlaku mulai tanggal 25 Maret 2003.

Karyawan yang mengundurkan diri atas kemauannya sendiri harus mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelumnya, tidak terikat dalam ikatan dinas dan harus tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran dirinya.

Dalam kenyataannya, ada banyak karyawan yang berhenti di luar ketentuan tersebut. Misalnya dengan cara mangkir (Pasal 168 UUTK). Umumnya hal ini terjadi karena 3 persoalan pokok :

1. desakan situasi kerja yang tidak kondusif dan berlangsung relatif lama baginya
2. sudah bekerja di perusahaan lain dengan sistem imbalan yang lebih baik
3. problem pribadi lainnya.

Ada perusahaan yang mengatur pengunduran diri untuk karyawan dengan jabatan tertentu, minimal 3 – 6 bulan sebelumnya. Dibutuhkan kesepakatan tersendiri dalam penerapannya.

Ada juga perusahaan yang menyetujui pengunduran diri karyawan saat itu juga atau kurang dari 30 hari dengan aneka alasan. Misalnya karyawan yang ‘vokal’, kurang produktif, atau dikhawatirkan ‘move’ dengan membawa banyak karyawan lainnya.

Perusahaan dapat memberikan ‘imbalan’ sejenis uang taliasih yang diatur dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, untuk mengurangi pengunduran diri yang tidak sesuai prosedur dan menghindari terbengkalainya tugas dan tanggungjawab karyawan. Besarannya sesuai kemampuan perusahaan dan kepantasan secara umum.

Ada kalanya perusahaan tidak membayar sejumlah hak bagi karyawan yang berhenti tidak sesuai prosedur perundangan. Paling sering terjadi adalah tidak membayar sisa hak gaji berjalan atau sisa cuti. Atau tidak memberikan surat keterangan kerja. Apakah hal ini diperbolehkan?

Prinsip ‘no work no pay’, karyawan tidak bekerja maka upahnya tidak dibayar. Jadi perusahaan tetap wajib bayar sisa gaji secara proporsional atas masa kerja yang telah dilalui hingga hari terakhir kerja.

Mengenai, surat keterangan kerja, umumnya karyawan membutuhkannya jika diminta oleh perusahaan tempatnya bekerja sekarang. Atau untuk klaim JHT di PT Jamsostek.

Hal surat keterangan kerja ini, belum saya temukan dibahas dalam peraturan terkini. Menurut ‘Regeling Ontslagrecht Voor Bepaalde Niet-Europese Arbeiders’ (Peraturan tentang Pemberhentian Buruh Bukan-Eropa) yang berlaku sejak tanggal 17 September 1941 khususnya Pasal 21 menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan surat keterangan kerja atas permintaan karyawan. Jika menolak memberikannya, maka perusahaan wajib bertanggungjawab atas segala kerugian yang mungkin timbul karenanya.

Aha!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun