Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Saat Itu Aku Jemu dengan Hidupku

8 Maret 2011   17:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:57 279 3
Aku memeriksa ulang tempelan kertas dipagar rumahku. Tak ada yang salah. Yang kuinginkan sebagai penyewa pavilyun adalah karyawati. Syukur2 kalau dia enak dipandang, tidak suka basa basi. Karena saat ini aku sedang jemu dengan hidupku.

Sajadah panjang masih terbentang.  Mukenahnya tak beraturan.Ugh... sholatpun terasa seperti sebuah ritme harian. Selesai salam... bangkit dan meneruskan pekerjaan.  Adu cepat irama , kadang berbarengan dengan detak jam....Anak Betawi bilang aku sedang  kejar setoran.

Sudah 6 orang pembeli datang ke toko siang ini. Yang satu beli benang, 2 anak kecil beli pembatas Buku Asmaul Husna lalu 3 orang rombongan ibu2 beli baju muslimah anak.

Aku menghela napas . Pemasukan toko sudah hampir tak seimbang berkejaran dan saling menyusul dengan kebutuhan. Sudah beberapa hari ini aku merasakan kepenatan yang panjang.

Suara cucuku si "Raja" yang biasanya menyemangati hari tuaku kini malah membuat telingaku pekak. " sana sana ! nenek mau kerja. Kamu main diluar sana!" hardikku sambil menghalau 2 orang malaikat kecil yang sibuk berseliweran nyelinap diantara etalase sambil memegangi senapan kayu .

Mereka memang tak tahu kegalauan hatiku. Bukannya pergi malah kaki2 yang berdebu melompat keatas ranjang dan meneruskan perang bedil sambil riuh saling menembaki lawannya.  Suara mulut bedilnya persis seperti desis mortir film Rambo atau Terminator atau apapun itu...cucuku tentu lebih hafal serinya.

" ya Allah ini anaaakkk.... bisa dibilangin pake mulut nggak sih...? aku mendelik sambil kedua tanganku mengambil garukan punggung untuk mengeluarkan mereka.

Entah kebutuhan apa yang tidak atau belum dapat dipenuhi.. Daftar susu Kalsium sudah berkurang jumlahnya, rasanya masih saja  seperti deret ukur mulai dari sembako, bayar listrik, telp, internet , iuran lingkungan.. sampai biaya tak terduga yang tidak pernah punya amplop dalam pos pengeluaranku.. . Yang jelas hari ini kejenuhan membuat  aku lupa bablas dengan teori Dr MASARU EMOTO tentang labeling dan pemaknaan kata2 yang seharusnya tidak kusentakkan dalam tekanan nada bicaraku.

Raja nampak mengerucut. Alis di dahi dan pelipisnya berkerut. " koq aku dimarahin sih nek ? Aku kan udah makan, udah minum susu, nggak ganggu anak TK......mulut kecilnya menyebut  hal hal yang telah dilakukan sambil kuamati jari2nya menghitung kebaikan yang telah dilakukannya sampai se siang ini. Sesuatu yang biasanya membuat aku gemes kalau   dia"  menghitung " kemana saja aku membawanya berjalan2 keliling ibukota.

Cucuku kabur meninggalkan aku pulang ke rumah seberang jalan.. Alisnya yang naik ketakutan  menempel lekat dalam ingatanku. Aaahhh ...tak seharusnya anak kecil itu ku usir tanpa alasan yang jelas. Selama ini dialah pelipur lara dan sepiku. Saat dia mulai pandai berceloteh dan menghitung angka dalam bahasa inggris sambil sesekali menggerakan telunjuknya dan bilang no..no..no... sering membuatku terkekeh kekeh. Menggendongnya dibelakang sambil menyanyikan lagu Mbah Surip membuatku tak ingin segera menyusul penyanyinya pulang ke alam baka. Selama ini cucuku Raja bisa membuatku betah hidup dan mensyukuri bahagia dalam versi yang kami ukir sendiri urutannya.

Lalu apa yang salah dengan diriku.... aku merasa serba salah dan gemrungsung.

Aku tersentak ketika entah darimana seseorang sudah nangkring diatas motornya persis didepan pagar toko . "ada kontrakan ya bu "?

" iya ..tapi udah penuh tuh " jawabku.

" lalu kalau kamar kostnya bisa liat ? lanjutnya penasaran...

" oooh itu... untuk karyawan atau karyawati pak, bukan untuk keluarga. Kalau Bapak mau.. coba aja ke rumah kontrakan yang itu.." aku menunjuk ke kontrakan yang kini menjamur menjawab kebutuhan pekerja pabrik.

" sudah bu...  lalu yang disana juga sudah ... tapi mahal semua ya bu  " ?

" iyalah pak..hari gini mana ada kontrakan murah...

Tanpa kusuruh Bapak itu menaruh pantatnya di balai yang kusediakan didepan sekolah Taman Kanak-Kanak disamping toko. Wajahnya yang gusar mencerminkan kemurungan yang dalam.

Sialnya...aku jatuh kasian pada Bapak itu sehingga dia punya kesempatan menceritakan penderitaannya yang panjang. Sudah beberapa hari pedagang rombongan Sirkus Keliling ini cari kontrakan rumah murah yang memadai dan malam ini hari terakhirnya dia harus pindah . Rasanya tidak etis menanyakan alasan karena jawabannya pasti klasik. Cari yang lebih dekat tempat kerjalah...nah kalau Sirkus Keliling begini ...apa  mau cari dekat lapangan mana? lha wong pindah melulu....

Anakku langsung paham bahwa aku melanggar komitmen sendiri atas nama nggak tega. Nggak tega liat orang susah nak... ( padahal aku sendiri lagi  susah... )

OMG !....hari pertama aku baru sadar aku menampung orang bermasalah. Mungkin perabotan dapur mereka  ditahan karena uang kontrakan ditempat lama masih belum beres.  Kedua bocahnya selonongan kekamarku menyalakan TV sendiri dan mengambil sepeda Raja sambil makan puding dari lemari es. Jadilah hari pertama itu aku menambah daftar hal-hal yang membuat aku bosan dengan hidupku....Belum lagi esoknya pampers si kecil tiap pagi bertengger di ujung bibir tempat sampahku... dan...ini puncak keroknya...dengan 2 anak kecil yang masih balita...si ibu ternyata diam2 suka metik mangga muda di pohon karena sedang ngidam.... " masya Allah "..... gerutuku.

Duniaku terasa berputar ekstrem. Setiap kali aku harus mengecek pintu belakang agar selain Raja , dua tamu kecil tidak selonongan lagi di ke kamarku.

Aku memandang langit2 kamar tidur...diluar tadi seharian hujan mengguyur Jabotabek. Kuintip si ibu asyik menggosok lantai dan bak kamar mandi pavilyun. " Bersih juga nih orang. TKW gemblengan aja jarang2 betah nyikat kamar mandi sampai 1 jam begitu.. Batinku berperang antara keinginan membatalkan kontrakan dan kebutuhan membayar listrik yang tertunggak 2 bulan. Aahh persetan... aku tak mau mengorbankan kenyamanan hidup demi lembaran uang yang tak seberapa...

Tiba2 ada yang menyergap relung batinku. Cerita lelaki itu...sesudah gempa di Padang...anak keduanya yang lahir Caesar...lalu perkawinan antar suku dan beda keyakinan yang belum juga mendapat restu orang tua...ooohh...tak seharusnya aku mendengar cerita seperti itu...Dari buku yang kubaca...cerita buruk yang di dengar bisa mendatangkan efek negatif juga dalam kehidupan kita...

Aku menyalakan TV. Aduuhhh berita TV pun parah...Isinya juga negatif melulu...Bener kata temenku di di Depnaker...nontonnya TVRI...masih ada berita positifnya tentang negara kita katanya promosi. Kalau aku sih seneng sama Pelangi Desa dan Malam Minggunya Slamet Raharjo masih katanya.

Aku tetap bolak balik di ranjang. Mataku nanar tak bisa tidur.. Bapak anak itu ternyata benar menitipkan keluarganya padaku karena tiap malam harus jualan di pasar malam keliling... Tapi hari gini tak ada televisi?..musibah besar macam apa yang membuat mereka mengorbankan kesenangan si kecil? Lalu bagaimana sang ibu bisa berkompromi agar anak mereka tidak terus merengek pingin nonton TV?...Ini tentu bukan hal baru  yang mudah..

Kulihat jam dinding. Kentongan penjaga malam di tiang listrik menandakan sudah pukul 2 dini hari. Seekor tikus besar nampak bolak balik berusaha keluar melewati lemari sepatu. huuhhh...itu musuh yang belum berhasil kutaklukan. Mungkin karena sudah hafal bau ikan asin. Umpannya mungkin harus kuganti keju Kraft. Lha wong aku aja udah jarang2 makan spagethi pakai daging cincang dan La Fonte. Kasian deh lu...( Macaroni nya gratis tapi keju dan daging cincangnya mahal bo ! )

Kuperiksa rak dapur. Susu habis ..terpaksa malam2 nyeduh teh manis buat menghangatkan badan, masih percaya sama kata orang kalau begadang jangan sampai perut kosong bisa kena angin duduk. Seperti 60% umumnya orang Indonesia aku sudah lama tidak punya snack di rumah. Makanya kalau David Foster menyapa penontonnya dengan teriakan Hello RICH PEOPLE... nggak usah bertaruh.. Yakin aja aku sama sekali tidak termasuk yang disapanya.

Aku tak berhasil menemukan akar permasalahan yang membuat aku merasa jenuh dengan irama hidupku. Aku jadi ingat hadits orang Fakir dekat dengan Kafir. Pertanyaannya adakah pantas kalau aku yang tidak perlu ngontrak rumah ini  merasa fakir hanya karena aku tidak lagi bisa nonton konser Janet Jakcson  atau George Benson di Java Jazz? Apakah aku harus merasa diriku masuk dalam penduduk Indonesia miskin sementara aku masih bisa menyimak dengan baik tayangan Oprah atau mengikuti kisah Kick Andy yang di gagas dengan hati ? Kick Andy...Nama itu menyentak ubun2ku. Tayang ulang sore tadi membuatku sadar bahwa aku cuma kehilangan tempat tinggal elit dari Jakarta Selatan ke Desa bernama Gunung Sindur sementara 4 nara sumber kehilangan kedua penglihatan yang pernah dimiliki sampai usia 17 tahun. Mereka tak lagi melihat dunia tapi tak pernah berhenti menginspirasi orang lain yang tidak tuna netra.

Astaghfirullah...aku mendesis. Rabbigh firli....mohon ampunan ya Tuhanku.

Aku menemukan jawabannya. Aku ternyata telah membutakan mataku sendiri dari kebahagiaan yang seharusnya bisa kurengkuh dari celoteh dan keceriaan cucuku cuma karena mumet atas datangnya rizqi yang tersendat. Aku menulikan telingaku dari desir dedaunan pohon nangka, dukuh, rambutan karena tak lagi bisa mensyukuri akarnya yang menyimpan air hujan dan daun rindangnya membuat rumah kontrakan nyaman dihuni orang. Aku cuma gembira kalau bisa bayar tagihan semua pada waktunya sehingga tidak siap dengan ketidak beraturan.. Wajar kalau aku juga tidak lagi bisa menyimak dengan baik buku Quantum Ikhlasnya Mas Erbe. Karena aku lupa tugasku cuma ikhtiar dalam bingkai Amanah , dan Berdoa sambil menjalankankan Fitrah sebagai manusia. Tugas Dia lah Khalikku buat mengurusi dan mencukupi diriku dalam kecukupan hitunganNya.. bukan hitunganku...

Kentongan tiang listrik berdentang 3 x. " Ud uni astajiblakum. " Berdoalah..aku kabulkan..seru RAJA DIRAJA di sepertiga malam... Kukebat sajadah dan kurapihkan...Akupun tersengguk diantara desahan malam memohon ampun dan  menangisi keterbatasanku selaku Hamba Allah di hampir ujung usiaku....

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun